2007
Kuasa Penyembuhan dari Pengampunan
Mei 2007


Kuasa Penyembuhan dari Pengampunan

Jika kita dapat menemukan pengampunan di dalam hati kita bagi mereka yang telah menyebabkan kita terluka dan sakit, kita akan naik ke tingkat yang lebih tinggi dalam penghargaan diri dan kesejahteraan diri.

Gambar

Saudara-saudara dan teman-teman yang terkasih, saya datang di hadapan Anda dengan kerendahan hati dan penuh doa. Saya ingin berbicara mengenai kuasa penyembuhan dari pengampunan.

Di bukit Pennsylvania yang indah sekelompok orang Kristen yang beriman menjalani kehidupan yang sederhana tanpa mobil, listrik, atau mesin modern. Mereka bekerja keras dan menjalani kehidupan yang tenang dan damai terpisah dari dunia. Kebanyakan dari makanan mereka berasal dari ladang mereka sendiri. Para wanita menjahit dan merajut serta menenun pakaian mereka, yang sopan dan sederhana. Mereka dikenal sebagai orang-orang Amish.

Seorang sopir truk susu berusia 32 tahun tinggal bersama keluarganya di lingkungan Pertambangan Nickel mereka. Dia bukan orang Amish, tetapi jalur pengambilannya membawanya ke banyak penghasil susu orang-orang Amish, dan dia menjadi dikenal sebagai pengantar susu yang tenang. Bulan Oktober lalu tiba-tiba dia kehilangan kesadaran dan kendali dirinya. Dalam pikirannya yang tersiksa dia mempersalahkan Tuhan atas kematian anak pertamanya dan kenangan-kenangan yang belum terbukti kebenarannya. Dia membuat keributan di sekolah Amish tanpa alasan. Melepaskan para pemuda dan orang dewasa, dan mengikat 10 gadis. Dia menembak para gadis itu, membunuh lima orang dan melukai lima orang. Kemudian dia mengakhiri hidupnya sendiri.

Kekerasan yang mengejutkan ini menyebabkan kepedihan yang mendalam di antara orang-orang Amish tetapi bukan kemarahan. Ada sakit hati namun bukan kebencian. Pengampunan mereka terjadi dengan segera. Bersama-sama mereka mulai menjangkau keluarga pengantar susu yang menderita ini. Sewaktu keluarga pengantar susu itu berkumpul di rumahnya sehari setelah penembakan, seorang tetangga warga Amish datang, merangkul ayah lelaki bersenjata yang mati itu, dan mengatakan, “Kami akan mengampuni Anda.”1 Para pemimpin Amish mengunjungi istri pengantar susu dan anak-anaknya untuk memberikan rasa simpati mereka, pengampunan mereka, bantuan mereka, dan kasih mereka. Sekitar setengah dari orang-orang yang berkabung di pemakaman pengantar susu adalah orang-orang Amish. Sebaliknya, orang-orang Amish mengundang keluarga pengantar susu untuk menghadiri upacara pemakaman para gadis yang telah terbunuh. Kedamaian yang luar biasa menyelimuti orang-orang Amish ketika iman mereka menopang mereka selama krisis ini.

Seorang penduduk setempat dengan eloknya menyimpulkan tragedi ini ketika dia mengatakan, “Kita semua berbicara bahasa yang sama, dan bukan hanya bahasa Inggris tetapi bahasa perhatian, bahasa masyarakat, dan bahasa pelayanan. Dan, ya, bahasa pengampunan.”2 Itu merupakan suatu pencurahan yang menakjubkan dari iman mereka yang dalam atas ajaran-ajaran Tuhan dalam Khotbah di Bukit: “Berbuat baiklah kepada mereka yang membenci kamu, dan berdoalah untuk mereka yang iri hati kepada kamu.”3

Keluarga pengantar susu yang membunuh lima gadis mengeluarkan pernyataan berikut kepada khalayak umum:

Kepada teman-teman Amish, tetangga, dan masyarakat setempat:

Keluarga kami ingin Anda masing-masing mengetahui bahwa kami dipenuhi dengan pengampunan, keramahan, dan kemurahan hati yang telah Anda berikan kepada kami. Kasih Anda bagi keluarga kami telah membantu menyediakan kesembuhan yang sangat kami perlukan. Doa, bunga, kartu, dan hadiah yang telah Anda berikan telah menyentuh hati kami dengan cara yang tidak dapat diuraikan. Belas kasih Anda telah menjangkau kepada keluarga kami, masyarakat kami, dan mengubah dunia kami, dan untuk ini kami sungguh-sungguh berterima kasih.

Ketahuilah bahwa hati kami telah hancur dengan apa yang telah terjadi. Kami sangat berduka bagi semua tetangga Amish yang kami kasihi dan akan terus kasihi. Kami tahu bahwa ada banyak hari yang sulit untuk semua keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih, dan karenanya kami akan terus menaruh harapan dan kepercayaan kami kepada Tuhan untuk semua penghiburan, sewaktu kami semua berusaha untuk membangun kehidupan kami.”4

Bagaimana mungkin semua kelompok orang Amish memperlihatkan ungkapan pengampunan semacam itu? Itu karena iman mereka kepada Tuhan dan percaya kepada firman-Nya, yang merupakan bagian dari sifat-sifat dalam diri mereka. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai murid-murid Kristus dan ingin mengikuti teladan-Nya.

Mendengarkan tragedi ini, banyak orang mengirimkan uang kepada orang-orang Amish untuk membiayai perawatan kesehatan kelima gadis yang selamat dan membiayai pemakaman kelima gadis yang terbunuh. Sebagai pernyataan lebih lanjut dari kemuridan mereka, orang-orang Amish memutuskan untuk membagikan sejumlah uang kepada janda pengantar susu itu dan ketiga anaknya karena mereka juga adalah korban dari tragedi yang mengerikan ini.

Pengampunan tidak selalu terjadi seketika sebagaimana yang dialami orang-orang Amish. Ketika anak-anak yang tidak berdosa dianiaya atau dibunuh, kebanyakan dari kita tidak berpikir dahulu mengenai pengampunan. Tanggapan alami kita adalah kemarahan. Kita bahkan mungkin merasa membenarkan diri untuk “membalas” kepada orang yang menimbulkan luka pada diri kita atau keluarga kita.

Dr. Sidney Simon, seorang ahli yang dikenal dalam hal nilai-nilai realisasi, telah menyediakan definisi yang baik tentang pengampunan karena hal itu berlaku dalam hubungan manusia:

“Pengampunan adalah membebaskan dan menempatkan untuk penggunaan yang lebih baik energi yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan dendam, melindungi kebencian, dan merawat luka yang tak tersembuhkan. Pengampunan adalah menemukan kembali kekuatan yang senantiasa kita miliki dan meletakkan kembali kemampuan kita yang tak terbatas untuk memahami dan menerima orang lain serta diri sendiri.”5

Kebanyakan dari kita memerlukan waktu untuk mengatasi rasa sakit dan kehilangan. Kita dapat menemukan semua bentuk alasan untuk menunda pengampunan. Salah satu alasan ini adalah menunggu orang yang bersalah untuk bertobat sebelum kita mengampuni mereka. Namun penundaan semacam itu menyebabkan kita kehilangan kedamaian dan kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kita. Kesalahan dari terus menerus memikirkan luka lama tidak membawa kebahagiaan.

Ada orang yang mendendam seumur hidup, tidak menyadari bahwa dengan berani mengampuni mereka yang telah bersalah kepada kita adalah menyembuhkan dan mengobati.

Pengampunan datang dengan lebih mudah ketika, seperti orang-orang Amish, kita memiliki iman kepada Tuhan dan percaya kepada firman-Nya. Iman semacam itu “memungkinkan orang untuk menahan kejahatan umat manusia. Iman juga memungkinkan orang untuk memikirkan orang lain. Yang lebih penting lagi, iman memungkinkan mereka untuk mengampuni.”6

Kita semua menderita luka dari pengalaman-pengalaman yang kelihatannya tidak memiliki sebab atau alasan. Kita tidak dapat mengerti atau menjelaskannya. Kita mungkin tidak tahu mengapa hal-hal terjadi dalam kehidupan ini. Alasan untuk beberapa penderitaan kita hanya diketahui oleh Tuhan. Tetapi karena itu terjadi hal itu harus ditanggung. Presiden Howard W. Hunter mengatakan bahwa “Tuhan tahu apa yang kita tidak tahu dan melihat apa yang kita tidak lihat.”7

Presiden Brigham Young membagikan pengetahuan luar biasa ini bahwa setidaknya beberapa dari penderitaan kita memiliki tujuan ketika dia mengatakan: “Setiap bencana yang dapat menimpa manusia fana akan diizinkan untuk menimpa beberapa orang, untuk mempersiapkan mereka menikmati hadirat Tuhan …. Setiap pencobaan dan pengalaman yang telah Anda lalui adalah penting bagi keselamatan Anda.”8

Jika kita dapat menemukan pengampunan di dalam hati kita bagi mereka yang telah menyebabkan kita terluka dan sakit, kita akan naik ke tingkat yang lebih tinggi dalam penghargaan diri dan kesejahteraan diri. Beberapa kajian terkini menunjukkan bahwa orang yang diajar untuk mengampuni menjadi “tidak suka marah, lebih memiliki pengharapan, tidak tertekan, tidak cemas, tidak tegang,” yang menuntun kepada kesejahteraan jasmani yang lebih besar.9 Kajian-kajian lainnya menyimpulkan “bahwa pengampunan adalah sebuah hadiah kebebasan yang orang-orang dapat berikan kepada diri mereka sendiri.”10

Di zaman kita Tuhan telah memperingatkan kita, “Hendaknya kamu saling mengampuni …” dan kemudian membuatnya penting ketika Dia mengatakan, “Aku, Tuhan, akan mengampuni orang yang hendak Aku ampuni, tetapi daripadamu diminta untuk mengampuni semua orang.”11

Seorang sister yang telah mengalami perceraian yang menyakitkan menerima beberapa nasihat yang baik dari uskupnya: “Sediakan tempat di hati Anda untuk pengampunan, dan ketika hal itu datang, sambutlah masuk ke dalamnya.”12 Bagi orang-orang Amish, itu sudah ada karena “pengampunan adalah unsur ‘sepenuh hati’ dari agama [mereka].”13 Teladan pengampunan mereka merupakan ungkapan yang luhur dari kasih umat Kristen.

Di Salt Lake City ini tahun 1985, Uskup Steven Christensen meskipun bukan karena kesalahannya sendiri , telah dibunuh secara kejam dan tidak masuk akal dengan sebuah bom yang ditujukan untuk mengambil nyawanya. Dia adalah anak lelaki Mac dan Joan Christensen, suami Terri, dan ayah dari empat anak. Dengan persetujuan orang tuanya saya membagikan apa yang mereka petik dari pengalaman ini. Setelah kematiannya yang mengerikan, media surat kabar memberitakan mengenai anggota keluarga Christensen tanpa henti. Dalam satu kesempatan media ini menyinggung perasaan salah satu anggota keluarga ini dengan masalah bahwa ayah Steven, Mac, telah mengendalikannya. Mac kemudian berpikir, “ Hal ini akan merusak keluarga saya jika kami tidak mengampuni. Kesengitan dan rasa benci tidak akan pernah berakhir jika kami tidak mengeluarkannya dari hati kami.” Kesembuhan dan kedamaian datang ketika keluarga membersihkan hati mereka dari kemarahan, dan mampu memaafkan lelaki yang mengambil nyawa anak lelaki mereka.

Baru-baru ini kami memiliki dua tragedi lain di Utah yang memperlihatkan iman dan kuasa penyembuhan dari pengampunan. Gary Ceran, yang istri dan dua anaknya terbunuh pada Malam Natal ketika kendaraan mereka ditabrak sebuah truk, segera menyatakan pengampunan dan keprihatinannya kepada sopir yang terbukti mabuk. Bulan Februari yang lalu, ketika sebuah mobil menabrak kendaraan Uskup Christopher Williams, dia memiliki keputusan yang harus diambil dan itu adalah untuk “mengampuni tanpa syarat” sopir yang telah menyebabkan kecelakaan agar proses penyembuhan tak terhalangi.14

Apa yang kita semua dapat pelajari dari pengalaman-pengalaman ini? Kita perlu mengakui dan mengenali perasaan-perasaan amarah. Akan diperlukan kerendahan hati untuk melakukan ini, tetapi jika kita mau berlutut dan memohon kepada Bapa Surgawi bagi perasaan pengampunan, Dia akan membantu kita. Tuhan menghendaki kita “untuk mengampuni semua orang”15 demi kebaikan kita sendiri karena “rasa benci menghalangi pertumbuhan rohani.”16 Hanya ketika kita membersihkan diri kita dari kebencian dan kegetiran Tuhan memberikan ketenangan ke dalam hati kita, seperti yang Dia lakukan kepada masyarakat Amish, keluarga Christensen, Ceran, dan William.

Tentu saja, masyarakat perlu dilindungi dari kejahatan-kejahatan keras karena “belas kasihan tidak dapat merampas keadilan.”17 Uskup William menyampaikan konsep ini dengan baik ketika dia mengatakan “Pengampunan adalah sumber kekuatan. Tetapi tidak meringankan kita dari akibat-akibatnya.”18 Ketika tragedi menimpa, kita sebaiknya tidak menanggapi dengan mencari pembalasan dendam pribadi, melainkan membiarkan keadilan berjalan, dan kemudian membiarkannya pergi. Tidaklah mudah untuk membiarkan pergi dan mengosongkan hati kita dari kebencian yang timbul. Juruselamat telah menawarkan kepada kita semua kedamaian yang indah melalui Kurban Tebusan-Nya tetapi ini bisa datang hanya ketika kita mau membuang perasaan- perasaan negatif akan kemarahan, iri hati, pembalasan dendam. Bagi kita semua yang mengampuni “mereka yang bersalah kepada kita,”19 bahkan mereka yang telah melakukan kejahatan serius, Kurban Tebusan membawa kedamaian dan penghiburan.

Marilah kita mengingat bahwa kita perlu mengampuni agar diampuni. Dalam lirik dari salah satu lagu rohani favorit saya, “O, ampunilah orang lain/ Seperti engkau ingin diampuni.”20 Dengan sepenuh hati dan jiwa saya, saya percaya akan kuasa penyembuhan yang dapat datang kepada kita sewaktu kita mengikuti nasihat Juruselamat “untuk mengampuni semua orang.”21 Dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. Dalam Joan Kern, “A Community Cries,” Lancaster New Era, Oktober 4, 2006, A8.

  2. Dalam Helen Colwell Adams, “After That Tragic Day, a Deeper Respect among English, Amish?” Sunday News, Oktober 15, 2006, A1.

  3. Matius 5:44.

  4. ”Amish Shooting Victims,” www.800padutch .com/amishvictims.shtml.

  5. Dengan Suzanne Simon, www.wisdom quotes.com. Forgiveness: How to Make Peace with Your Past and Get On with Your Life (1990), 19.

  6. Marjorie Cortez, “Amish Response to Tragedy Is Lesson in Faith, Forgiveness,” Deseret Morning News, 2 Januari 2007, A13.

  7. “The Opening and Closing of Doors,” Ensign, November 1987, 60.

  8. Discourses of Brigham Young, diseleksi oleh John A. Widtsoe (1954), 345.

  9. Fred Luskin, dalam Carrie A. Moore, “Learning to Forgive,” Deseret Morning News, 7 Oktober 2006, E1.

  10. Jay Evensen, “Forgiveness Is Powerful but Complex,” Deseret Morning News, 4 Februari 2007, G1.

  11. A&P 64:9–10.

  12. “In My Journey to Forgiving,” Ensign, Februari 1997, 43.

  13. Donald Kraybill, dalam Colby Itkowitz, “Flowers, Prayers, Songs: Families Meet at Roberts’ Burial,” Intelligence Journal, 9 Oktober 2006, A1.

  14. Lihat Pat Reavy, “Crash Victim Issues a Call for Forgiveness,” Deseret Morning News, 13 Februari 2007, A1.

  15. A&P 64:10.

  16. Orson F. Whitney, Gospel Themes (1914), 144.

  17. Lihat Alma 42:25.

  18. Dalam Deseret Morning News, 13 Februari 2007, A8.

  19. TJS terhadap Matius 6:13.

  20. ”Reverently and Meekly Now,” Hymns, no. 185.

  21. A&P 64:10.