2015
Diuji dan Dicobai—Namun Dibantu
November 2015


Diuji dan Dicobai—Namun Dibantu

Kita dapat saling membantu sebagai anak-anak Bapa Surgawi dalam ujian dan pencobaan kita

Selama perjalanan kehidupan, kita diuji dan dicobai. Kita juga memiliki kesempatan untuk menjalankan hak pilihan dan untuk saling membantu. Kebenaran ini adalah bagian dari rencana menakjubkan dan sempurna Bapa Surgawi kita.

Presiden John Taylor mengajarkan, “Saya mendengar Nabi Joseph berkata, ketika berbicara kepada Dua Belas Rasul pada suatu kesempatan: ‘Anda akan menghadapi segala jenis ujian untuk dilalui. Dan adalah sama perlunya bagi Anda untuk diuji sebagaimana bagi Abraham dan para hamba Allah lainnya, dan (katanya) Allah akan mencari Anda, dan Dia akan mencengkeram Anda serta meremas segenap relung hati Anda.’”1

Setelah kita mencapai usia pertanggungjawaban, ujian dan pencobaan adalah universal. Terkadang itu dapat menjadi beban berat, namun itu juga memberi kita kekuatan dan pertumbuhan sewaktu kita dengan berhasil mengatasinya.

Untungnya, beban-beban ini tidak harus diemban sendirian. Alma mengajarkan, “Kamu berhasrat untuk datang ke dalam kawanan Allah, dan untuk disebut umat-Nya, dan bersedia untuk saling menanggung beban, agar itu boleh menjadi ringan.”2 Perkataan ini menunjukkan bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk saling membantu. Tanggung jawab itu dapat datang dari sebuah pemanggilan Gereja, penugasan, pertemanan, atau sebagai bagian dari tugas ilahi kita sebagai orangtua, pasangan, atau anggota keluarga—atau sekadar dari menjadi bagian dari keluarga Allah.

Saya akan mengilustrasikan empat cara beban kita diringankan sewaktu kita saling membantu.

1. Juruselamat berfirman, “Siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.”3 Sebagai contoh, kita diminta untuk menghadiri bait suci secara rutin, bilamana keadaan individu kita mengizinkan. Menghadiri bait suci memerlukan pengurbanan waktu dan sumber, terutama bagi mereka yang harus melakukan perjalanan dalam jarak jauh. Meskipun demikian, pengurbanan ini dapat dianggap bagian dari mil pertama.

Kita mulai menjalani mil kedua ketika kita memahami kata-kata “Temukan, bawa, dan ajarkan,”4 ketika kita mencari dan mempersiapkan nama-nama leluhur kita untuk tata cara bait suci, ketika kita membantu dalam pengindeksan, ketika kita melayani sebagai pekerja bait suci, dan ketika kita mencari cara-cara untuk membantu orang lain memiliki pengalaman bait suci yang bermakna.

Sewaktu saya melayani sebagai Tujuh Puluh Area, salah satu pasak dalam dewan koordinasi saya berperan serta dalam perjalanan besar bait suci. Bait suci yang para anggota hadiri kecil, dan sayangnya ada beberapa anggota yang, terlepas dari telah melakukan perjalanan panjang selama 12 jam, tidak dapat memasuki bait suci karena itu melampaui kapasitas harian.

Beberapa hari setelah perjalanan ini, saya mengunjungi pasak ini dan menanyakan kepada presiden itu apakah saya bisa berbicara dengan sejumlah anggota yang tidak dapat menghadiri bait suci hari itu. Salah satu brother yang saya temui mengatakan kepada saya: “Penatua, jangan khawatir. Saya berada di rumah Tuhan. Saya duduk di bangku di taman dan merenungkan dalam benak saya tata caranya. Kemudian saya diberi kesempatan untuk masuk, tetapi saya mempersilakan brother lainnya, yang telah datang ke bait suci untuk pertama kalinya untuk dimeteraikan kepada istrinya, untuk menggantikan tempat saya. Mereka selanjutnya berkesempatan untuk menghadiri dua sesi hari itu. Tuhan mengenal saya, dan Dia telah memberkati saya, dan kami baik-baik saja.”

2. Tersenyum. Tindakan kecil ini dapat membantu mereka yang kewalahan atau terbebani. Selama sesi imamat konferensi umum April lalu, saya duduk di mimbar sebagai salah satu dari lima Pembesar Umum yang baru dipanggil. Kami duduk di mana para sister dari presidensi organisasi pelengkap sekarang duduk. Saya merasa sangat kikuk dan terbebani dengan pemanggilan baru saya.

Ketika kami menyanyikan nyanyian pujian selingan, saya merasakan kesan yang kuat bahwa seseorang tengah mengawasi saya. Saya berkata dalam hati: “Ada lebih dari 20.000 orang dalam bangunan ini, dan kebanyakan dari mereka menghadap ke sini. Tentu saja, seseorang tengah mengawasimu.”

Sewaktu saya melanjutkan bernyanyi, saya sekali lagi merasakan kesan yang kuat itu bahwa seseorang tengah mengawasi saya. Saya melihat ke barisan di mana Dua Belas Rasul duduk dan melihat bahwa Presiden Russell M. Nelson berputar balik dari kursinya, memandang ke arah kami duduk. Saya menatap matanya, dan dia tersenyum lebar kepada saya. Senyuman itu mendatangkan kedamaian dalam hati saya yang terbebani.

Setelah Kebangkitan-Nya, Yesus Kristus mengunjungi domba-domba-Nya yang lain. Dia memanggil dan menahbiskan dua belas murid, dan dengan wewenang itu, mereka melayani orang-orang. Tuhan Yesus Kristus Sendiri berdiri di antara mereka. Tuhan meminta mereka untuk berlutut dan berdoa. Saya tidak yakin apakah dua belas murid yang baru dipanggil dan ditahbiskan itu terbebani dengan pemanggilan mereka, namun tulisan suci menyatakan, “Dan terjadilah bahwa Yesus memberkati mereka sewaktu mereka berdoa kepada-Nya; dan air muka-Nya tersenyum kepada mereka, dan terang air muka-Nya menyinari mereka.”5 Selama konferensi umum terakhir itu, sebuah senyuman meringankan beban saya dalam cara yang langsung dan luar biasa.

3. Mengungkapkan rasa iba kepada orang lain. Jika Anda pemegang imamat, mohon gunakan kuasa Anda mewakili anak-anak Allah, dengan memberikan berkat kepada mereka. Ungkapkan kata-kata pelipur lara dan penghiburan kepada orang-orang yang menderita atau mengalami penderitaan.

4. Batu penjuru dari rencana Allah adalah Pendamaian Tuhan Yesus Kristus. Setidaknya satu kali seminggu, kita hendaknya merenung sebagaimana yang Presiden Joseph F. Smith lakukan mengenai “kasih yang besar dan memukau yang dinyatakan oleh Bapa dan Putra dalam kedatangan Penebus ke dunia.”6 Mengundang orang lain untuk datang ke Gereja dan secara layak mengambil sakramen akan mengizinkan lebih banyak anak-anak Bapa Surgawi untuk merenungkan Pendamaian. Dan, jika kita tidak layak, kita dapat bertobat. Ingatlah bahwa Putra Yang Mahatinggi turun di bawah segala hal dan mengambil ke atas Diri-Nya ketersinggungan, dosa, pelanggaran, rasa sakit, penyakit, kesengsaraan, dan kesepian. Tulisan suci mengajarkan kepada kita bahwa Kristus “naik ke tempat yang tinggi, seperti juga Dia turun di bawah segala sesuatu, di mana Dia memahami segala sesuatu.”7

Tidak menjadi masalah apa pergumulan pribadi kita—baik itu penyakit atau kesepian panjang atau mengalami godaan dan ujian dari si musuh—Allah sang Gembala ada di sana. Dia memanggil kita dengan menyebut nama dan mengatakan, “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”8

Saya ingin merangkum empat poin itu:

Pertama—jalanilah mil yang kedua.

Kedua—tersenyumlah. Senyuman Anda akan membantu orang lain.

Ketiga—ungkapkan rasa iba.

Keempat—undanglah orang lain untuk datang ke Gereja.

Saya memberikan kesaksian saya tentang Juruselamat. Yesus adalah Kristus, Putra Allah yang hidup, dan Dia hidup. Saya tahu bahwa Dia mendukung, dengan segenap daya dan kekuatan-Nya, rencana Bapa. Saya tahu bahwa Presiden Thomas S. Monson adalah Nabi yang hidup. Dia memegang semua kunci untuk dengan berhasil melaksanakan pekerjaan Allah di bumi. Saya tahu bahwa kita dapat saling membantu sebagai anak-anak Bapa Surgawi dalam ujian dan pencobaan kita. Dalam nama Yesus Kristus, amin.