Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 1: Pelayanan Brigham Young


Bab 1

Pelayanan Brigham Young

Brigham Young adalah Presiden kedua Gereja Yesus Kristus dari Orang- orang Suci Zaman Akhir, pendiri koloni dan pembangun persemakmuran raya para Orang Suci di sebelah Barat Amerika, dan seorang suami dan ayah yang berbakti. Ia seorang murid dan rasul yang setia dari Tuhan Yesus Kristus. ”Yesus adalah kapten dan pemimpin kita,” ia bersaksi (DNW, 24 Mei 1871, 5). ”Iman saya disandarkan pada Tuhan Yesus Kristus, dan pengetahuan saya telah saya peroleh dariNya,” ia tegaskan (DNW, 21 Nop. 1855, 2). Hidupnya berpusat pada pembangunan dan pendukungan Kerajaan Tuhan Yesus Kristus di muk a bumi.

Pengalaman dari kehidupan Brigham Young

Belajar melalui kerja keras

Brigham Young dilahirkan di Vermont tahun 1801, sebagai anak kesembilan dari 11 bersaudara, anak-anak John dan Abigail Howe Young. Ia tumbuh dewasa di daerah yang lebat ditumbuhi pohon kayu di pusat negara bagian New York, di mana rumah keluarganya dan tanah sekitarnya menjadi tempatnya belajar (lihat DNW, 22 Apr. 1857, 4). Orangtuanya miskin, katanya kemudian* hari, ”Kami tidak pernah berkesempatan sekolah pada masa remaja, tetapi kami berkesempatan istimewa membersihkan semak-semak, menebang pohon, menggulingkan batang-batang kayu dan bekerja di antara akar-akaran, dan melukai tulang kering, tungkai kaki serta jari-jari kaki kami”(DNW, 12 Aug. 1857, 4). Brigham muda bekerja keras menolong membersihkan lahan, menanaminya, dan membantu pekerjaan rumah tangga. Ia tidak pernah melupakan ajaran moral ketat ayahnya maupun ibunya yang ”selalu mengajar anak-anaknya agar menghormati nama Bapa dan Putra, dan menghormati [Alkitab]; katanya; Bacalah, teliti ajarannya dan terapkan dalam kehidupanmu semampumu; lakukan segala yang baik; jangan lakukan apa pun yang jahat; dan jika kamu melihat seorang dalam keadaan susah, layani kebutuhannya.” (MSS, 1853, 55). Ibu Brigham Young meninggal ketika ia berusia 14 tahun.

Pada usia 16 Brigham Young telah magang dalam pertukangan kayu, pemasangan perkayuan, pengecatan dan pemasangan kaca jendela. Ia bangga dengan ketrampilannya dan berkata bahwa ia menganggap ”Pekerjaan yang jujur dan dapat diandaikan, yang akan bertahan bagi mereka yang mempekerjakan saya” sebagai ”bagian dari agama saya” (Brigham Young kepada George Hickox, 19 Peb. 1876, BYP).

Pada usia 23 tahun ia menikahi Miriam Angeline Works. Dua putri lahir bagi pasangan muda itu. Brigham Young menghidupi keluarganya dengan membuat dan memperbaiki kursi, meja, dan lemari, serta memasang jendela, pintu, tangga dan rak di atas perapian. Di tanah pertanian ayahnya di Mendon, New York, ia membangun rumah dan sebuah bengkel pertukangan kayu di sebelah sungai kecil, dengan memakai roda air untuk menjalankan mesin penggilingannya.

Ketika Miriam mengidap tuberculosis, Brigham Young memikul sebagian besar pekerjaan istrinya di samping pekerjaannya sendiri. Ketika Miriam semakin terikat dengan tempat tidurnya, Brigham secara teratur menyediakan sarapan bagi keluarganya, mengenakan pakaian kedua putrinya, membersihkan rumah dan ”mengangkat istrinya ke kursi goyang di dekat perapian dan membiarkannya di sana sampai ia kembali sore hari,” lalu ia memasak makanan malam, menidurkan keluarganya, dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga (LSBY, 5). Pengalaman masa remajanya dan awai masa pernikahannya dalam mengurus anak-anak dan mengatur rumah tangga telah banyak mengajarnya mengenai perawatan rumah dan kerja sama keluarga. Bertahun-tahun kemudian ia menasihati para Orang Suci mengenai hal-hal ini dan dengan bercanda membual bahwa ia dapat mengalahkan ”sebagian besar wanita di lingkungan masyarakatnya dalam hal merawat rumah” (DNW, 12 Agu. 1857, 4).

Memperoleh saksi dari Roh Kudus

Brigham dan Miriam mengikuti Gereja Metodis pada tahun pernikahan mereka, tetapi Brigham terus bergumul dengan berbagai pertanyaan keagamaan. Ia mencari sebuah Gereja yang diorganisasi menurut pola yang telah ditegakkan Yesus, menurut pola Perjanjian Baru dengan suatu ”sistim tatacara” (DNW, 19 Juli 1866, 3) serta semua anugerah injil. Karena usaha misi dari saudara Joseph Smith, yaitu Samuel, keluarga Brigham Young memperoleh dua jilid Kitab Mormon pada bulan April 1830, hanya satu bulan setelah Kitab itu diterbitkan. Beberapa saudara lelaki dan perempuan Brigham membacanya dan menyatakan kebenarannya, tetapi Brigham sendiri tidak segera menerimanya (lihat LL, 33). ”Tunggu dulu,’ kata saya…. Tunggu sebentar; apa ajaran dari kitab ini, dan dari wahyu yang telah Tuhan berikan? Biarkan saya menghayatinya…Saya memeriksa perkara ini dengan hati-hati, selama dua tahun, sebelum saya menetapkan hati untuk menerima buku itu. Saya tahu itu benar, seperti saya tahu bahwa saya dapat melihat dengan mata, atau meraba dengan sentuhan jari tangan, atau sadar akan kerja indra yang mana pun. Jika tidak demikian, saya tak pernah akan menerimanya sampai hari ini” (MSS, 15:45).

Brigham Young harus tahu bagi dirinya sendiri. Kemudian ia mengajar para Orang Suci bahwa Allah tidak bermaksud agar mereka ”dibimbing sepenuhnya oleh orang lain, menyingkirkan pengertian mereka, dan menyadarkan iman mereka pada kepercayaan orang lain (DNW, 24 Agu. 1854, 1). ”Adalah kewajiban saya untuk mengetahui pikiran Tuhan mengenai diri saya,” katanya kepada mereka (DNW, 22 Sept. 1875, 4). ”Adalah hak istimewa dan kewajiban anda untuk hidup sedemikian rupa, sehingga anda tahu ketika firman Tuhan diucapkan kepada anda dan ketika pikiran Tuhan dinyatakan kepada anda” (DNW, 22 Sept. 1875, 4).

Para misionari dari sebuah cabang Gereja di Columbia, Pennsylvania, melintasi Mendon pada tahun 1831, mengkhotbahkan bahwa langit telah dibuka dan bahwa injil serta imamat kudus telah dipulihkan melalui Joseph Smith. Setelah Brigham Young beserta beberapa anggota keluarga lainnya dan teman-teman mengunjungi cabang Columbia, ia percaya bahwa ia telah menemukan agama yang lama telah ia cari, tetapi ia bergumul untuk memutuskan apakah ia sungguh-sungguh dapat mengorbankan segalanya untuknya. Kemudian, ketika seorang misionari memberi kesaksian, ”Roh Kudus yang terpancar dari orang itu menerangi pengertianku, serta terang, kemuliaan dan kebakaan ada di hadapan saya,” ingatnya. Ia berkata bahwa ia dikelilingi dan dipenuhi olehnya, dan ia tahu bagi dirinya sendiri bahwa kesaksian orang itu benar (DNW, 9 Peb. 1854, 4). Pada tanggai 15 April 1832, pada suatu hari yang dingin bersalju, Brigham Young dibaptis di penggilingannya sendiri, ditetapkan dan ditahbiskan sebagai seorang penatua (lihat DNW, 2 Apr. 1862, 1). ”Menurut firman Juruselamat, saya merasakan roh bagai anak kecil yang rendah hati, bersaksi kepada saya bahwa dosa-dosa saya telah diampuni,” kenangnya (MHBY-1, 3). Miriam memasuki air baptisan kira-kira tiga minggu kemudian (MHBY-1, 3). Semua anggota keluarga langsung Brigham Young dibaptis, dan mereka bertahan sebagai Orang Suci Zaman Akhir yang setia.

Pada penghujung musim panas tahun 1832, setelah kembali dari perjalanan misi di daerah luar kota yang berdekatan, Brigham Young merawat Miriam di minggu-minggu terakhir penderitaan penyakitnya. Ia meninggal bulan September 1832.

Berkorban untuk membangun dan membela kerajaan Allah

Brigham Young mengalihkan perhatian dan tenaga sepenuhnya untuk Gereja. Berhasrat untuk bertemu dengan nabi Joseph Smith, ia segera berangkat ke Kirtland, Ohio, dengan saudaranya Joseph dan teman dekatnya Heber C. Kimball. Mereka mendapatkan Joseph Smith sedang membelah kayu bersama saudara-saudaranya. ”Sukacita [Brigham] genap karena kesempatan istimewa menjabat tangan Nabi Allah” dan menerima ”kesaksian pasti, melalui Roh nubuat, bahwa ia adalah seperti yang dapat dibayangkan siapa pun, sebagai seorang nabi sejati” (MHBY-1, 4). Ini menandai awai dari salah satu hubungan Brigham Young yang paling penting. Ketika ia kembali ke New York, ia menyumbangkan banyak harta miliknya dan mengurangi usahanya agar dapat lebih banyak meluangkan waktunya bagi Gereja. Yakin bahwa Vilate Kimball, istri Heber, akan merawat kedua putrinya, ia melayani serangkaian misi. Ia mengadakan pertemuan-pertemuan dan membaptis di luar kota sekitar Mendon. Ia juga pergi ke New York Utara dan Ontario, Kanada, untuk mengabarkan injil dan bersaksi bahwa Joseph Smith adalah Nabi Allah.

Karena berkeinginan mematuhi nasihat Nabi untuk berkumpul dengan para Orang Suci, maka pada bulan September 1833 Brigham Young memindahkan keluarganya dari Mendon ke Kirtland. Di situ, Brigham ”berkesempatan istimewa mendengar ajaran-ajaran Nabi dan menikmati kebersamaan para Orang Suci, bekerja keras di bidang perdagangan[nya] terdahulu” (MHBY-1, 7). Ia membantu membangun rumah-rumah, Bait Suci Kirtland, dan beberapa bangunan umum.

Pada tanggai 18 Pebruari 1834 ia menikahi Mary Ann Angell; dalam 10 tahun berikutnya, enam anak lahir ke dalam keluarga mereka. Brigham mencatat, Mary Ann ”bekerja dengan setia untuk kepentingan keluarga saya dan kerajaan” (MHBY-1, 8).

Selama tahun-tahunnya di Kirtlanch(1833-1838), Brigham melihat bahwa membangun kerajaan Allah memerlukan kepatuhan dan pengorbanan. Pada musim semi tahun 1834, ia menjadi sukarelawan, berjalan bersama Kelompok Perkemahan Sion, kelompok 205 orang pria yang dikerahkan Joseph Smith untuk membawa bantuan dan kebutuhan perlengkapan kepada para Orang Suci yang diusir dari rumah-rumah mereka di wilayah Jackson, Missouri. ”Kami melakukan perjalanan sejauh dua ribu mil [± 3200 km] dengan berjalan kaki” kenang Brigham (DNW, 8 Okt. 1856, 2). Ia pun ingat bahwa karena derita berat dan penyakit “kami memiliki penggerutu di kelompok perkemahan itu.” Orang-orang itu perlu dibimbing dalam hal kesabaran dan kerja sama, maka, kata Brigham, ”Joseph [Smith] memimpin, menasihati, dan menuntun rombongan itu,” terutama para pria yang memiliki ”jiwa yang tidak tenang, sukar dikendalikan, dan tidak puas” (DNW, 3 Des. 1862, 1). Perjalanan berat itu memperteguh kesetiaan Brigham kepada Joseph Smith dan memberikan pelajaran tak ternilai tentang kepatuhan kepada Allah dan nabiNya (lihat DNW, 3 Agu. 1854, 2).

Sembilan veteran Perkemahan Sion, termasuk Brigham Young, dipilih menjadi anggota Kuorum Dua belas Rasul yang pertama pada suatu konferensi khusus tanggai 14 Pebruari 1835 (lihat A&P 18:26-32). Brigham Young ditahbiskan melalui penumpangan tangan dan diberkati ”agar ia dapat pergi dan mengumpulkan yang teipilih, sebagai persiapan untuk hari besar kedatangan Tuhan.” Ia, dengan beberapa anggota kuorum lainnya, yang ”dipanggil untuk mengkhotbahkan Injil Putra Allah kepada bangsa-bangsa di bumi” (HC, 2:196), berangkat bulan Mei 1835 untuk tugas misi empat bulan di negara-negara bagian timur. Ia kembali ke negara-negara bagian timur itu sebagai misionari selama musim panas tahun 1836 dan 1837.

Penatua Young mengawasi pekerjaan pengecatan dan sentuhan akhir di Bait Suci Kirtland. Ia hadir ketika nabi Joseph Smith memperkenalkan tatacara persiapan di sana, dan ia menghadiri kebaktian- kebaktian pengudusan bulan Maret 1836 bersama ratusan Orang Suci yang telah banyak berkorban untuk membangun bait suci pertama pada masa kelegaan ini (lihat MHBY-1, 12; HC, 2:428).

Sebelum penatua Young dapat sepenuhnya menikmati persatuan yang terbina oleh berbagai pengalaman seperti itu, beberapa penentang menjadi sedemikian vokal menentang nabi sehingga mereka berusaha merebut kepemimpinan Gereja dari tangannya. Bulan Januari 1838 penatua Young menghadapi orang-orang murtad ini di Bait Suci Kirtland: ”Saya berdiri, dan dengan cara yang jelas dan lantang menyatakan kepada mereka bahwa Joseph adalah seorang nabi, dan saya tahu itu, dan bahwa mereka boleh mencerca dan memfitnah dia sebanyak yang mereka sukai, tetapi mereka tidak dapat menghancurkan penetapan Nabi Allah, mereka hanya dapat menghancurkan kuasa mereka sendiri, memutuskan benang yang mengikat mereka dengan Nabi dan dengan Allah, dan membenamkan diri ke neraka” (MHBY-1, 16).

Memikul tanggungjawab

Brigham Young teringat ketika ia menanti bersama Joseph Smith ”selama bermalam-malam yang tak terhitung jumlahnya, siap untuk menghadapi para perusuh yang berusaha mengambil nyawa [Nabi]” (DNSW, 15 Mei 1877, 1). Ia begitu tidak kenal kompromi dalam dukungannya terhadap Nabi sehingga para pemurtad, ceritanya, ”mengancam untuk membinasakan saya” (MHBY-1, 23-24). Ia melarikan diri dari Kirtland dan pergi ke Missouri sebelah barat, bergabung dengan Joseph Smith dan para pemimpin Gereja lainnya yang jiwanya terancam. Namun ketika para Orang Suci dalam jumlah besar terus berpindah ke Missouri sebelah barat, para penghuni lainnya di sana menjadi panik, kuatir akan dominasi ekonomi dan politik oleh para Orang Suci. Ketegangan meletus pada musim panas dan gugur tahun 1838 dan memuncak ketika gubernur memerintahkan milisi (barisan wajib militer) di negara bagiannya untuk membasmi para Orang Suci atau mengusir mereka dari negara bagian itu. Penawanan Joseph Smith dan para pemimpin kunci lainnya dan kemurtadan atau kematian beberapa anggota Kuorum Dua belas menempatkan tanggungjawab baru di pundak Brigham Young, saat itu presiden Kuorum. Dia dan Rasul Heber C. Kimball adalah satu-satunya anggota Kuorum yang tersisa untuk memimpin dan menolong para Orang Suci dalam kepindahan musim dingin mereka yang berat dari Missouri. Di bawah petunjuk mereka, para Orang Suci membuat perjanjian untuk menolong yang miskin, untuk membawa setiap Orang Suci Zaman Akhir ke luar dari negera bagian itu, dan untuk bersiap untuk berkumpul kembali.

Para Orang Suci yang diasingkan membangun sebuah kota baru di Commerce, Illinois, yang kemudian mereka namakan Nauvoo. Namun Presiden Young hanya tinggal beberapa bulan di sana, karena Nabi Joseph menerima wahyu yang memanggil Kuorum Dua belas untuk melayani misi di Inggris. Pada musim gugur tahun 1839, Presiden Young meninggalkan Illinois, bertekad untuk mengemban tanggungjawab baru itu meskipun kesehatannya dan kesehatan keluarganya sedang buruk. Ia kemudian mengenang bahwa ia tidak dapat berjalan jauh tanpa bantuan dan bahwa saudara perempuannya Fanny memohon agar ia tidak pergi. Ia menjawab: ” Sister Fanny, saya belum pernah merasa sesehat sekarang.’ Ia seorang wanita yang eksentrik, dan sambil menatap saya dengan berlinang air mata, ia berkata ”Kamu bohong.” Saya tidak berkata apa-apa, tetapi saya telah bertekad untuk pergi ke Inggris atau mati dalam berusaha. Ketetapan hati saya yang teguh ialah bahwa saya akan melakukan apa yang diminta untuk saya lakukan dalam Injil kehidupan dan keselamatan, atau saya akan mati dalam usaha melakukannya” (DNSW, 2 Agu. 1870, 1).

Delapan anggota dari Kuorum Dua belas Rasul melayani misi di kepulauan Inggris selama tahun 1840 dan 1841, dan Brigham Young, sebagai Presiden Kuorum, mengarahkan pekerjaan mereka. Selama tahun yang penting itu, Kuorum Dua belas memperoleh keberhasilan luar biasa. Ketika Presiden Young bersiap untuk meninggalkan Liverpool pada bulan April 1841, dengan rasa syukur ia mengenang ”cara [Allah]” berurusan dengan saya dan saudara-saudara saya dari Kuorum Dua belas selama tahun lalu dalam kehidupan saya…. Sesungguhnya seperti mukjizat menyimak perbedaan mencolok antara kedatangan dan keberangkatan kami dari Liverpool. Kami mendarat pada musim semi tahun 1840, sebagai orang asing di negeri asing dan tanpa uang, tetapi melalui kasih karunia Allah, kami memperoleh banyak teman, mendirikan Gereja-gereja hampir di setiap kota terkemuka dalam Kerajaan Inggris Raya, membaptis antara tujuh dan delapan ribu orang, mencetak 5000 Kitab Mormon, 3000 Buku Nyanyian Rohani, 2500 majalah Millenial Star, dan 50.000 brosur serta memindahkan 1000 jiwa ke Sion, … dan telah menebarkan benih kebenaran kekal di hati ribuan orang, yang akan menghasilkan buah bagi kehormatan dan kemuliaan Allah, namun kami tidak kekurangan makan, minuman dan pakaian, dalam semua hal ini saya mengakui campur tangan Allah” (MHBY-1, 96-97).

Dengan memikul tanggungjawab baru sepenuh hati, Presiden Young bersama rekannya sesama para Rasul telah memperluas bukan hanya kapasitas pribadi mereka, tetapi juga kapasitas kuorum untuk bekerja secara terpadu dan efektif bagi Gereja. Joseph Smith percaya akan ”kebijakan terpadu” mereka dan mengumumkan di Nauvoo bulan Agustus 1841 ”bahwa waktunya telah tiba ketika Kuorum Dua belas harus dipanggil untuk berdiri di tempat mereka di sisi Presidensi Utama” (HC, 4:403). Kuorum Dua belas diberi tanggungjawab lebih besar, termasuk mengabarkan Injil, menetapkan hunian para imigran, membeli tanah dan membangun Bait Suci Nauvoo.

Sebelum Bait Suci selesai dibangun, Joseph Smith secara pribadi memperkenalkan tatacara bait suci kepada Presiden Young dan para anggota lain dari Kuorum Dua belas, termasuk pembaptisan bagi orang mati, endowmen Bait Suci, dan pemeteraian keluarga, dengan harapan agar Kuorum Dua belas mengajarkan tatacara ini kepada para anggota Gereja. Nabi bertemu Kuorum Dua belas pada musim semi 1844 untuk menganugerahkan kepada mereka semua kunci dan kuasa yang diperlukan untuk melanjutkan pekerjaan Kerajaan. ”Saya menggulirkan beban dan tanggungjawab untuk memimpin Gereja ini dari pundak saya ke pundak anda,” kata Nabi. ”Sekarang, tegakkan pundak anda dan berdirilah bagai lelaki; karena Tuhan akan membiarkan saya beristirahat sebentar” (Sertifikat Kuorum Duabelas yang tak bertanggal,BYP).

Dalam waktu tiga bulan Nabi Joseph meninggal. Ketika Presiden Young sedang melayani misi musim panas di daerah Boston, ia mendapat kabar bahwa Joseph dan Hyrum Smith telah dibunuh oleh para perusuh di Carthage, Illinois. Mendengar kabar ini ia bertanya pada diri sendiri ”apakah Joseph telah membawa serta kunci-kunci Kerajaan bersamanya dari bumi,” tetapi segera ia merasa diyakinkan bahwa kunci-kunci Kerajaan ada pada Kuorum Dua belas (MHBY-1, 171). Setelah segera kembali ke Nauvoo, ia menemukan bahwa Penasihat Pertama Joseph, yaitu Sidney Rigdon, telah menawarkan diri untuk mengambil alih kepemimpinan Gereja, dan suatu sidang umum para Orang Suci telah diadakan untuk mendukung pemimpin baru. Presiden Young berbicara kepada kumpulan Orang Suci itu dengan kejelasan yang penuh kuasa:

”Untuk pertama kali dalam hidup saya, untuk pertama kali dalam hidup anda, untuk pertama kali dalam Kerajaan Allah pada abad ke 19, tanpa seorang Nabi sebagai pemimpin kita, saya melangkah maju untuk bertindak dalam panggilan saya sehubungan dengan Kuorum Dua belas, sebagai para Rasul Yesus Kristus bagi generasi ini—Rasul-rasul yang telah dipanggil Allah dengan wahyu melalui Joseph Smith, yang telah ditahbiskan dan diurapi untuk memegang kunci-kunci Kerajaan Allah di seluruh dunia.

”… Sekarang, jika anda ingin Sidney Ridgon atau William Law untuk memimpin anda, atau siapa saja, itu terserah anda; tetapi saya katakan kepada anda, dalam nama Tuhan, bahwa tidak seorang pun dapat menempatkan orang lain di antara Kuorum Dua belas dan Nabi Joseph. Mengapa? Karena Joseph adalah pemimpin tertinggi mereka, dan ia telah menyerahkan ke tangan mereka kunci-kunci Kerajaan pada masa kelegaan terakhir ini, untuk seluruh dunia” (HC, 7:232, 235)

Banyak saksi menyimak bahwa Presiden Young tampak dan terdengar seperti Nabi Joseph ketika ia berbicara, suatu manifestasi kuat akan restu ilahi. Para Orang Suci yang berjumlah hampir 5000 orang itu mendukung Kuorum Dua belas sebagai kuorum yang memimpin Gereja. Tiga hari setelah pertemuan di mana Presiden Young memberi- tahu para Orang Suci bahwa dia ”menginginkan kesempatan istimewa untuk meratap dan berkabung selama 30 hari, paling sedikit” (HC, 7:232), dengan diam-diam ia menyatakan kesedihannya: ” Adakah masa berkabung [sejak] hari Joseph dan Hyrum dibawa dari Carthage ke [Nauvoo]. Diperkirakan oleh banyak orang, baik di dalam maupun di luar Gereja, bahwa ada lebih dari lima barel air mata yang tercurah. Saya tidak kuat memikirkan apa pun tentang hal ini” (MHBY-1, 177).

Setelah hampir satu dasawarsa melayani sebagai Rasul Yesus Kristus, Brigham Young telah mempelajari cara-cara Tuhan. Kesediaannya bekerja keras, patuh, berkorban dan menerima tanggungjawab serta kesanggupannya menerima dan bertindak mengikuti bisikan Roh telah menyiapkannya untuk memimpin para Orang Suci, pertama sebagai Presiden Kuorum Dua belas dan setelah Desember 1847 sebagai Presiden Gereja. Di bawah kepemimpinannya yang luar biasa, yang berlangsung 33 tahun, ia mengajar para Orang Suci cara membangun Sion di bagian Barat Amerika dan juga di dalam hati, keluarga, dan lingkungan mereka sendiri. ”Brother Joseph, sang Nabi, telah meletakkan dasar bagi suatu pekerjaan yang besar, dan kita akan membangun di atasnya,” janjinya kepada para Orang Suci pada bulan Agustus 1844. ”Kita dapat membangun suatu kerajaan seperti yang tidak pernah ada di dunia” (HC, 7:234). Imannya yang tak tergoyahkan kepada Allah; dedikasi, pengalaman dan rasa humornya; kasihnya pada ajaran dan tatacara injil; dan pemahamannya akan tertib keimamatan dan organisasi Gereja memungkinkannya untuk menggerakkan para Orang Suci menjadi sehati dan sepikiran.

Mengumpulkan para Orang Suci untuk membangun kerajaan Allah

Presiden Brigham Young memimpin perpindahan Orang-orang Suci Zaman Akhir dari Nauvoo ke Lembah Salt Lake di Pegunungan Rocky. Ini memungkinkan Orang-orang Suci berkumpul dengan cara yang tak mungkin dilakukan di Ohio, Missouri, atau Illinois. Ketika Presiden Young memandang lembah Salt Lake yang luas pada tanggai 24 Juli 1847, ia merasa yakin bahwa ia telah menemukan tempat perlindungan yang sebelumnya telah diramalkan Joseph Smith bagi para Orang Suci di sebelah Barat dan yang telah ia lihat sendiri dalam suatu penglihatan bahwa itulah tempatnya. ”Roh terang menerangi saya dan melayang-layang di atas lembah, dan saya merasa bahwa di sana Orang-orang Suci akan menemukan perlindungan dan keamanan,” tulis Brigham (MHBY-2, 564). Di sini para Orang Suci memperoleh waktu dan ruang yang diperlukan untuk membina diri sebagai suatu umat yang terpisah dari dunia.

Pengumpulan di sebelah Barat, yang dimulai dengan tibanya Presiden Young bersama rombongan pionir pada bulan Juli 1847, berlanjut selama beberapa dasawarsa. Delapan puluh ribu Orang Suci melakukan perjalanan sulit ke arah barat sebelum tahun 1869 ketika rel kereta api memudahkan perjalanan. Bahkan sesudah itu, para Orang Suci terus meninggalkan rumah dan seringkali keluarga mereka untuk berkumpul di Sion. Perpindahan geografis mereka melambangkan perpindahan spiritual menjauhi dunia. Presiden Young menyatakan bahwa Allah telah memanggil Orang-orang Suci ”berkumpul dari segenap pelosok bumi … untuk menjadi sehati dan sepikiran dalam semua operasi dan usaha kita untuk menegakkan kerajaan rohani dan jasmani Kristus di bumi, untuk mempersiapkan kedatangan Anak Manusia dalam kuasa dan kemuliaan besar” (DNSW, 21 Jan. 1868, 2). Ia mengharapkan dan menuntut banyak dari umatNya dalam membangun Sion secara jasmani dan rohani. Mereka tidak hanya berjalan ke puncak-puncak gunung, tetapi juga memberikan harta mereka untuk membantu para Orang Suci lain mengikuti mereka dalam pengumpulan.

Di bawah petunjuk Presiden Young, Orang-orang Suci meninggalkan lembah Salt Lake untuk menempatkan kira-kira 400 tempat pemukiman di sebelah barat Amerika. Mereka bekerja untuk menanam kebutuhan pangan mereka sendiri, membuat pakaian sendiri, mendirikan industri lokal agar dapat mandiri secara ekonomi. Mereka belajar untuk bergantung kepada Tuhan dan satu sama lain.

Tidak semua usaha ekonomi yang diarahkan Presiden Young untuk dilaksanakan para Orang Suci berhasil. Bagaimana pun juga keberhasilan ekonomi bukanlah perhatian utamanya. Pada akhirnya ia lebih memusatkan usahanya pada pembinaan umatnya menjadi sebuah bangsa yang suci daripada urusan penyediaan pangan dan uang. Dari pengalaman ia tahu bahwa mereka akan berkembang dari bekerja keras dan menerima tanggungjawab. ”Inilah tempat yang baik untuk membuat Orang-orang Suci,” katanya kepada sekumpulan anggota jemaah di Salt Lake City tahun 1856 (DNW, 10 Sept. 1856, 5).

Selama beberapa tahun Brigham Young melayani daerah yang bernama Deseret (kemudian menjadi negara bagian Utah) sebagai gubernur teritorial dan inspektur masalah Indian. Pada saatnya ia diganti oleh orang-orang yang ditunjuk pemerintah Federal. Bertahun-tahun lamanya ia berusaha menyelesaikan konflik antara para Orang Suci dan pemerintah Amerika Serikat mengenai keinginan para Orang Suci akan kebebasan politik. Ia menanggung kritik dan ejekan dari para menteri, wartawan, penganut reformasi, dan politisi yang menyerang dia serta umatnya karena kepercayaan agama mereka serta praktek sosial, ekonomi dan politik mereka. Namun tantangan demikian itu tidaklah mengubah pemahaman murninya akan perlunya ”membuat Orang-orang Suci” dan dengan demikian membangun Sion. Presiden Young menyatakan: ”Saya telah melihat pada masyarakat Orang Suci Zaman Akhir dalam penglihatan, dan melihat mereka diorganisasi sebagai satu keluarga surga yang besar; setiap orang melaksanakan beberapa tugasnya dalam bidang pekerjaannya, bekerja demi kebaikan bersama, bukan hanya untuk peningkatan perorangan; dan di sinilah saya telah melihat ketertiban yang paling indah yang dapat direnungkan akal manusia, dan hasil yang paling agung dari pembangunan Kerajaan Allah dan perluasan kebenaran di muka bumi” (DNSW, 21 Jan. 1868, 2).

Membangun Sion melalui tatacara dan organisasi keimamatan

Presiden Young sadar bahwa Sion tidak dapat dibangun melalui kerja keras saja. Sion harus diarahkan melalui keimamatan, yang ia tahu adalah ”Pemerintahan Putra Allah” (DNW, 10 Agu. 1864, 2). Ia tahu bahwa para Orang Suci dapat ”menjadi sehati dan sepikiran dalam semua …. operasi dan usaha” (DNSW, 21 Jan. 1868, 2), hanya melalui suatu ”bentuk pemerintahan yang mumi dan kudus” (DNSW, 8 Nov. 1870, 3). Ia mengajarkan bahwa para anggota Gereja dapat dikuduskan hanya dengan berperanserta dalam tatacara keimamatan; karenanya, tatacara dan organisasi keimamatan adalah pusat ajaran dan kepemimpinannya.

Dari tahun 1844 sampai 1846, Presiden Young dan Kuorum Duabelas menjadikan perampungan Bait Suci Nauvoo prioritas utama. Endowmen dan pemeteraian dilaksanakan di sana bahkan sebelum pembangunan selesai. ”Demikianlah hasrat yang dinyatakan Orang- orang Suci untuk menerima tatacara dan demikianlah hasrat di pihak kami untuk melayani mereka; sehingga sepenuhnya saya menyerahkan diri pada pekerjaan Tuhan di Bait Suci siang dan malam, tidur tidak lebih dari empat jam, rata-rata, per hari, dan pulang hanya sekali seminggu,” catat Presiden Young di buku hariannya (MHBY-2, 10). Antara tanggai 10 Desember 1845 dan 7 Pebruari 1846, kira-kira 5.615 Orang Suci menerima tatacara endowmen dan banyak keluarga dimeteraikan. Hanya setahun kemudian, tiga hari setelah tiba di Lembah Salt Lake, Presiden Young menunjuk bidang tanah tempat Bait Suci Salt Lake akan dibangun. Tempatnya harus di pusat kota dan di pusat kehidupan para Orang Suci. Bait Suci megah itu, yang memerlukan waktu 40 tahun untuk membangunnya, belum terselesaikan sampai setelah Presiden Young meninggal dunia, tetapi ia telah menunjuk beberapa tempat kudus lainnya, di mana endowmen dan pemeteraian Bait Suci dapat dilaksanakan untuk mereka yang hidup, sementara menunggu Bait Suci itu rampung. Pada pengudusan tingkat bawah Bait Suci St. George pada tanggai 1 Januari 1877, beberapa bulan sebelum kematiannya, Presiden Young berbicara dengan penuh kekuatan mengenai pelanjutan pekerjaan tatacara bagi yang mati: ”Ketika saya memikirkan pokok ini, saya ingin agar gelegar tujuh guntur menyadarkan orang-orang. Dapatkah para ayah diselamatkan tanpa kita? Tidak. Dapatkah kita diselamatkan tanpa mereka? Tidak” (MS, 39:119).

Tatacara Bait Suci amat penting untuk mengikat generasi-generasi menjadi satu dan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran kudus dari satu generasi ke generasi lain. Orang-orang Suci Zaman Akhir yang lahir atau menjadi anggota pada lima puluh tahun terakhir dari abad kesembilanbelas tidak mengalami penganiayaan di Missouri atau tidak ingat secara pribadi Nabi Joseph Smith. Dengan berlalunya waktu, semakin sedikit saja orang-orang yang terlibat dalam pengalaman kepioniran dan kolonisasi, tetapi mereka pun perlu belajar kebenaran-kebenaran kudus tentang membangun Sion. Presiden Young menganjurkan pengajaran injil kepada para remaja Gereja dan berusaha menyempurnakan organisasi Gereja, dengan menyatakan keinginan untuk ”membangkitkan suatu angkatan pria-wanita yang akan mengasihi dan mempertahankan kebenaran di bumi” (MFP, 2:288). Sekolah Minggu lingkungan untuk anak-anak, yang pertama kali di- bentuk tahun 1849, mulai berfungsi terpadu di bawah dewan pusat pada tahun 1867. Atas permintaan Presiden Young, dan dimulai dengan putri-putrinya sendiri, perkumpulan diorganisasi pada tahun 1869 untuk memperteguh para remaja putri dalam pengertian injil dan tekad mereka untuk hidup hemat. Pada tahun 1875, perkumpulan serupa dibentuk untuk mengajar para remaja putra dan memberi mereka pengalaman kepemimpinan.

Menyadari bahwa Sion tidak dapat dibangun tanpa para sister, Presiden Young membentuk kembali Lembaga Pertolongan pada tahun 1867 sebagaimana telah diorganisasi di Nauvoo oleh Nabi Joseph Smith. Kaum wanita membantu para uskup dalam menyediakan bantuan bagi yang miskin dan menderita, menganjurkan keluarga- keluarga untuk membuat sendiri di rumah apa pun yang mereka perlukan, saling mengajarkan injil, dan mengawasi pengajaran kaum remaja putri dan anak-anak.

Menjelang tahun-tahun terakhir hidupnya, Presiden Young menertibkan kuorum-kuorum imamat. Ia memecah dan mengorganisasi kembali wilayah-wilayah, meningkatkan jumlah wilayah dari delapan menjadi delapan belas. Ia membimbing organisasi kuorum penatua dan memberi petunjuk kepada para penatua dalam tanggungjawab duniawi serta rohani mereka. Ia menekankan lingkungan sebagai unit setempat utama dari kegiatan Gereja dan meluaskan peran uskup sebagai pimpinan dari lingkungan. Para anggota Kuorum Dua belas yang selama itu mengawasi unit-unit setempat, dibebaskan dari jabatan tersebut agar mereka dapat melaksanakan pemanggilan mereka sebagai saksi istimewa Yesus Kristus kepada bangsa-bangsa. Pada saat kematiannya tanggai 29 Agustus 1877, Gereja telah diorganisasi sebagaimana dikenal kebanyakan Orang Suci dewasa ini.

Tekad Presiden Young untuk membangun Sion melalui kolonisasi, usaha ekonomi, tatacara kudus bait suci dan organisasi keimamatan tercermin pada khotbah-khotbahnya. Tidak satu khotbah pun dapat menangkap kelengkapan penglihatannya. Pada akhir suatu ceramahnya ia menyatakan, ”Dari keseluruhan Injil yang Agung ini, saya baru mengungkapkan sebagian kecil,” (MSS, 15:49). Ia percaya bahwa kegenapan injil hanya dapat diajarkan sedikit demi sedikit, baris demi baris. ”Injil Putra Allah”, katanya, ”… adalah dari kekekalan sampai kekekalan. Ketika penglihatan alam pikiran dibuka, anda dapat melihat sebagian besar darinya, tetapi anda melihatnya seperti seorang pembicara yang melihat wajah-wajah jemaah. Melihat dan bicara dengan setiap orang secara terpisah dan berharap dapat kenal baik dengan mereka, hanya menghabiskan lima menit per orang akan memakan terlalu banyak waktu, ini tidak mudah dilakukan. Demikian pula halnya dengan penglihatan kekekalan; kita dapat melihat dan memahami, tetapi sukar menceritakannya” (DNW, 26 Okt. 1864, 2). Melalui ajarannya dan kepemimpinannya, Presiden Brigham Young selalu berusaha menolong Orang-orang Suci untuk melihat dan mengerti kebenaran kekal injil.

Kehidupan Brigham Young berpusat pada mengajarkan injil serta membangun dan mendukung kerajaan Allah. ”Kerajaan surga adalah hal yang paling utama dan penting bagi kita,” katanya kepada Orang-orang Suci (DNW, 27 Juli 1864, 2).

Mungkin uraian terbaik yang pernah diberikan mengenai kepemimpinan Presiden Young ialah dari para Rasul yang melayani pada saat kematiannya; ”Selama tiga puluh tahun masa kepemimpinannya atas Gereja, sejak Joseph Smith mati syahid, lututnya tidak pernah bergetar, tangannya tidak pernah gemetar; ia tidak pernah bimbang atau ciut nyali. Betapa besar pun ancaman keadaan atau lingkungan, ia tidak pernah cemas; tetapi pada saat-saat seperti itu ia memperlihatkan keyakinan dan iman yang sedemikian tenang, dan mengucapkan kata-kata yang begitu membangkitkan semangat, sehingga menghibur dan mendukung semua orang, dan menimbulkan kasih serta kekaguman mereka. Namun Tuhan tidak hanya memberkatinya dengan keberanian, tetapi Ia menganugerahinya kebijaksanaan besar. Nasihat-nasihatnya bila dituruti, mendatangkan keselamatan, dan sebagai organisator dan administrator, tidak ada yang mengunggulinya. …

”Hasil kerjanya telah dimahkotai Tuhan dengan keberhasilan yang paling luar biasa, kata- katanya telah dihormati dan digenapi Tuhan, dan mereka yang mematuhi nasihatnya Ia berkati dan tegakkan. Waktunya akan tiba ketika masa presidensinya atas Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir akan dipandang sebagai suatu zaman dari peristiwa-peristiwa yang amat bagus” (MFP, 2:298).

Saran Belajar

  • Bagaimana Brigham Young sampai mengetahui bahwa Gereja benar?

  • Bagaimana kerelaan Brigham Young untuk patuh dan berkorban membantunya membangun dan membela kerajaan Allah?

  • Apa yang dapat dipelajari para anggota Gereja sekarang mengenai pendukungan Brigham Young secara tetap kepada Nabi Joseph Smith?

  • Apa saja peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Brigham Young yang menyiapkannya menjadi pemimpin Gereja? Bagaimana cara Tuhan menyiapkan kita masing-masing untuk melayani dalam kerajaan Allah?

  • Apa yang dinyatakan Presiden Young, merupakan tujuan tertentu bagi pengumpulan Orang-orang Suci? Dengan cara apa Presiden Young membangun Kerajaan Allah?

  • Menurut Brigham Young apakah ”Pemerintahan Putra Allah?” Bagaimana Presiden Young meningkatkan keimamatannya?

  • Apa yang diperlukan untuk ”membangkitkan suatu angkatan pria dan wanita yang akan mengasihi dan mempertahankan kebenaran di bumi”? Apa yang dilakukan Brigham Young untuk melaksanakan ini? Mengapa hal ini sedemikian penting dewasa ini?

  • Bagaimana Presiden Young membantu para Orang Suci melihat dan mengerti kebenaran kekal injil? Mengapa menurut anda ada manfaatnya untuk mempelajari dan merenungkan ajaran Brigham Young selama dua tahun mendatang?

Gambar
President Brigham Young

Presiden Young sekitar tahun 1847-50. “Saya ingin menyerukan dan menderukan injil kepada bangsa-bangsa. Injil ini membara dalam tulang-tulang saya bagaikan api di dalam sekam … Tidak ada yang dapat memuaskan diri saya kecuali menyerukan kepada dunia luar apa yang sedang dikerjakan Tuhan pada zaman akhir” (DNW, 24 Agu. 1854, 1).

Gambar
pioneers crossing river

Pelukisan seniman mengenai Orang-orang Suci menyeberangi sungai Mississippi yang beku ketika meninggalkan Nauvoo, Dlinois, pada bulan Pebruari 1846.