Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 35: Penebusan bagi Orang yang Telah Meninggal


Bab 35

Penebusan bagi Orang yang Telah Meninggal

“Yehova yang Agung … mengetahui keadaan baik orang yang hidup maupun yang telah meninggal, dan telah membuat banyak ketentuan bagi penebusan mereka.”

Dari Kehidupan Joseph Smith

Pada awal pelayanan Nabi Joseph Smith, dia mengalami suatu pengalaman yang akan membantu mempersiapkan dirinya untuk waktu ketika ajaran keselamatan bagi mereka yang telah meninggal akan diungkapkan. Pada bulan November 1823, Alvin Smith, anak tertua Lucy Mack Smith dan Joseph Smith Sr., mendadak terserang sakit parah dan terbaring mendekati ajal. Alvin berusia 25 tahun, seorang pemuda yang kuat dan mampu, yang kerja kerasnya memberi banyak sumbangsih bagi kestabilan keuangan keluarga. Ibunya menggambarkan dia sebagai “seorang anak muda yang memiliki watak baik yang unik,” yang “keluhuran dan kemurahan hatinya” memberkati mereka di sekitarnya “setiap jam keberadaannya.”1

Mengetahui bahwa dia sedang sekarat, Alvin memanggil adikadiknya dan berbicara kepada mereka masing-masing. Kepada Joseph, yang hampir berusia 18 tahun dan belum menerima lemping-lemping emas, Alvin berkata, “Saya ingin kamu menjadi seorang anak yang baik dan melakukan segala sesuatu dalam batas kemampuanmu untuk mendapatkan catatan-catatan tersebut. Setialah dalam menerima petunjuk dan menaati setiap perintah yang diberikan kepadamu. Kakakmu Alvin sekarang harus meninggalkanmu, tetapi ingatlah teladan yang telah dia berikan kepadamu, serta jadilah teladan bagi anak-anak yang lebih muda darimu.”2

Ketika Alvin meninggal, keluarga itu meminta seorang pendeta Presbitarian di Palmyra, New York, untuk memimpin pada saat upacara pemakamannya. Karena Alvin bukanlah anggota dari jemaat pendeta tersebut, rohaniwan itu menyatakan dalam khotbahnya bahwa Alvin tidak dapat diselamatkan. William Smith, adik Joseph, mengenang: “[Pendeta itu] … menandaskan dengan amat kuat bahwa [Alvin] telah pergi ke neraka, karena Alvin bukan anggota Gereja, tetapi dia adalah pemuda yang baik dan ayah saya tidak menyukai ucapan itu.”3

Pada bulan Januari 1836, bertahun-tahun setelah kematian Alvin, Joseph Smith menerima sebuah penglihatan mengenai kerajaan selestial, dan dia melihat bahwa Alvin, seperti juga ibu dan ayahnya, kelak akan mewarisi kerajaan itu. Joseph “terheranheran bagaimana [Alvin] mendapat suatu warisan dalam kerajaan itu, mengingat bahwa dia telah meninggalkan kehidupan ini sebelum Tuhan memulai tugas-Nya untuk mengumpulkan Israel untuk waktu yang kedua kalinya dan belum dibaptiskan untuk pengampunan dosa” (Joseph Smith—Penglihatan mengenai Kerajaan Selestial:6). Suara Tuhan kemudian datang kepada Joseph, memfirmankan:

“Semua orang yang telah mati tanpa sebuah pengetahuan mengenai Injil ini, yang mau menerimanya seandainya mereka dibiarkan tinggal, akan menjadi ahli waris kerajaan selestial Allah; Juga semua orang yang akan mati sesudah ini tanpa sebuah pengetahuan pun mengenai hal itu, yang mau menerimanya dengan sepenuh hati mereka, akan menjadi ahli waris kerajaan; Karena Aku, Tuhan, akan menghakimi semua orang sesuai dengan pekerjaan mereka, sesuai dengan keinginan hati mereka” (Joseph Smith—Penglihatan mengenai Kerajaan Selestial:7–9).

Pada tanggal 15 Agustus 1840, Nabi Joseph Smith berkhotbah pada sebuah upacara pemakaman di Nauvoo dan, untuk pertama kalinya di depan umum, mengajarkan ajaran keselamatan bagi mereka yang telah meninggal. Menurut Simon Baker, yang hadir, Nabi mulai dengan bersaksi bahwa “Injil Yesus Kristus membawa kabar gembira mengenai sukacita yang besar.” Dia membacakan sebagian besar dari 1 Korintus 15 dan menjelaskan bahwa “para Rasul sedang berbicara kepada suatu umat yang mengerti mengenai pembaptisan bagi orang yang telah meninggal, karena hal itu dipraktikkan di antara mereka.” Dia kemudian memaklumkan bahwa “orang sekarang dapat bertindak bagi teman-teman mereka yang telah meninggalkan kehidupan ini, dan bahwa rencana keselamatan diperhitungkan untuk menyelamatkan semua orang yang bersedia mematuhi persyaratan hukum Allah.”4

Satu bulan setelah amanat upacara pemakaman itu, Nabi mengunjungi ayahnya, yang sedang sakit parah dan mendekati ajal. Nabi membahas dengan ayahnya ajaran mengenai pembaptisan bagi orang yang telah meninggal, dan pikiran Bapa Smith segera tertuju kepada putra tercintanya Alvin. Bapa Smith meminta agar pekerjaan dilakukan bagi Alvin “segera.” Hanya beberapa menit sebelum dia meninggal, dia memaklumkan bahwa dia melihat Alvin.5 Menjelang akhir tahun 1840, keluarga Smith bersukacita ketika Hyrum menerima tata cara pembaptisan bagi kakaknya, Alvin.

Ajaran-Ajaran Joseph Smith

Allah mengasihi semua anak-Nya dan akan menghakimi semua orang menurut hukum yang telah mereka terima.

“Rancangan besar Allah sehubungan dengan keselamatan umat manusia, amat sedikit dimengerti oleh angkatan yang mengaku bijak dan cerdas yang di tengahnya kita tinggal. Beragam dan bertentanganlah pendapat manusia mengenai rencana keselamatan, [persyaratan-persyaratan] dari Yang Mahakuasa, persiapan yang diperlukan bagi surga, keadaan dan kondisi roh mereka yang telah meninggal, serta kebahagiaan atau kesengsaraan yang merupakan konsekuensi bagi perbuatan kesalehan dan kedurhakaan menurut beberapa dugaan mereka akan kebajikan dan kejahatan ….

… Sementara sebagian dari umat manusia menghakimi dan menghukum yang lainnya tanpa belas kasihan, Orang Tua Agung alam semesta memandang seluruh umat manusia dengan perhatian kebapaan dan perasaan orang tua; Dia memandang mereka sebagai keturunan-Nya, dan tanpa perasaan kerdil yang memengaruhi anak-anak manusia itu, menyebabkan ‘[terbitnya] matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar’ [Matius 5:45]. Dia memegang tali kendali penghakiman di tangannya; Dia adalah Pemberi hukum yang bijak, dan akan menghakimi semua orang, bukan menurut dugaan manusia yang kerdil dan sempit, melainkan, ‘menurut perbuatan yang dilakukan dalam tubuh apakah perbuatan itu baik atau jahat,’ atau apakah perbuatan itu dilakukan di Inggris, Amerika, Spanyol, Turki, atau India. Dia akan menghakimi mereka, ‘bukan menurut apa yang tidak mereka miliki, melainkan menurut apa yang mereka miliki’; mereka yang telah hidup tanpa hukum, akan dihakimi tanpa hukum, dan mereka yang memiliki hukum, akan dihakimi berdasarkan hukum itu. Kita tidak perlu meragukan kebijaksanaan dan kecerdasan Yehova Agung; Dia akan memberikan penghakiman atau belas kasihan kepada semua bangsa menurut amal ibadat mereka, cara mereka mendapatkan kecerdasan, hukum yang dengannya mereka diatur, sarana yang disediakan bagi mereka untuk mendapatkan keterangan yang tepat, dan rancangan-Nya yang tak terpahamkan sehubungan dengan umat manusia; dan ketika rancangan Allah akan dinyatakan, dan tabir masa depan disingkapkan, kita semua pada akhirnya harus mengakui bahwa Hakim seluruh bumi telah melakukan apa yang benar [lihat Kejadian 18:25].”6

“Allah menghakimi manusia menurut penggunaan mereka akan terang yang Dia berikan kepada mereka.”7

“Manusia akan bertanggung jawab atas hal-hal yang mereka miliki dan bukan atas hal-hal yang tidak mereka miliki .… Semua terang dan kecerdasan yang dikomunikasikan kepada mereka dari pencipta mereka yang dermawan, baik banyak maupun sedikit, melalui mana mereka akan dihakimi dalam keadilan, dan … mereka dituntut untuk memperlihatkan kepatuhan serta meningkatkan diri dengan apa dan hanya apa yang diberikan, karena manusia harus hidup bukan saja dari roti melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”8

Juruselamat, Yesus Kristus, menawarkan kesempatan bagi pengampunan dan pembebasan bagi baik mereka yang hidup maupun yang telah meninggal.

“Keadaan bangsa-bangsa Kristiani setelah kematian, merupakan suatu topik yang telah mengundang segala kebijaksanaan dan bakat para ahli filsafat dan mereka yang agamais; dan itu merupakan suatu pendapat yang secara umum diterima, bahwa nasib manusia itu ditetapkan tak terelakkan pada saat kematiannya, dan bahwa dia dibuat apakah bahagia secara kekal, atau sengsara secara kekal; dan jika seseorang mati tanpa suatu pengetahuan mengenai Allah, dia haruslah dihukum secara kekal, tanpa kelonggaran akan hukumannya, pengurangan rasa sakitnya, atau harapan yang paling tersembunyi sekalipun akan suatu pembebasan sementara zaman-zaman yang tanpa akhir akan terus bergulir. Betapa pun ortodoksnya asas ini mungkin adanya, kita akan menemukan bahwa itu berbeda dengan kesaksian Tulisan Suci, karena Juruselamat kita berfirman, bahwa segala jenis dosa dan penghujatan akan diampuni bagi manusia yang dengannya mereka menghujat; tetapi penghujatan terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni, tidak dalam dunia ini, juga tidak dalam dunia yang akan datang, secara nyata memperlihatkan bahwa ada dosa yang bisa diampuni di dunia yang akan datang, meskipun demikian dosa penghujatan [terhadap Roh Kudus] tidak dapat diampuni [lihat Matius 12:31–32; Markus 3:28–29].

Petrus, juga, dalam berbicara mengenai Juruselamat kita, berkata, bahwa ‘Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah,’ (1 Petrus 3:19, 20). Di sini kita memiliki catatan mengenai Juruselamat kita berkhotbah kepada para roh dalam penjara, kepada roh-roh yang telah dipenjarakan sejak zaman Nuh, dan apa yang dikhotbahkan-Nya kepada mereka? Bahwa mereka harus tinggal di sana? Tentunya bukan! Biarlah pernyataan-Nya sendiri bersaksi. ‘Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas’ (Lukas 4:18). Yesaya menyatakannya—‘untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orangorang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara’ (Yesaya 42:7). Dari ini amatlah jelas bahwa Dia bukan saja pergi untuk berkhotbah kepada mereka, tetapi untuk membebaskan, atau membawa mereka keluar dari rumah penjara .…

Yehova yang Agung merenungkan segala peristiwa yang berhubungan dengan bumi, berkaitan dengan rencana keselamatan, sebelum itu digulirkan dalam keberadaannya, atau sebelum ‘bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama’ karena sukacita [Ayub 38:7]; masa lalu, masa kini, dan masa depan dahulu dan sekarang berada bersama-Nya, satu ‘sekarang’ yang kekal; Dia tahu mengenai kejatuhan Adam, kejahatan kaum antediluva [mereka yang hidup sebelum Air Bah], akan dalamnya kejahatan yang akan dikaitkan dengan umat manusia, kelemahan dan kekuatan mereka, kekuatan dan kemuliaan mereka, kemurtadan, tindakan kriminal mereka, kesalehan serta kejahatan mereka; Dia memahami kejatuhan manusia, dan penebusannya; Dia mengetahui rencana keselamatan dan menunjukkannya; Dia mengenal keadaan semua bangsa dan dengan nasib mereka; Dia memerintah segala sesuatu menurut nasihat dari kehendak-Nya Sendiri; Dia mengetahui keadaan baik yang hidup maupun yang meninggal, dan telah membuat banyak ketentuan bagi penebusan mereka, menurut beragam keadaan mereka, dan hukum-hukum kerajaan Allah, baik di dunia ini, maupun di dunia yang akan datang.”9

Allah adil dan berbelaskasihan secara sempurna kepada semua orang, mereka yang hidup dan yang telah meninggal.

“Gagasan yang dibentuk oleh sebagian orang mengenai keadilan, penghakiman, dan belas kasihan Allah, adalah terlalu bodoh untuk dipikirkan oleh seseorang yang cerdas: misalnya, adalah umum bagi para pengkhotbah kita yang ortodoks untuk mengira bahwa jika seseorang bukanlah apa yang mereka sebut dipertobatkan, jika dia meninggal dalam keadaan itu dia haruslah tinggal secara kekal dalam neraka tanpa harapan sedikit pun. Tahun-tahun tanpa batas dalam siksaan haruslah dilaluinya, dan tidak pernah, tidak pernah, tidak pernah ada akhirnya; namun kesengsaraan kekal ini sering kali dibebankan pada keadaan kebetulan yang sepele. Putusnya tali sepatu, terkoyaknya jubah seseorang yang memimpin kebaktian, atau lokasi terpencil di mana seseorang bertempat tinggal, bisa menjadi sarana, secara tidak langsung, dari kutukan terhadap dirinya, atau penyebab dari tidak diselamatkannya dia.

Saya akan mengandaikan sebuah kasus yang tidak luar biasa: Dua orang, yang sama jahatnya, yang telah melalaikan agama, keduanya terserang penyakit pada waktu yang sama; yang satu memiliki keberuntungan karena dikunjungi oleh seseorang yang berdoa, dan dia dipertobatkan dalam beberapa menit sebelum dia meninggal; yang lainnya meminta dipanggilkan tiga orang pendoa yang berbeda, yaitu seorang penjahit, pembuat sepatu, dan perajin kaleng; si perajin kaleng harus menyolder gagang sebuah panci, si penjahit harus memasang lubang kancing pada sebuah jas yang diperlukannya segera, dan si pembuat sepatu harus menambal sepatu bot seseorang; tidak seorang pun dapat tiba pada waktunya, orang itu meninggal, dan pergi ke neraka: satu di antara mereka dipermuliakan di pelukan Abraham, dia duduk di hadirat Allah dan menikmati kebahagiaan yang kekal serta tidak terputuskan, sementara yang lain, setara baiknya dengan dia, terbenam dalam kutukan kekal, kesengsaraan yang tidak tergantikan dan keputusasaan yang tanpa harapan, karena seseorang harus membetulkan sepatu bot, membuat lubang kancing untuk sebuah jas, atau menyolder gagang sebuah panci.

Rencana-rencana Yehova tidaklah sedemikian tidak adilnya, pernyataan-pernyataan tulisan suci sedemikian [rancunya], atau rencana keselamatan umat manusia begitu tidak sebandingnya dengan akal sehat; pada keadaan seperti itu Allah akan mengerutkan dahi dengan berang, para malaikat akan menyembunyikan kepala mereka dengan rasa malu, dan setiap orang yang bajik, yang cerdas akan berkecut hati.

Jika hukum manusia memberikan kepada setiap orang pahalanya, dan menghukum semua pelanggar menurut beberapa tindakan kriminal mereka, tentunya Tuhan tidak akan lebih keji daripada manusia, karena Dia adalah seorang pemberi hukum yang bijak, dan hukum-Nya adalah lebih wajar, peraturan-peraturan-Nya lebih adil, dan keputusan-keputusan-Nya lebih sempurna daripada yang dibuat manusia; dan sebagaimana manusia menghakimi sesamanya manusia menurut hukum, serta menghukum dia sesuai dengan penalti hukum, begitu pula Allah surga menghakimi ‘menurut perbuatan yang telah dilakukan sewaktu berbadan fana’ [lihat Alma 5:15]. Mengatakan bahwa orang-orang kafir akan dihukum karena mereka tidak memercayai Injil adalah tidak masuk akal, dan untuk mengatakan bahwa bangsa Yahudi semuanya akan dikutuk karena tidak percaya kepada Yesus juga sama keterlaluannya; karena ‘bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar mengenai Dia. Bagaimana mereka mendengar mengenai Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?’ [lihat Roma 10:14–15]; karenanya baik orang Israel maupun orang kafir tidak dapat bersalah karena menolak pendapat sekte-sekte yang bertentangan, juga tidak karena menolak kesaksian mana pun kecuali yang diutus oleh Allah, karena sebagaimana pengkhotbah tidak dapat berkhotbah kecuali dia diutus, demikian pula pendengar tidak dapat percaya [kecuali] dia mendengar seorang pengkhotbah ‘yang diutus,’ dan tidak dapat dihukum karena sesuatu yang belum didengarnya, dan karena berada tanpa hukum, haruslah dihakimi tanpa hukum.”10

Adalah tugas dan hak istimewa kita untuk dibaptiskan dan ditetapkan bagi mereka yang telah meninggal tanpa Injil.

“Sewaktu berbicara mengenai berkat-berkat yang berkaitan dengan Injil, dan konsekuensi yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap persyaratan-persyaratan, kita sering kali ditanyai, apa yang terjadi dengan para leluhur kita? Akankah mereka dihukum karena tidak mematuhi Injil, sewaktu mereka tidak pernah mendengarnya? Tentunya tidak. Tetapi mereka akan memiliki hak istimewa yang sama yang kita nikmati di sini, melalui perantaraan imamat yang abadi, yang bukan saja melayani di bumi, tetapi juga di surga, dan masa-masa kelegaan bijak dari Yehova Agung. Karenanya orang-orang yang dirujuk oleh Yesaya [lihat Yesaya 24:21–22] akan dikunjungi oleh Imamat, dan keluar dari penjara mereka melalui asas-asas yang sama dengan mereka yang tidak patuh di zaman Nuh yang dikunjungi oleh Juruselamat kita [yang memiliki Imamat Melkisedek yang abadi] dan mendapatkan Injil yang dikhotbahkan kepada mereka, oleh Dia dalam penjara. Dan agar mereka boleh memenuhi semua [persyaratan] Allah, teman-teman yang hidup dibaptiskan bagi teman-teman mereka yang telah meninggal, dan dengan demikian memenuhi persyaratan Allah, yang mengatakan, ‘Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah’ [Yohanes 3:5]. Mereka dibaptiskan tentunya, bukan bagi diri mereka sendiri, namun bagi orang-orang mereka yang telah meninggal. Paulus, dalam berbicara mengenai ajaran ini, mengatakan, ‘Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orangorang yang dibaptiskan bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?’ (1 Korintus 15:29) .…

Dan sekarang sewaktu tujuan-tujuan besar Allah bergegas menuju penyelesaiannya, dan hal-hal yang dibicarakan dalam tulisan para Nabi sedang digenapi, sewaktu kerajaan Allah ditegakkan di bumi, dan tata tertib kuno segala sesuatu dipulihkan, Tuhan telah menyatakan kepada kita tugas dan hak istimewa ini, dan kita diperintahkan untuk dibaptiskan bagi orang-orang kita yang telah meninggal, dengan demikian menggenapi perkataan Obaja, ketika berbicara mengenai kemuliaan zaman akhir: ‘Penyelamat-penyelamat akan naik ke atas Gunung Sion untuk menghukumkan [sisa keturunan] Esau: maka Tuhanlah yang akan empunya kerajaan itu’ [lihat Obaja 1:21]. Sebuah pandangan akan hal-hal ini merekonsiliasi Tulisan Suci kebenaran, membenarkan cara-cara Allah kepada manusia, menempatkan umat manusia di atas suatu pijakan yang setara, dan berharmonisasi dengan setiap asas kesalehan, keadilan, serta kebenaran. Kita akan mengakhiri dengan perkataan Petrus: ‘Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah.’ ‘Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah’ [1 Petrus 4:3, 6].”11

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.

  • Ulaslah halaman 467–469, menyimak bagaimana ajaran keselamatan bagi orang yang telah meninggal memengaruhi Joseph Smith dan keluarganya. Dampak apa yang dimiliki ajaran ini bagi Anda dan keluarga Anda?

  • Di halaman 469–473, ulaslah ajaran Nabi Joseph mengenai Allah Bapa dan Yesus Kristus. Dengan cara apa ajaran ini memengaruhi pikiran dan perasaan Anda mengenai Bapa kita di Surga dan Juruselamat? Dengan cara apa ajaran ini berhubungan dengan keselamatan orang yang telah meninggal?

  • Bacalah ajaran Nabi di halaman 469–470 dan 473–475. Bagaimana Allah menghakimi anak-anak-Nya?

  • Joseph Smith mengatakan bahwa pembaptisan bagi orang yang telah meninggal merupakan “tugas dan hak istimewa” (hlm. 476). Dengan cara apa pekerjaan ini merupakan suatu tugas? Pengalaman apa yang telah Anda miliki di mana Anda telah merasakan bahwa itu adalah suatu hak istimewa? Apa yang dapat Anda lakukan untuk memajukan pekerjaan Tuhan bagi mereka yang telah meninggal? Bagaimana orang tua dapat membantu anak-anak mereka berperan serta dalam pekerjaan ini?

  • Bagaimana ajaran keselamatan bagi orang yang telah meninggal memperlihatkan keadilan Allah? Bagaimana itu memperlihatkan belas kasihan-Nya? Setelah membaca bab ini, bagaimana Anda akan menjelaskan ajaran ini kepada seseorang dari kepercayaan yang lain?

Tulisan Suci Terkait: Yesaya 49:8–9; 61:1–3; Yohanes 5:25; Joseph F. Smith—Penglihatan mengenai Penebusan Orang yang Telah Mati:11–37

Catatan

  1. Lucy Mack Smith, “The History of Lucy Smith, Mother of the Prophet,” 1844–1845 manuscript, buku 4, hlm. 5–6, Arsip Gereja, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Salt Lake City, Utah.

  2. Alvin Smith, dikutip dalam Lucy Mack Smith, “The History of Lucy Smith, Mother of the Prophet,” 1844–1845 manuscript, buku 4, hlm. 4, Arsip Gereja.

  3. William Smith, wawancara oleh E. C. Briggs dan J. W. Peterson, Oktober atau November 1893, awalnya diterbitkan dalam Zion’s Ensign (terbitan berkala yang diterbitkan oleh Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir yang Diorganisasi, sekarang disebut Community of Christ [Komunitas Kristus]); dicetak kembali dalam Deseret Evening News, 20 Januari 1894, hlm. 2.

  4. Simon Baker, melaporkan ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 15 Agustus 1840, di Nauvoo, Illinois; dalam Journal History of The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, 15 Agustus 1840. Lihat juga History of the Church, 4:231.

  5. Joseph Smith Sr., dikutip dalam Lucy Mack Smith, “The History of Lucy Smith, Mother of the Prophet,” 1845 manuscript, hlm. 296, 301, Arsip Gereja.

  6. History of the Church, 4:595–596; tanda baca dimodernkan; dari “Baptism for the Dead,” sebuah tajuk rencana yang diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 April 1842, hlm. 759; Joseph Smith adalah redaktur dari terbitan berkala tersebut.

  7. History of the Church, 5:401; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 21 Mei 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards.

  8. Surat dari Joseph Smith kepada pamannya, Silas Smith, 26 September 1833, Kirtland, Ohio; dalam Lucy Mack Smith, “The History of Lucy Smith, Mother of the Prophet,” 1845 manuscript, hlm. 228–229, Arsip Gereja.

  9. History of the Church, 4:596–597; rangkaian pertama kata-kata dalam tanda kurung sesuai aslinya; ejaan dan tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah; dari “Baptism for the Dead,” sebuah tajuk rencana yang diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 April 1842, hlm. 759–760; Joseph Smith adalah redaktur dari terbitan berkala tersebut. Sebuah wahyu yang diterima oleh Presiden Joseph F. Smith pada bulan Oktober 1918 menjelaskan bahwa sementara Juruselamat berada di dunia roh, Dia mengunjungi roh-roh yang saleh dan menunjuk utusan-utusan untuk pergi kepada roh-roh yang jahat dengan pesan Injil (lihat Joseph F. Smith— Penglihatan mengenai Penebusan Orang yang telah Mati:18–23, 28–32).

  10. History of the Church, 4:597–598; tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah; dari “Baptism for the Dead,” sebuah tajuk rencana yang diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 April 1842, hlm. 760; Joseph Smith adalah redaktur dari terbitan berkala itu.

  11. History of the Church, 4:598–599; rangkaian kedua kata-kata dalam tanda kurung sesuai aslinya; ejaan dan tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah; dari “Baptism for the Dead,” sebuah tajuk rencana yang diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 April 1842, hlm. 760–761; Joseph Smith adalah redaktur dari terbitan berkala tersebut.

Gambar
Provo Temple

“Sewaktu kerajaan Allah ditegakkan di bumi, dan tata tertib kuno segala sesuatu dipulihkan, Tuhan telah menyatakan kepada kita tugas dan hak istimewa ini, dan kita diperintahkan untuk dibaptiskan bagi orang-orang kita yang telah meninggal.”

Gambar
Savior with righteous spirits

Dalam dunia roh, Juruselamat mengorganisasi para roh yang saleh “memerintahkan mereka untuk maju dan membawa terang Injil kepada mereka yang berada dalam kegelapan” (Joseph F. Smith—Penglihatan mengenai Penebusan Orang yang telah Mati:30).