Ajaran-Ajaran Presiden
Doa, Paspor Menuju Kekuatan Rohani


Bab 5

Doa, Paspor Menuju Kekuatan Rohani

Melalui doa yang jujur dan sepenuh hati, kita menerima kasih, kuasa, dan kekuatan dari Bapa Surgawi kita.

Dari Kehidupan Spencer W. Kimball

Saya selalu memiliki perasaan yang amat lembut mengenai doa dan kuasa serta berkat-berkat doa,” kata Presiden Spencer W. Kimball. “Dalam kehidupan saya, saya telah menerima lebih banyak berkat daripada yang dapat secara pantas saya syukuri. Tuhan telah begitu baik kepada saya. Saya telah memiliki begitu banyak pengalaman dalam kesakitan dan dalam kesehatan sehingga meninggalkan saya tanpa keraguan sedikit pun di dalam hati dan benak saya bahwa ada seorang Allah di surga, bahwa Dia adalah Bapa kita, dan bahwa Dia mendengar serta menjawab doa-doa kita?1

Salah satu pengalaman ini datang ketika Presiden Kimball dan istrinya, Camilla, melakukan perjalanan menuju sebuah konferensi di Selandia Baru. Ketika mereka mencapai Kota Hamilton, mereka begitu sakit sehingga Presiden Kimball meminta Presiden N. Eldon Tanner, Penasihat Pertama dalam Presidensi Utama, untuk mewakili dia pada acara kebudayaan yang direncanakan untuk malam itu. Beberapa jam kemudian, Presiden Kimball “terbangun dengan terkejut dan meminta Dr. Russell Nelson, yang duduk mengawasinya, ‘Brother Nelson, pukul berapa program itu akan dimulai malam ini?’

‘Pukul tujuh, Presiden Kimball.’

‘Pukul berapa sekarang?’

‘Hampir pukul tujuh.’

Spencer basah karena keringat. Demamnya sudah mereda .… Dia berkata, ‘Katakan kepada Sister Kimball bahwa kami akan pergi.’

Camilla bangkit dari tempat tidur, dan mereka bergegas berpakaian dan kemudian berkendara menempuh jarak yang tidak jauh menuju stadion di mana program itu baru saja dimulai. Presiden Tanner telah menjelaskan di awal pertemuan bahwa mereka terlalu sakit untuk hadir. Dalam doa pembuka seorang pemuda Selandia Baru meminta dengan sungguh-sungguh, ‘Kami 300 kaum remaja Selandia Baru telah berkumpul di sini siap untuk menyanyi dan menari bagi nabi-Mu. Maukah Engkau menyembuhkannya dan mengirimnya kemari.’ Sewaktu doa itu selesai, mobil yang membawa Spencer dan Camilla masuk dan stadion itu meledak dalam teriakan yang spontan, yang memekakkan telinga atas jawaban terhadap doa mereka.”2

Ajaran-Ajaran Spencer W. Kimball

Kita diminta untuk berdoa, sama seperti kita diminta untuk menaati perintah lainnya.

Doa bukanlah suatu kegiatan pilihan; itu merupakan dasar dari agama kita.3

Mengapa kita hendaknya berdoa? Karena kita adalah para putra dan putri Bapa Surgawi kita, kepada siapa kita bergantung untuk segala yang kita nikmati—makanan dan pakaian kita, kesehatan kita, hidup kita itu sendiri, penglihatan dan pendengaran kita, suara kita, daya gerak kita, bahkan otak kita.

… Apakah Anda memberi diri Anda sendiri napas Anda, hidup Anda, diri Anda? Dapatkah Anda memperpanjang hari-hari Anda dengan tambahan satu jam saja? Apakah Anda sedemikian kuatnya tanpa karunia-karunia surga? Apakah otak Anda terjadi dengan sendirinya, dan apakah Anda yang merancangnya? Dapatkah Anda memberi kehidupan atau memberinya perpanjangan? Apakah Anda memiliki kuasa untuk melakukan tanpa Tuhan Anda? Meskipun demikian saya menemukan bahwa banyak yang gagal untuk berdoa .…

Anda yang berdoa kadang-kadang, mengapa tidak berdoa lebih teratur, lebih sering, lebih penuh bakti? Apakah waktu sedemikian berharganya, kehidupan sedemikian singkatnya, atau iman sedemikian tipisnya? …

Kita semua memiliki kewajiban besar terhadap Tuhan kita. Tidak seorang pun dari kita telah mencapai kesempurnaan. Tidak seorang pun dari kita bebas dari kesalahan. Berdoa diminta dari semua orang seperti kemurnian akhlak itu diminta, dan pengudusan hari Sabat, dan persepuluhan, dan mematuhi Kata-Kata Bijaksana, menghadiri pertemuan, serta memasuki pernikahan selestial. Sama seperti yang lainnya, ini merupakan perintah dari Tuhan.4

Sewaktu saya sering melakukan perjalanan ke antara wilayah-wilayah dan misi-misi Gereja di tahun-tahun sebelumnya, saya sering bertemu orang-orang yang bermasalah atau yang memiliki kebutuhan besar. Pertanyaan pertama saya kepada mereka adalah, “Bagaimana dengan doa-doa Anda? Seberapa sering? Seberapa dalamkah keterlibatan Anda ketika Anda berdoa?” Saya telah mengamati bahwa dosa biasanya datang ketika hubungan komunikasi putus. Untuk alasan inilah Tuhan berfirman kepada Nabi Joseph Smith, “Apa yang Aku firmankan kepada yang seorang Aku firmankan kepada semuanya; berdoalah selalu jangan sampai si jahat itu menguasai kamu” (A&P 93:49).5

Ada kebutuhan besar di dunia masa kini untuk doa yang dapat menjaga kita tetap terhubung dengan Allah dan memelihara saluran komunikasi yang terbuka. Tidak seorang pun dari kita hendaknya menjadi sedemikian sibuknya dalam kehidupan kita sehingga kita tidak dapat merenung dengan doa. Doa adalah paspor menuju kekuatan rohani.6

Doa-doa kita hendaknya mencakup pernyataan syukur dan permohonan rendah hati agar Bapa Surgawi memberkati kita dan mereka yang ada di sekitar kita.

Mengenai apa kita hendaknya berdoa dalam doa-doa kita? Kita hendaknya menyatakan syukur yang penuh sukacita dan sungguh-sungguh bagi berkat-berkat yang lalu. Tuhan telah berfirman, “Dan kamu harus berterima kasih kepada Allah dalam Roh untuk berkat apa pun yang diberikan kepadamu” (A&P 46:32). Suatu roh yang menyenangkan dan meyakinkan datang ke atas kita sewaktu kita menyatakan syukur yang tulus kepada Bapa Surgawi untuk berkat-berkat kita—untuk Injil dan pengetahuan mengenainya dimana kita telah diberkati untuk menerimanya, untuk upaya dan pekerjaan orang tua serta orang lain demi kita, untuk keluarga dan teman-teman kita, untuk kesempatan, untuk pikiran dan tubuh serta kehidupan, untuk pengalaman yang baik dan membantu sepanjang kehidupan kita, untuk semua bantuan dan kebaikan hati serta doa-doa yang terjawab oleh Bapa.

Kita dapat berdoa bagi para pemimpin kita. Paulus menulis:

“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syukur, dan ucapan syukur untuk semua orang;

untuk raja-raja dan untuk semua pembesar” (1 Timotius 2:1–2).

Kita akan mengembangkan kesetiaan kepada negara dan kepada hukum yang mengatur kita jika kita berdoa demikian. Dan kita akan mengembangkan kasih dan iman kepada pimpinan Gereja kita, dan anak-anak kita akan menghormati mereka. Karena seseorang tidaklah dapat kritis terhadap pejabat Gereja jika doa-doa yang jujur dinaikkan bagi mereka. Merupakan sukacita bagi saya bahwa sepanjang hidup saya, saya telah mendukung para pemimpin saya, berdoa bagi kesejahteraan mereka. Dan dalam tahun-tahun terakhir, saya telah merasakan kuasa yang besar datang kepada saya karena doa-doa serupa dari para Orang Suci dinaikkan ke surga demi saya.

Pekerjaan misionaris yang mencakup segalanya hendaknya menjadi sasaran tetap dari doa-doa kita. Kita berdoa agar pintu bangsa-bangsa akan dibukakan untuk menerima Injil. Kita berdoa bagi kesempatan dan bimbingan untuk membagikan berita Injil yang agung kepada sesama. Ketika setiap anak berdoa sepanjang hidupnya bagi pekerjaan misionaris, dia akan menjadi misionaris yang baik.

… Kita berdoa untuk orang itu yang menurut kita adalah musuh, karena kita ingat nasihat yang indah dan penuh kekuatan dari Tuhan kita: “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Lukas 6:27–28). Dapatkah seseorang lama memiliki musuh jika dia berdoa bagi orang-orang di sekitarnya yang baginya dia memiliki perasaan tidak baik?

Kita berdoa untuk kebijaksanaan, untuk penilaian, untuk pemahaman. Kita berdoa untuk perlindungan di tempat-tempat berbahaya, untuk kekuatan di saat-saat godaan. Kita mengingat orang-orang terkasih dan teman-teman. Kita mengucapkan doa sesaat dalam perkataan atau pemikiran, bersuara atau dalam keheningan yang paling dalam. Kita selalu memiliki doa dalam hati kita agar kita berhasil dalam kegiatan harian kita. Dapatkah seseorang melakukan yang jahat jika doa-doa yang jujur ada di dalam hatinya dan di bibirnya?

Kita berdoa bagi pernikahan kita, anak-anak kita, tetangga kita, pekerjaan kita, keputusan kita, tugas gereja kita, kesaksian kita, perasaan kita, tujuan kita. Bahkan, kita mengambil nasihat besar Amulek dan kita berdoa untuk belas kasihan, kita berdoa mengenai sarana mata pencaharian kita, bagi isi rumah kita dan menentang kekuatan musuh-musuh kita; kita berdoa “melawan iblis, yang merupakan musuh segala kebenaran,” dan mengenai hasil ladang kita. Dan sewaktu kita tidak berseru kepada Tuhan, kita “biar[kan] hati [kita] menjadi penuh, [di]curahkan di dalam doa kepada-Nya terus-menerus demi kesejahteraan [kita] dan juga demi kesejahteraan orang-orang yang berada di sekeliling [kita]” (lihat Alma 34:18–27).7

Kita berdoa untuk pengampunan. Saya telah mewawancarai sejumlah calon misionaris. Terlalu sering saya mendapati mereka tidak berdoa, meskipun mereka memiliki kekeliruan-kekeliruan bodoh yang belum diampuni. “Mengapa Anda tidak berdoa,” saya telah bertanya “sewaktu Anda memiliki kewajiban besar untuk membayar kembali? Apakah Anda berpikir Anda dapat begitu saja mencoretnya dan mengangkat bahu Anda serta merasionalisasinya sebagai sesuatu yang biasa dilakukan? Apakah Anda malu untuk berlutut, malu akan Kristus? Apakah ada ketidakpercayaan kepada Allah? Apakah Anda tidak tahu Dia hidup dan mengasihi, mengampuni ketika pertobatan menghampiri? Apakah Anda tahu bahwa dosa tidak dapat dihapus, pelanggaran tidak dapat diampuni melalui pengelakan dan pelupaan semata?” …

Kita berdoa untuk segala sesuatu yang dibutuhkan dan berwibawa dan pantas. Saya mendengar seorang anak lelaki sekitar empat belas tahun dalam doa keluarga memohon kepada Tuhan untuk melindungi domba milik keluarga di atas bukit. Saat itu turun salju dan dingin membeku. Saya mendengar sebuah keluarga berdoa memohon hujan ketika ada kekeringan yang parah dan keadaan menimbulkan keputusasaan. Saya mendengar seorang gadis berdoa memohon bantuan dalam ujiannya yang diadakan hari itu.

Permohonan kita adalah juga bagi mereka yang sakit dan menderita. Tuhan akan mendengar doa-doa tulus kita. Dia mungkin tidak selalu menyembuhkan mereka, tetapi Dia dapat memberi mereka kedamaian atau keberanian atau kekuatan untuk menanggungnya. Kita tidak melupakan dalam doa-doa kita orang-orang yang membutuhkan berkat-berkat hampir lebih daripada yang tidak sempurna secara jasmani—orang-orang yang frustrasi dan bingung, yang digoda, yang berdosa, yang terganggu.

Doa-doa kita adalah bagi kesejahteraan anak-anak kita. Kadang-kadang sewaktu anak-anak tumbuh, datanglah dalam kehidupan mereka suatu sikap membangkang terlepas dari semua yang dapat kita katakan dan lakukan. Alma mendapati semua desakannya sia-sia bagi [putra]nya dan dia berdoa bagi[nya], dan doa-doanya adalah doa-doa yang penuh kekuatan. Kadang-kadang hanya itu yang tersisa yang dapat dilakukan oleh orang tua. Doa orang yang saleh amatlah besar kuasanya, kata tulisan suci, dan demikianlah halnya dalam kasus ini [lihat Yakobus 5:16; Mosia 27:14].8

Adalah suatu hak istimewa dan sukacita yang begitu besar untuk berdoa kepada Bapa kita di surga, berkat yang begitu besar bagi kita. Namun pengalaman kita tidaklah selesai setelah doa kita rampung. Amulek dengan benar mengajarkan, “Dan sekarang lihatlah, saudara-saudaraku, … setelah kamu [berdoa], jika kamu menyuruh pergi orang yang membutuhkan dan yang telanjang, dan tidak mengunjungi yang sakit dan yang sengsara, dan tidak membagikan hartamu, jika kamu mempunyainya, kepada orang yang memerlukannya—aku berkata kepadamu, jika kamu tidak melakukan hal-hal ini, lihatlah doa-doamu sia-sia dan tidak berguna apa-apa bagimu dan kamu sama seperti orang-orang munafik yang menyangkal kepercayaan” (Alma 34:28). Kita tidak pernah boleh lupa bahwa kita haruslah menjalankan Injil dengan kejujuran dan kesungguhan sewaktu kita berdoa.9

Dalam doa-doa pribadi kita dan tersembunyi, kita dapat bersekutu [berbicara] dengan Allah dan mempelajari kehendak-Nya.

Beberapa hal lebih baik jika didoakan secara tersembunyi, dimana waktu dan kerahasiaan tidak perlu dipertimbangkan. Doa dalam kesendirian adalah berharga dan berguna. Berdoa seorang diri membantu kita untuk menyingkirkan rasa malu atau kepura-puraan, atau tipu daya yang masih tertinggal; itu membantu kita membuka hati kita dan menjadi sepenuhnya jujur dan terhormat dalam menyatakan segala harapan dan sikap kita.

Saya sudah lama terkesan mengenai perlunya kesendirian dalam doa-doa pribadi kita. Juruselamat kadang-kadang merasa perlu untuk menyelinap pergi ke pegunungan atau padang untuk berdoa. Demikian pula, Rasul Paulus berpaling ke padang dan kesendiriannya setelah pemanggilannya yang hebat. Enos menemukan dirinya di tempat-tempat tersendiri untuk bersekutu dengan Allah. Joseph Smith menemukan kesendiriannya di hutan kecil dengan hanya burung dan pepohonan serta Allah untuk mendengarkan doanya. Amati beberapa kunci dalam kisahnya, “Maka sesuai dengan tekadku untuk menanyakan kepada Allah ini, aku pergi ke hutan untuk melakukan percobaan .… Saat itu adalah untuk pertama kalinya dalam hidupku bahwa aku melakukan percobaan semacam itu, sebab dalam segala kecemasanku sebelumnya, belum pernah aku mencoba untuk berdoa dengan bersuara seperti itu” (Joseph Smith 2:14; cetak miring ditambahkan).

Kita, juga, hendaknya mencari, jika mungkin, sebuah ruangan, sudut, lemari, tempat di mana kita dapat “pergi” untuk “berdoa dengan bersuara” secara tersembunyi. Kita ingat sering kali Tuhan meminta kita untuk berdoa dengan bersuara, “Dan lagi, Aku memerintahkan engkau agar engkau berdoa, baik dengan bersuara maupun di dalam hatimu; ya, baik di hadapan dunia maupun secara rahasia, di muka umum maupun secara tersembunyi” (A&P 19:28).10

Jika dalam saat-saat doa yang istimewa ini kita masih menahan diri dari Tuhan, itu mungkin berarti bahwa sebagian berkat pun akan ditahan dari kita. Lagi pula, kita berdoa sebagai pemohon di hadapan seorang Bapa Surgawi yang mahabijak, jadi mengapa kita perlu berpikir untuk menahan perasaan dan pemikiran yang berhubungan dengan kebutuhan kita dan berkat-berkat kita?11

Dalam doa-doa kita, tidak boleh ada yang dimuluk-mulukkan, tidak boleh ada kemunafikan, karena tidak bisa ada penipuan. Tuhan mengetahui keadaan kita yang sesungguhnya. Apakah kita memberi tahu Tuhan seberapa baiknya kita, atau seberapa lemahnya? Kita berdiri telanjang di hadapan-Nya. Apakah kita menaikkan permohonan kita dalam kesederhanaan, ketulusan, dan dengan “hati yang patah dan jiwa yang penuh sesal,” atau seperti orang Farisi yang menyombongkan dirinya sendiri mengenai betapa baiknya dia menganut hukum Musa? [lihat Eter 4:15; Lukas 18:11–12]. Apakah kita mempersembahkan beberapa perkataan yang hambar dan ungkapan-ungkapan usang, atau apakah kita berbicara secara intim dengan Tuhan sepanjang waktu yang dibutuhkan pada kesempatan itu? Apakah kita berdoa sekali waktu di saat kita seharusnya berdoa secara teratur, sering, terus-menerus?12

Doa merupakan suatu kesempatan istimewa—bukan saja untuk berbicara kepada Bapa kita di Surga, tetapi juga untuk menerima kasih dan ilham dari-Nya. Di akhir doa-doa kita, kita perlu melakukan upaya mendengarkan dengan sungguh-sungguh—bahkan untuk beberapa menit. Kita telah berdoa memohon nasihat dan bantuan. Kini kita harus “diam … dan [mengetahui] bahwa [Dia adalah] Allah” (Mazmur 46:11).13

Kita hendaknya meluangkan waktu setiap hari untuk doa keluarga.

Gereja mengimbau agar ada doa keluarga setiap malam dan setiap pagi. Ini adalah doa berlutut dengan semua atau sebanyak mungkin anggota keluarga yang hadir .… Semua anggota keluarga, termasuk yang kecil, hendaknya memiliki kesempatan untuk menyuarakan doa, bergantian, sebagaimana diarahkan oleh yang memimpin, yang biasanya adalah sang ayah yang memegang imamat, tetapi karena ketiadaan sang ibu, dan karena ketiadaan mereka, anak tertua yang hadir.14

Bapa kita di Surga telah memberi kita berkat doa untuk membantu kita berhasil dalam kegiatan-kegiatan mahapenting kita dalam rumah tangga dan kehidupan. Saya tahu bahwa jika kita berdoa dengan sepenuh hati dan dengan benar, perorangan dan sebagai keluarga, ketika kita bangun di pagi hari dan ketika kita beristirahat di malam hari, dan di sekeliling meja kita di saat makan, kita bukan saja akan bertambah akrab sebagai orang-orang yang saling mengasihi tetapi kita juga akan tumbuh secara rohani. Kita begitu membutuhkan bantuan Bapa Surgawi kita sewaktu kita berupaya mempelajari kebenaran Injil dan kemudian menjalankannya, dan sewaktu kita mencari bantuan-Nya dalam keputusan-keputusan kehidupan kita.15

Doa kelompok keluarga panjang dan sususannya hendaknya sesuai dengan kebutuhan. Doa dari … sebuah pasangan akan berbeda dengan yang diucapkan sebuah keluarga dengan anak-anak yang telah besar atau yang terdiri dari anak-anak kecil. Tentunya, hendaknya doa itu tidak panjang ketika melibatkan anak-anak kecil, atau mereka akan kehilangan minat dan lelah terhadap doa serta menjadi tidak menyukainya. Ketika anak-anak berdoa, jarang terjadi bahwa mereka akan berdoa panjang lebar. Doa Tuhan, yang diberikan sebagai contoh, hanyalah sekitar 30 detik dan tentunya orang dapat banyak berterima kasih dan memohon dalam satu atau dua atau tiga menit, meskipun tentunya ada saat-saat ketika mungkin pantas untuk bersekutu lebih lama.16

Ketika kita berlutut dalam doa keluarga, anak-anak kita di sisi kita di atas lutut mereka belajar kebiasaan yang akan mengikuti mereka sepanjang kehidupan mereka. Jika kita tidak meluangkan waktu untuk doa, yang sebenarnya kita ucapkan kepada anak-anak kita adalah, “Yah, itu sebenarnya tidak terlalu penting. Kita tidak perlu khawatir tentang itu. Jika kita bisa melakukannya dengan nyaman, kita akan lakukan doa kita, tetapi jika bel sekolah telah berbunyi dan bus sudah datang serta pekerjaan memanggil—yah, doa tidaklah terlalu penting dan kita akan lakukan itu ketika nyaman bagi kita.” Kecuali direncanakan, seolah tidak pernah ada saat yang nyaman.17

Tidak seorang ibu pun akan dengan ceroboh mengirimkan anak-anak kecilnya ke sekolah di pagi musim dingin tanpa pakaian hangat untuk melindungi terhadap salju dan hujan serta cuaca dingin. Tetapi ada sejumlah ayah dan ibu yang mengirim anak-anak mereka ke sekolah tanpa jubah perlindungan yang tersedia bagi mereka melalui doa—suatu perlindungan terhadap bahaya yang tidak terduga, orang-orang yang jahat, dan godaan-godaan mendasar.18

Di masa lampau, mengadakan doa keluarga sekali sehari mungkin tidak apa-apa. Tetapi di masa yang akan datang itu tidaklah akan cukup jika kita ingin menyelamatkan anak-anak kita.19

Dalam lingkaran keluarga kita, anak-anak kita akan belajar cara berbicara kepada Bapa Surgawi mereka melalui mendengarkan orang tua mereka. Mereka akan segera melihat betapa sepenuh hatinya dan jujurnya doa-doa kita. Jika doa-doa kita tergesa-gesa, bahkan cenderung merupakan ritus yang tidak dipikirkan, mereka pun akan melihat ini juga. Lebih baik jika kita melakukan dalam keluarga kita dan dalam kesendirian kita sebagaimana yang dimohonkan oleh Moroni, “Oleh karena itu, saudara-saudaraku yang kukasihi, berdoalah kepada Bapa dengan segala kekuatan hati” (Moroni 7:48).20

Dalam doa keluarga bahkan ada lebih dari pada permohonan dan doa syukur. Ini merupakan suatu langkah maju menuju persatuan keluarga dan solidaritas keluarga. Ini membangun kesadaran keluarga dan menegakkan semangat saling ketergantungan antaranggota keluarga. Di sinilah ada suatu momen dalam hari yang sibuk dengan suara radio dimatikan, lampu diredupkan, dan segenap pikiran serta hati tertuju kepada satu sama lainnya dan kepada yang tak terbatas; suatu momen ketika dunia ditinggalkan dan surga disertakan di dalam hati.21

Ketika kita berdoa dalam situasi kelompok, kita hendaknya berdoa secara pantas untuk kesempatan tersebut.

Sewaktu kita berkelompok dalam doa, baik itu di rumah, Gereja, situasi sosial atau umum, kita hendaknya mengingat maksud dari doa kita—untuk berkomunikasi dengan Bapa kita di Surga. Meskipun terasa sulit, saya menemukan ketika berdoa dengan orang lain bahwa adalah lebih baik bagi sikap kita untuk lebih khawatir mengenai berkomunikasi secara lembut dan jujur dengan Allah daripada khawatir mengenai apa yang akan dipikirkan para pendengar. Tentunya, situasi doa hendaknya dipertimbangkan, dan ini adalah salah satu alasan mengapa doa di depan umum, atau bahkan doa keluarga, tidak dapat menjadi keseluruhan dari tindakan doa kita.22

Doa di depan umum hendaknya selalu tepat dengan kesempatan tersebut. Doa dedikasi mungkin lebih panjang tetapi sebuah doa pembuka jauh lebih pendek. Doa itu hendaknya memohon hal-hal yang dibutuhkan untuk peritiwa khusus itu. Doa penutup bahkan dapat lebih singkat lagi— doa terima kasih dan penutup. Pengurapan dengan minyak merupakan bagian yang singkat dan spesifik dari sebuah tata cara dan hendaknya tidak tumpang tindih dengan pemeteraian yang mengikutinya dan yang dapat diperpanjang sebagaimana dirasa pantas dalam memanggil dari atas berkat-berkat bagi si penerima. Berkat atas makanan tidak perlu panjang, tetapi hendaknya menyatakan rasa syukur bagi dan berkat-berkat yang diucapkan atas makanan. Itu hendaknya tidak merupakan pengulangan dari doa keluarga yang baru saja diucapkan.23

Seberapa seringkah kita mendengar orang-orang yang fasih dalam doa-doa mereka bahkan sampai seolah menyampaikan sebuah khotbah yang utuh? Pendengarnya menjadi lelah dan pengaruhnya pun lenyap.24

Karena Bapa Surgawi mengenal dan mengasihi kita secara sempurna, kita dapat memercayai jawaban-Nya terhadap doa-doa kita.

Apakah doa merupakan komunikasi satu arah? Tidak! …

Mempelajari bahasa doa merupakan suatu pengalaman seumur hidup, yang penuh sukacita. Kadang gagasan-gagasan membanjiri benak kita sewaktu kita mendengarkan setelah doa-doa kita. Kadang perasaan-perasaan menekan diri kita. Suatu semangat ketenangan meyakinkan kita bahwa segalanya akan baik-baik saja. Tetapi selalu, jika kita telah jujur dan bersungguh-sungguh, kita akan mengalami perasaan yang baik—suatu perasaan kehangatan bagi Bapa kita di Surga dan suatu kesadaran akan kasih-Nya bagi kita. Sangatlah menyedihkan bagi saya bahwa beberapa dari kita belumlah belajar arti dari kehangatan yang tenang, yang rohani itu, karena itu adalah saksi bagi kita bahwa doa kita telah didengar. Dan karena Bapa kita di Surga mengasihi kita dengan lebih banyak kasih daripada yang kita miliki bahkan bagi diri kita sendiri, itu berarti bahwa kita dapat percaya kepada kebaikan-Nya, kita dapat percaya kepada-Nya; itu berarti bahwa jika kita terus berdoa dan hidup sebagaimana seharusnya, tangan Bapa kita akan menuntun dan memberkati kita.

Dan karenanya dalam doa-doa kita, kita berkata, “Jadilah kehendak-Mu”—dan bersungguh-sungguh menyatakannya. Kita tidak akan meminta nasihat kepada seorang pemimpin, kemudian mengabaikannya. Kita tidak boleh meminta berkat kepada Tuhan dan kemudian tidak memedulikan jawabannya. Karenanya, kita berdoa, “Jadilah kehendak-Mu, Oh Tuhan. Engkau tahu yang terbaik, Bapa yang baik. Aku akan menerima dan mengikuti arahan-Mu dengan senang hati.”25

Kita hendaknya berdoa dengan iman, tetapi dengan kesadaran bahwa ketika Tuhan menjawab itu mungkin bukanlah dengan jawaban yang kita harapkan atau hasratkan. Iman kita haruslah bahwa pilihan Allah bagi kita adalah benar.26

Setelah doa seumur hidup, saya tahu kasih dan kuasa dan kekuatan yang datang dari doa yang jujur dan sepenuh hati. Saya tahu kesiapan Bapa kita untuk membantu kita dalam pengalaman fana kita, untuk mengajar kita, untuk memimpin kita, untuk menuntun kita. Karenanya, dengan kasih yang besar, Juruselamat kita telah berfirman, “Apa yang Aku firmankan kepada yang seorang Aku firmankan kepada semuanya; berdoalah selalu” (A&P 93:49).

Jika kita mau melakukannya, kita akan mendapatkan bagi diri kita sendiri pengetahuan pribadi bahwa Bapa kita di Surga sungguh mendengar dan menjawab doa. Pengetahuan ini Dia inginkan dimiliki oleh kita masing-masing. Carilah itu, saudara-saudara yang terkasih. Carilah itu!27

Saran bagi Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkan gagasan-gagasan ini sewaktu Anda mempelajari bab ini atau sewaktu Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman v–x.

  • Bagaimana kehidupan Anda bisa berbeda jika Anda tidak berdoa? Renungkan alasan mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk berdoa (halaman 58–59).

  • Ulaslah halaman 59–63. Dengan cara apa kita terpengaruh ketika kita menyatakan syukur dalam doa, ketika kita berdoa bagi orang lain?

  • Ulaslah alinea kedua pada halaman 63. Mengapa doa-doa kita tidaklah lengkap jika kita tidak “menjalankan Injil sejujur dan sesungguh-sungguh seperti kita berdoa”?

  • Presiden Kimball berkata, “Doa dalam kesendirian adalah berharga dan berguna” (halaman 63). Apa yang dapat kita lakukan untuk meluangkan waktu untuk doa pribadi yang lebih berarti? Menurut Anda mengapa berdoa dengan bersuara, dalam doa pribadi kita, kadang kala dapat membantu? Mengapa mendengarkan merupakan bagian yang penting dari doa?

  • Di halaman 65–67 Presiden Kimball memberitahukan tentang berkat-berkat yang datang sebagai hasil dari doa keluarga. Pengalaman apa yang telah Anda peroleh dengan berkat-berkat ini? Apa yang dapat dilakukan keluarga untuk meluangkan waktu bagi doa keluarga setiap pagi dan setiap malam?

  • Presiden Kimball mengajarkan bahwa doa dalam situasi kelompok hendaknya pantas bagi kesempatan tersebut (halaman 68). Ketika kita diminta untuk mengucapkan doa seperti itu, apa tanggung jawab kita? Apa yang dapat kita pelajari dari contoh pemuda Selandia Baru dalam kisah di halaman (57–58)?

  • Bacalah alinea yang dimulai di bawah halaman 68. Bagaimana doa telah memengaruhi hubungan Anda dengan Bapa Surgawi?

Tulisan Suci Terkait: Mazmur 55:18; Matius 6:5–15; Yakobus 1:5–6; 2 Nefi 32:8–9; 3 Nefi 18:18–21

Catatan

  1. Dalam Conference Report, Oktober 1979, 5; atau Ensign, November 1979, 5.

  2. Caroline Eyring Miner dan Edward L. Kimball, Camilla: A Biography of Camilla Eyring Kimball (1980), 182–184.

  3. Faith Precedes the Miracle (1972), 200.

  4. “Prayer,” New Era, Maret 1978, 15, 17, 18.

  5. “Pray Always,” Ensign, Oktober 1981, 3.

  6. Dalam Conference Report, April 1979, 7; atau Ensign, Mei 1979, 6–7.

  7. Ensign, Oktober 1981, 4–5.

  8. Faith Precedes the Miracle, 205, 206.

  9. Ensign, Oktober 1981, 6.

  10. Ensign, Oktober 1981, 4.

  11. Dalam Conference Report, Oktober 1979, 5; atau Ensign, November 1979, 4.

  12. Faith Precedes the Miracle, 207.

  13. Ensign, Oktober 1981, 5.

  14. Faith Precedes the Miracle, 200–201.

  15. “Therefore I Was Taught,” Ensign, Januari 1982, 4.

  16. Faith Precedes the Miracle, 201.

  17. The Miracle of Forgiveness (1969), 253.

  18. Faith Precedes the Miracle, 207.

  19. Dikutip oleh James E. Faust, dalam Conference Report, Oktober 1990, 41; atau Ensign, November 1990, 33.

  20. Ensign, Oktober 1981, 4.

  21. “Family Prayer,” Children’s Friend, Januari 1946, 30.

  22. Ensign, Oktober 1981, 4.

  23. Faith Precedes the Miracle, 201.

  24. The Teachings of Spencer W. Kimball, diedit oleh Edward L. Kimball (1982), 119–120.

  25. Ensign, Oktober 1981, 5.

  26. Faith Precedes the Miracle, 207.

  27. Ensign, Oktober 1981, 6.