Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 19: Berdiri Teguh Melalui Badai Kehidupan


Bab 19

Berdiri Teguh Melalui Badai Kehidupan

“Berdirilah teguh, wahai para Orang Suci Allah, bertahanlah sedikit lebih lama, dan badai kehidupan akan berlalu, dan Anda akan diberi pahala oleh Allah itu yang hamba-Nya adalah Anda.”

Dari Kehidupan Joseph Smith

Pada malam tanggal 24 Maret 1832, Joseph Smith telah terjaga hingga larut merawat putranya yang berusia 11 bulan, Joseph, yang sedang sakit campak. Keluarga Smith ketika itu tinggal di rumah John Johnson di Hiram, Ohio. Nabi akhirnya tertidur di atas balai ketika gerombolan perusuh yang terdiri dari selusin pria atau lebih yang mabuk karena minuman beralkohol whiskey melabrak ke dalam rumah. Nabi kemudian menjabarkan peristiwa pada malam yang mengerikan itu:

“Gerombolan perusuh itu mendobrak pintu dan mengelilingi tempat tidur itu dalam sekejap, dan … yang pertama-tama saya ketahui saya digiring keluar rumah dalam tangan-tangan gerombolan yang sedang geram. Saya melakukan pergumulan kuat, ketika saya dipaksa keluar, untuk membebaskan diri saya sendiri, tetapi hanya berhasil melepaskan satu kaki, yang saya gunakan untuk menyerang ke arah satu orang, dan dia terjatuh di tangga pintu. Saya segera dikuasai kembali; dan mereka bersumpah … mereka akan membunuh saya jika saya tidak diam, yang akhirnya menghentikan saya ….

Mereka kemudian mencengkeram leher saya dan terus mencekik hingga saya kehilangan nafas. Setelah saya sadar kembali, sewaktu mereka berlalu bersama saya, kira-kira 30 galah dari rumah, saya melihat Penatua Rigdon terkapar di tanah, ke mana mereka telah menyeretnya pada tumitnya. Saya mengira dia mati. Saya mulai memohon kepada mereka, mengatakan, ‘Kalian akan berbelas kasihan dan tidak mengambil nyawa saya, saya harap.’ Yang mereka jawab, ‘… Panggilah Allahmu untuk meminta bantuan, kami tidak akan berbelas kasihan kepadamu.’”

Setelah sedikit pembahasan, gerombolan perusuh itu “memutuskan untuk tidak membunuh saya,” Nabi bertutur, “tetapi untuk memukuli dan mencakari saya habis-habisan, merobek kemeja dan celana saya, dan meninggalkan saya telanjang …. Mereka berlari kembali dan mengambil ember aspal, kemudian seorang berseru, dengan bersumpah, ‘Mari kita aspali mulutnya,’ dan mereka berupaya untuk mendorong sendok aspal itu ke dalam mulut saya; saya memutar kepala saya, sehingga mereka tidak bisa melakukannya; dan mereka berseru, ‘…. Angkatlah kepalamu dan biar kami berikan kamu sedikit aspal.’ Mereka kemudian berusaha untuk memaksakan botol kecil ke dalam mulut saya, dan memecahkannya dengan gigi saya. Semua pakaian saya dirobek dari tubuh saya kecuali bagian leher kemeja saya; dan satu orang menjatuhkan dirinya ke atas tubuh saya dan mencakari tubuh saya dengan kuku-kukunya bagaikan kucing mengamuk ….

Mereka kemudian meninggalkan saya, dan saya berusaha untuk bangun, tetapi terjatuh kembali; saya menarik aspal itu dari bibir saya, sehingga saya dapat bernafas dengan lebih bebas, dan tak lama kemudian saya mulai pulih kembali, dan mengangkat diri saya, saat mana saya melihat dua lampu. Saya berusaha mendekati satu di antaranya, dan mendapati bahwa itu lampu Bapak Johnson. Ketika saya tiba di pintu … aspal itu membuat saya tampak seolah saya berlumuran darah, dan ketika istri saya melihat saya dia mengira saya telah diremukkan menjadi serpihan, dan jatuh pingsan ….

Teman-teman saya menghabiskan malam itu dengan mengerik dan melepaskan aspal itu, serta mencuci dan membersihkan tubuh saya; sehingga pada pagi hari saya siap untuk berpakaian kembali.”

Bahkan setelah derita ini, Nabi berdiri teguh dalam melaksanakan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Hari berikutnya adalah Sabat. “Orang-orang berkumpul untuk pertemuan pada waktu ibadat biasa,” Nabi mencatat, “dan di antara mereka datang pula anggota gerombolan perusuh itu …. Dengan daging saya penuh barut dan luka, saya berkhotbah kepada jemaat seperti biasanya, dan pada siang hari yang sama membaptiskan tiga orang.”1 Putra Joseph dan Emma, Joseph, meninggal lima hari setelah serangan gerombolan perusuh itu karena terkena udara malam yang dingin sewaktu menderita sakit campak.

Wilford Woodruff, Presiden keempat Gereja, berkata: “Tuhan memberi tahu Joseph bahwa Dia akan mengujinya, apakah dia akan bertahan dalam perjanjian-Nya atau tidak, bahkan sampai kematian. Dia memang mengujinya; dan meskipun [Joseph] harus berhadapan dengan seluruh dunia dan menghadapi pengkhianatan tema-teman palsu, meskipun seluruh kehidupannya diliputi masalah dan kegelisahan serta nestapa, namun, dalam segala penderitaannya, pemenjaraannya, serangan gerombolan perusuh dan perlakuan buruk yang dilaluinya, dia selalu setia kepada Allahnya.”2

Ajaran-Ajaran Joseph Smith

Mereka yang mengikuti Yesus Kristus akan diuji dan harus membuktikan diri mereka sendiri setia kepada Allah.

“Tidak ada keamanan, kecuali dalam lengan Yehova. Tidak seorang pun dapat membebaskan, dan Dia tidak akan membebaskan kecuali kita membuktikan diri kita sendiri setia kepada-Nya dalam masalah yang paling parah. Karena dia yang ingin jubahnya dicuci dalam darah Anak Domba haruslah muncul ke permukaan melalui kesusahan besar [lihat Wahyu 7:13–14], bahkan dalam yang terbesar dari segala penderitaan.”3

“Nasib dari semua orang ada di dalam tangan Allah yang adil, dan Dia tidak akan melakukan ketidakadilan kepada seorang pun; dan satu hal ini adalah pasti, bahwa dia yang mau hidup secara saleh dalam Kristus Yesus, akan menderita penganiayaan [lihat 2 Timotius 3:12]; dan sebelum jubah mereka dijadikan putih dalam darah Anak Domba, patutlah diharapkan, menurut Yohanes Pewahyu, mereka akan melalui kesusahan besar [lihat Wahyu 7:13–14].”4

“Manusia harus menderita agar mereka dapat naik ke atas Gunung Sion dan dipermuliakan di atas langit.”5

Sementara menderita amat sangat selama penahanannya di Penjara Liberty selama musim dingin 1838–1839, Joseph Smith menulis kepada para anggota Gereja: “Saudara-saudara yang terkasih, kami katakan kepada Anda, bahwa sebagaimana yang telah Allah firmankan bahwa Dia menginginkan umat yang teruji, bahwa Dia akan memurnikan mereka bagaikan emas [lihat Maleakhi 3:3], sekarang kami berpikir bahwa waktu ini Dia telah memilih tungku peleburan-Nya Sendiri, yang dengannya kita telah diuji; dan kami berpikir jika kita melaluinya dengan tingkat keamanan seberapa pun, dan telah mempertahankan iman, bahwa itu akan menjadi suatu pertanda bagi generasi ini, cukup memadai untuk meninggalkan mereka tanpa dalih; dan kami berpikir pula, itu akan merupakan ujian iman kita yang setara dengan yang dialami Abraham, dan bahwa para leluhur tidak akan memiliki sesuatu untuk dibanggakan melebihi kita pada hari penghakiman, sebagai yang dipanggil untuk melalui penderitaan yang lebih berat; agar kita boleh membawa bobot yang setara dalam keseimbangan dengan mereka.”6

“Ujian hanya akan memberi kita pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami pikiran para leluhur. Bagi saya sendiri, saya pikir saya tidak akan merasa seperti yang saya rasakan sekarang, jika saya tidak mengalami perlakuan buruk yang telah saya derita. Segala hal akan bekerja bersama demi kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah [lihat Roma 8:28].”7

John Taylor, Presiden Gereja yang ketiga, berkata: “Saya mendengar Nabi Joseph berkata, ketika berbicara kepada Dua Belas Rasul pada suatu kesempatan: ‘Anda akan menghadapi segala jenis ujian untuk dilalui. Dan adalah sama perlunya bagi Anda untuk diuji sebagaimana bagi Abraham dan para hamba Allah lainnya, dan (katanya) Allah akan mencari Anda, dan Dia akan mencengkeram Anda serta meremas segenap relung hati Anda, dan jika Anda tidak dapat menanggungnya Anda tidak akan pantas untuk suatu warisan dalam Kerajaan Selestial Allah’ …. Joseph Smith tidak pernah menikmati banyak bulan yang damai setelah dia menerima kebenaran, dan akhirnya dia dibunuh di penjara Carthage.”8

Allah akan mendukung dan memberkati mereka yang percaya kepada-Nya pada masa-masa ujian mereka.

“Kuasa Allah akan memungkinkan kita untuk berdiri dan menanggung dengan kesabaran penderitaan besar yang menimpa diri kita dari segala sisi …. Semakin berat penganiayaannya semakin besar karunia Allah kepada Gereja-Nya. Ya, segala hal akan bekerja bersama demi kebaikan bagi mereka yang bersedia untuk menyerahkan nyawa mereka demi Kristus.”9

“Satu-satunya harapan dan kepercayaan saya adalah kepada Allah yang telah memberi saya keberadaan, yang di dalam-Nya ada segala kuasa, yang sekarang ada di hadapan saya, dan hati saya telanjang di hadapan mata-Nya terus-menerus. Dia adalah penghibur saya, dan Dia tidak akan meninggalkan saya.”10

“Saya tahu kepada siapa saya percaya; saya berdiri di atas batu karang; banjir tidak dapat, bukan, itu tidak akan, menjatuhkan saya.”11

Setelah Nabi dibebaskan dari penahanannya di Penjara Liberty, dia mengucapkan yang berikut mengenai pengalamannya: “Syukur kepada Allah, kami telah dibebaskan. Dan meskipun beberapa dari saudara kita yang terkasih harus memeteraikan kesaksiannya dengan darah mereka, dan telah mati syahid bagi tujuan kebenaran—

“Singkat meskipun pahitlah rasa sakit mereka,

Abadilah sukacita mereka.

“Janganlah kita berduka bagaikan ‘orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan’ [lihat 1 Tesalonika 4:13]; waktunya cepat menjelang ketika kita akan melihat mereka lagi dan bersukacita bersama tanpa takut akan orang-orang yang jahat. Ya, mereka yang telah tertidur dalam Kristus, akan Dia bawa bersama-Nya, ketika Dia akan datang untuk dimuliakan dalam Orang-Orang Suci-Nya, dan dikagumi oleh semua yang percaya, tetapi untuk melakukan pembalasan terhadap para musuh-Nya dan mereka semua yang tidak mematuhi Injil.

Pada waktu itu hati para janda dan anak yatim akan dihibur, dan setiap air mata akan dihapus dari wajah mereka. Ujian-ujian yang harus mereka lalui akan bekerja bersama demi kebaikan mereka, dan mempersiapkan mereka bagi masyarakat dari orangorang yang telah keluar ke permukaan dari kesusahan besar, dan telah mencuci jubah mereka serta menjadikannya putih dalam darah Anak Domba [lihat Roma 8:28; Wahyu 7:13–14, 17].12

Nabi menulis yang berikut dalam sepucuk surat kepada para Orang Suci tanggal 1 September 1842, yang kemudian dicatat dalam Ajaran dan Perjanjian 127:2: “Dan untuk bahaya yang harus aku lalui, hal itu hanyalah suatu hal kecil bagiku, sebagaimana iri hati dan kemurkaan orang-orang telah menjadi sesuatu yang biasa sepanjang hidupku …. Sudah terbiasa bagiku untuk berenang dalam air yang dalam. Semuanya telah menjadi sifat kedua bagiku; dan aku merasa seperti Paulus, untuk bermegah dalam kesusahan; sebab sampai hari ini Allah leluhurku telah melepaskan aku dari kesulitan itu semua, dan akan selamanya melepaskan aku; sebab lihatlah, dan tengok, aku akan menang atas musuh-musuhku, sebab Tuhan Allah telah memfirmankannya,”13

Yang setia tidak menggerutu dalam penderitaan, tetapi berterima kasih akan kebaikan Allah.

Pada tanggal 5 Desember 1833, Nabi menulis kepada para pemimpin Gereja yang memimpin para Orang Suci yang sedang dianiaya di Missouri: “Ingatlah untuk tidak menggerutu mengenai cara Allah berurusan dengan makhluk-makhluk-Nya. Anda belum lagi dibawa ke dalam keadaan yang sama parahnya dengan para Nabi dan Rasul zaman dahulu. Ingatlah Daniel, ketiga anak muda Ibrani [Sadrakh, Mesakh, dan Abednego], Yeremia, Paulus, Stefanus, dan banyak yang lainnya, terlalu banyak untuk disebutkan, yang dirajam, digergaji, digoda, dibunuh dengan pedang, dan [yang] mengembara mengenakan kulit domba dan kulit kambing, dalam keadaan papa, menderita, tersiksa, yang untuknya dunia tidaklah layak. Mereka mengembara di padang-padang gurun dan di pegunungan, serta bersembunyi dalam liang-liang [celah-celah] dan goa-goa bumi; namun mereka semua mendapatkan kesaksian yang baik melalui iman [lihat Ibrani 11:37–39]; dan di tengah segala penderitaan mereka, mereka bersukacita bahwa mereka dianggap layak untuk menerima penganiayaan demi Kristus.

Kita tidak tahu apa yang diminta untuk kita lalui sebelum Sion dibebaskan dan ditegakkan; oleh karena itu, kita memiliki kebutuhan besar untuk hidup dekat dengan Allah, dan selalu berada dalam kepatuhan ketat terhadap semua perintah-Nya, agar kita boleh memiliki nurani yang bersih dari pelanggaran terhadap Allah dan manusia ….

… Kepercayaan kami adalah kepada Allah, dan kami bertekad, dengan kasih karunia-Nya membantu kami, untuk mempertahankan pekerjaan tersebut dan bertahan setia sampai akhir, agar kita boleh dimahkotai dengan mahkota kemuliaan selestial, dan masuk ke dalam peristirahatan yang disiapkan bagi anak-anak Allah.”14

Lima hari kemudian, Nabi menulis kepada para pemimpin Gereja dan Orang Suci di Missouri: “Biarlah kita berterima kasih bahwa semuanya baik-baik saja dengan kita sebagaimana adanya, dan kita masih hidup dan boleh jadi, Allah telah menyediakan kebaikan besar bagi kita dalam generasi ini, dan semoga mengizinkan agar kita masih boleh memuliakan nama-Nya. Saya merasa berterima kasih bahwa tidak ada lebih banyak yang menyangkal iman; saya berdoa kepada Allah dalam nama Yesus bahwa Anda semua boleh dipelihara dalam iman sampai akhir.”15

Jurnal Nabi untuk 1 Januari 1836, mencatat: “Ini sebagai awal dari sebuah tahun yang baru, hati saya dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah bahwa Dia telah memelihara hidup saya, dan hidup keluarga saya, sementara satu tahun lagi telah berlalu. Kami telah didukung dan ditopang di tengah generasi yang jahat dan batil, meskipun harus menghadapi semua penderitaan, godaan, dan kesengsaraan yang merupakan bagian dari kehidupan manusia; untuk ini saya merasa perlu merendahkan hati saya sendiri dalam debu dan abu, sepertinya, di hadapan Tuhan.”16

Mengenai kesembuhannya dari suatu penyakit pada bulan Juni 1837, Nabi berkata: “Ini merupakan satu di antara banyak contoh keadaan di mana saya telah mendadak dibawa dari keadaan sehat, menuju tepian kubur, dan secara mendadak pula disembuhkan, yang untuknya hati saya meluap dengan rasa syukur kepada Bapa Surgawi saya, dan saya secara diperbarui merasa perlu untuk mendedikasikan diri saya sendiri dan semua kekuatan saya kepada pelayanan-Nya.”17

Kepercayaan kepada kuasa, kebijaksanaan dan kasih Allah akan membantu kita menghindari keputusasaan di saat-saat ujian.

“Semua kesulitan yang dapat dan akan melintasi jalan kita haruslah diatasi. Meskipun jiwa diuji, hati lunglai, dan tangan terkulai, kita tidak boleh menapak mundur langkah kita; haruslah ada keputusan watak.”18

“Dengan memiliki kepercayaan kepada kuasa, kebijaksanaan, dan kasih Allah, para Orang Suci telah dimungkinkan untuk maju terus melalui keadaan yang paling parah, dan sering kali ketika yang tampak bagi semua manusia, tidak ada selain kematian yang memperlihatkan diri, dan kehancuran [tampaknya] tak terelakkan, barulah kuasa Allah dinyatakan, kemuliaan-Nya diungkapkan, serta pelepasan dinyatakan; dan para Orang Suci, seperti anak-anak Israel, yang keluar dari tanah Mesir, dan melintasi Laut Merah, telah menyanyikan lagu pujian bagi nama-Nya yang kudus.”19

“Saya tahu bahwa awan akan menyeruak, dan kerajaan Setan akan terbaring dalam puing, dengan segala rancangan kelamnya; dan bahwa para Orang Suci akan tampil bagaikan emas yang diuji tujuh kali dalam api, disempurnakan melalui penderitaan serta godaan, dan bahwa berkat-berkat surga dan bumi akan dilipatgandakan ke atas kepala mereka; yang semoga akan Allah berikan demi Kristus.”20

“Berdirilah teguh, wahai Orang Suci Allah, bertahanlah sedikit lebih lama, dan badai kehidupan akan berlalu, dan Anda akan diberi pahala oleh Allah itu yang hamba-Nya adalah Anda adanya, dan yang akan sangat menghargai semua derita dan nestapa Anda demi Kristus dan Injil. Nama-nama Anda akan diturunkan kepada keturunan sebagai Orang Suci Allah.”21

George A. Smith, yang melayani sebagai penasihat bagi Presiden Brigham Young, menerima nasihat berikut dari Nabi Joseph Smith pada suatu masa kesulitan yang besar: “Dia memberi tahu saya, saya tidak pernah boleh menjadi putus asa, apa pun kesulitan yang mengelilingi saya. Jika saya terbenam dalam jurang terendah dari Nova Scotia dan segenap Pegunungan Rocky ditumpukkan ke atas diri saya, saya hendaknya tidak putus asa namun bertahan, menjalankan iman, serta terus mempertahankan keberanian dan saya akan muncul di puncak tumpukan itu pada akhirnya.”22

Hanya beberapa hari sebelum Nabi mati syahid, ketika dia dan para Orang Suci mengetahui bahwa kehidupannya berada dalam bahaya, Joseph mengambil tangan Abraham C. Hodge dan berkata, “Nah, Borther Hodge, biarlah apa yang akan terjadi, terjadi; janganlah menyangkal iman, dan semuanya akan menjadi beres.”23

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.

  • Ulaslah kisah di halaman 261–264. Menurut Anda mengapa Nabi Joseph Smith dapat menanggung ujian-ujian yang dialaminya? Apa pikiran atau perasaan Anda sewaktu Anda membayangkan dia “dengan daging[-nya] penuh barut dan luka,” mengajar suatu jemaat?

  • Bacalah alinea ketiga di halaman 264. Menurut Anda bagaimana penderitaan membantu kita mempersiapkan diri untuk menerima permuliaan? (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 264–266). Apa yang telah Anda pelajari dari ujian-ujian Anda?

  • Tiga kali dalam bab ini, Joseph Smith meyakinkan kita bahwa “ujian-ujian yang harus [kita] lalui akan bekerja bersama demi kebaikan [kita],” (hlm. 266–267; lihat juga hlm. 265). Bagaimana Anda telah menyaksikan kebenaran dari pernyataan ini?

  • Bacalah alinea kedua dan ketiga sepenuhnya di halaman 266. Pengalaman apa yang dapat Anda bagikan dimana Tuhan telah menghibur Anda di saat-saat ujian? Apakah artinya bagi Anda untuk “berdiri di atas batu karang”?

  • Joseph Smith menasihati para Orang Suci untuk tidak menggerutu, atau mengeluh, mengenai cara Allah berurusan dengan kita (hlm. 267–269). Dengan cara apa menggerutu dapat memengaruhi kita? Dengan cara apa kita hendaknya menanggapi ujian? (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 267–270).

  • Apakah artinya memiliki “keputusan watak” sewaktu menghadapi kesulitan? (halaman 269).

  • Bacalah nasihat Nabi kepada George A. Smith (halaman 270). Bagaimana nasihat ini dapat membantu Anda ketika Anda menghadapi ujian?

Tulisan Suci Terkait: Mazmur 55:22; Yohanes 16:33; Alma 36:3; Helaman 5:12; A&P 58:2–4; 90:24; 122:5–9

Catatan

  1. History of the Church, 1:261–264; cetak miring dihilangkan; dari “History of the Church” (manuskrip), book A-1, hlm. 205–208, Arsip Gereja, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Salt Lake City, Utah.

  2. Wilford Woodruff, Deseret News: Semi-Weekly, 18 Oktober 1881, hlm. 1; tanda baca dan penggunaan huruf besar dimodernkan.

  3. Surat dari Joseph Smith kepada William W. Phelps dan yang lainnya, 18 Agustus 1833, Kirtland, Ohio; Joseph Smith, Koleksi, Arsip Gereja.

  4. History of the Church, 1:449; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Edward Partridge dan yang lainnya, 5 Desember 1833, Kirtland, Ohio.

  5. History of the Church, 5:556; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 27 Agustus 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards dan William Clayton.

  6. History of the Church, 3:294; dari sepucuk surat dari Joseph Smith dan yang lainnya kepada Edward Partridge dan Gereja, 20 Maret 1839, Penjara Liberty, Liberty, Missouri.

  7. History of the Church, 3:286; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Presendia Huntington Buell, 15 Maret 1839, Penjara Liberty, Liberty, Missouri; nama akhir Sister Buell secara keliru dieja “Bull” dalam History of the Church.

  8. John Taylor, Deseret News: Semi-Weekly, 21 Agustus 1883, hlm. 1.

  9. Surat dari Joseph Smith kepada William W. Phelps dan yang lainnya, 18 Agustus 1833, Kirtland, Ohio; Joseph Smith, Collection, Arsip Gereja.

  10. Surat dari Joseph Smith kepada William W. Phelps, 31 Juli 1832, Hiram, Ohio; Joseph Smith, Collection, Arsip Gereja.

  11. History of the Church, 2:343; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada William Smith, 18 Desember 1835, Kirtland, Ohio.

  12. History of the Church, 3:330–331; tanda baca dimodernkan; dari “Extract, from the Private Journal of Joseph Smith Jr.,” Times and Seasons, November 1839, hlm. 8.

  13. Ajaran dan Perjanjian 127:2; sepucuk surat dari Joseph Smith kepada para Orang Suci, 1 September 1842, Nauvoo, Illinois.

  14. History of the Church, 1:450; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Edward Partridge dan yang lainnya, 5 Desember 1833, Kirtland, Ohio.

  15. History of the Church, 1:455; pembagian alinea diubah; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Edward Partridge dan yang lainnya, 10 Desember 1833, Kirtland, Ohio.

  16. History of the Church, 2:352; dari data jurnal Joseph Smith, 1 Januari 1836, Kirtland, Ohio.

  17. History of the Church, 2:493; dari “History of the Church” (manuskrip), book B-1, hlm. 762–763, Arsip Gereja.

  18. History of the Church, 4:570; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 30 Maret 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow.

  19. History of the Church, 4:185; dari sepucuk surat dari Joseph Smith dan para penasihatnya dalam Presidensi Utama kepada para Orang Suci, September 1840, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, Oktober 1840, hlm. 178.

  20. History of the Church, 2:353; dari data jurnal Joseph Smith, 1 Januari 1836, Kirtland, Ohio.

  21. History of the Church, 4:337; dari sebuah laporan dari Joseph Smith dan para penasihatnya dalam Presidensi Utama, 7 April 1841, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 April 1841, hlm. 385.

  22. George A. Smith, “History of George Albert Smith by Himself,” hlm. 49, George Albert Smith, Papers, 1834–1875, Arsip Gereja.

  23. History of the Church, 6:546; tanda baca dimodernkan; dari “History of the Church” (manuskrip), book F-1, hlm. 147, Arsip Gereja.

Gambar
Joseph being tarred and feathered

Pada malam tanggal 24 Maret 1832 di Hiram, Ohio, Joseph Smith diseret keluar dari rumahnya oleh gerombolan perusuh yang mengamuk dan dilumuri dengan aspal serta bulu.

Gambar
John Taylor

John Taylor.

Gambar
family in hospital

“Kepercayaan kami adalah kepada Allah, dan kami bertekad, dengan kasih karunia-Nya membantu kami, untuk mempertahankan tujuan dan bertahan setia sampai akhir.”