Institut
5 Semuanya Telah Hilang


“Semuanya Telah Hilang,” bab 5 dari Para Orang Suci: Kisah Gereja Yesus Kristus di Zaman Akhir, Volume 1, Standar Kebenaran, 1815-1846 (2018)

Bab 5: “Semuanya Telah Hilang”

BAB 5

Semuanya Telah Hilang

Gambar
Halaman-Halaman yang Diterjemahkan

Setelah Joseph membawa pulang lempengan-lempengan emas itu, para pencari harta karun mencoba selama berminggu-minggu untuk mencurinya. Untuk menjaga agar catatan itu tetap aman, dia harus memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain, menyembunyikan lempengan-lempengan itu di bawah perapian, di bawah lantai toko ayahnya, dan tumpukan gandum. Dia tidak akan pernah membiarkan penjagaannya lengah.

Para tetangga yang penasaran mampir ke rumah dan memintanya untuk menunjukkan catatan itu kepada mereka. Joseph selalu menolak, bahkan ketika seseorang menawarkan untuk membayarnya. Dia bertekad untuk memelihara lempengan-lempengan itu, percaya pada janji Tuhan bahwa jika dia melakukan semua yang dia bisa, lempengan-lempengan itu akan dilindungi.1

Gangguan-gangguan ini sering membuatnya tidak memeriksa lempengan-lempengan itu dan belajar lebih banyak tentang Urim dan Tumim. Dia tahu penerjemah itu seharusnya membantunya menerjemahkan lempengan-lempengan, tetapi dia tidak pernah menggunakan batu pelihat untuk membaca bahasa kuno. Dia sangat ingin memulai pekerjaannya, namun tidak jelas baginya bagaimana melakukannya.2

Saat Joseph menelaah lempengan-lempengan itu, seorang pemilik tanah terhormat di Palmyra bernama Martin Harris menjadi tertarik pada karyanya. Martin cukup tua untuk menjadi ayah Joseph dan terkadang mempekerjakan Joseph untuk membantu menggarap tanahnya. Martin telah mendengar tentang lempengan-lempengan emas namun tidak banyak memikirkannya sampai ibu Joseph mengundangnya untuk mengunjungi putranya.3

Joseph sedang bekerja di luar ketika Martin mampir, jadi dia menanyai Emma dan para anggota keluarga lainnya tentang lempengan-lempengan itu. Ketika Joseph tiba di rumah, Martin menangkap lengannya dan meminta lebih banyak perincian. Joseph menceritakan kepadanya tentang lempengan-lempengan emas dan instruksi Moroni untuk menerjemahkan dan menerbitkan tulisan yang terdapat di atasnya.

“Jika itu pekerjaan iblis,” kata Martin, “saya tidak ada hubungannya dengan itu.” Tetapi jika itu adalah pekerjaan Tuhan, dia ingin membantu Joseph memberitakannya ke seluruh dunia.

Joseph mengizinkan Martin untuk mengangkat lempengan-lempengan dalam kotak terkunci. Martin dapat mengetahui ada sesuatu yang berat di sana, tetapi dia tidak yakin itu adalah satu set lempengan-lempengan emas. “Anda tidak boleh menyalahkan saya karena tidak memercayai kata-kata Anda,” katanya kepada Joseph.

Ketika Martin pulang setelah tengah malam, dia merangkak ke kamarnya dan berdoa, berjanji kepada Allah untuk memberikan semua yang dia miliki jika dia dapat mengetahui bahwa Joseph sedang melakukan pekerjaan ilahi.

Saat dia berdoa, Martin merasakan sebuah suara kecil yang lembut berbicara kepada jiwanya. Dia kemudian tahu bahwa lempengan-lempengan itu berasal dari Allah—dan dia tahu bahwa dia harus membantu Joseph membagikan pesannya.4


Pada akhir 1827, Emma mengetahui bahwa dia hamil dan menulis surat kepada orangtuanya. Sudah hampir setahun sejak dia dan Joseph menikah, dan ayah dan ibunya masih tidak senang. Tetapi keluarga Hale setuju untuk mengizinkan pasangan muda itu kembali ke Harmony agar Emma bisa melahirkan di dekat keluarganya.

Meski itu akan membawanya pergi dari orangtua dan saudara kandungnya sendiri, Joseph sangat ingin pergi. Orang-orang di New York masih berusaha mencuri lempengan-lempengan, dan pindah ke tempat baru bisa memberikan kedamaian dan privasi yang dia butuhkan untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Sayangnya, dia berutang dan tidak punya uang untuk pindah.5

Berharap untuk mengatasi keuangannya, Joseph pergi ke kota untuk melunasi sebagian dari utangnya. Saat berada di sebuah toko untuk melakukan pembayaran, Martin Harris melangkah mendekatinya. “Ini, Tn. Smith, lima puluh dolar,” dia berkata. “Saya memberikannya kepada Anda untuk melakukan pekerjaan Tuhan.”

Joseph merasa gugup menerima uang itu dan berjanji akan mengembalikannya, tetapi Martin mengatakan untuk tidak mengkhawatirkannya. Uang itu adalah hadiah, dan dia meminta semua orang di ruangan itu untuk menyaksikan bahwa dia telah memberikannya secara cuma-cuma.6

Segera setelah itu, Joseph membayar utangnya dan memuati kereta wagonnya. Dia dan Emma lalu pergi ke Harmony dengan lempengan-lempengan emas disembunyikan di dalam tong kacang merah.7


Pasangan tersebut tiba di rumah luas keluarga Hale sekitar seminggu kemudian.8 Tak lama kemudian, ayah Emma meminta untuk melihat lempengan-lempengan emasnya, tetapi Joseph mengatakan bahwa dia hanya bisa menunjukkan kepadanya kotak tempat dia menyimpannya. Dengan kesal, Isaac mengambil kotak terkunci itu dan merasakan bobotnya, namun dia tetap skeptis. Dia mengatakan bahwa Joseph tidak dapat menyimpannya di rumah kecuali jika dia menunjukkan kepadanya apa yang ada di dalamnya.9

Dengan keberadaan ayah Emma di situ, menerjemahkannya tidak akan mudah, tetapi Joseph mencoba yang terbaik. Dibantu oleh Emma, dia menyalin banyak karakter-karakter aneh dari lempengan-lempengan ke kertas.10 Kemudian, selama beberapa minggu, dia mencoba menerjemahkannya dengan Urim dan Tumim. Proses tersebut mengharuskan dia melakukan lebih dari sekadar melihat pada alat tafsir. Dia harus rendah hati dan menjalankan iman saat dia mempelajari karakter-karakter itu.11

Beberapa bulan kemudian, Martin datang ke Harmony. Dia mengatakan bahwa dia merasa dipanggil oleh Tuhan untuk melakukan perjalanan sejauh New York City untuk berkonsultasi dengan para ahli dalam bahasa kuno. Dia berharap mereka bisa menerjemahkan karakter-karakter itu.12

Joseph menyalin beberapa karakter lagi dari lempengan-lempengan, menuliskan terjemahannya, dan menyerahkan kertas itu kepada Martin. Dia dan Emma kemudian melihat saat teman mereka menuju ke timur untuk berkonsultasi dengan para ilmuwan terkemuka.13


Ketika Martin tiba di New York City, dia pergi menemui Charles Anthon, seorang profesor bahasa Latin dan Yunani di Columbia College. Profesor Anthon adalah seorang anak muda—sekitar lima belas tahun lebih muda dari Martin—dan terkenal karena menerbitkan ensiklopedia populer tentang budaya Yunani dan Romawi. Dia juga mulai mengumpulkan cerita-cerita tentang Indian Amerika.14

Anthon adalah seorang ilmuwan kaku yang membenci interupsi, tetapi dia menyambut Martin dan mempelajari karakter dan terjemahan yang diberikan Joseph.15 Meskipun profesor tersebut tidak mengenal bahasa Mesir, dia telah membaca beberapa penelitian tentang bahasa tersebut dan tahu seperti apa bentuknya. Melihat karakter-karakter itu, dia melihat beberapa kesamaan dengan bahasa Mesir dan mengatakan kepada Martin bahwa terjemahannya benar.

Martin menunjukkan kepadanya lebih banyak karakter, dan Anthon memeriksanya. Dia mengatakan bahwa itu berisi karakter-karakter dari banyak bahasa kuno dan memberi Martin sertifikat untuk memverifikasi keasliannya. Dia juga merekomendasikan agar dia menunjukkan karakter tersebut kepada ilmuwan lain bernama Samuel Mitchill, yang biasa mengajar di Columbia.16

“Dia sangat terpelajar dalam bahasa-bahasa kuno ini,” kata Anthon, “dan saya tidak ragu lagi dia akan bisa memberi Anda beberapa kepuasan.”17

Martin meletakkan sertifikat di sakunya, tetapi saat dia hendak pergi, Anthon memanggilnya kembali. Dia ingin tahu bagaimana Joseph menemukan lempengan-lempengan emas.

“Seorang malaikat Allah,” kata Martin, “mengungkapkannya kepada dia.” Dia bersaksi bahwa terjemahan dari lempengan-lempengan itu akan mengubah dunia dan menyelamatkannya dari kehancuran. Dan sekarang setelah dia membuktikan keasliannya, dia berniat menjual tanah pertaniannya dan menyumbangkan uang untuk menerbitkan terjemahannya.

“Izinkan saya melihat sertifikat itu,” Anthon berkata.

Martin meraih ke sakunya dan memberikannya kepadanya. Anthon merobeknya sampai berkeping-keping dan mengatakan bahwa tidak ada yang namanya malaikat pelayanan. Jika Joseph ingin lempengan-lempengan tersebut diterjemahkan, dia bisa membawanya ke Columbia dan membiarkan seorang ilmuwan untuk menerjemahkannya.

Martin menjelaskan bahwa bagian dari lempengan-lempengan itu dimeteraikan dan bahwa Joseph tidak diizinkan untuk menunjukkannya kepada siapa pun.

“Saya tidak dapat membaca sebuah kitab yang termeterai,” kata Anthon. Dia memperingatkan Martin bahwa Joseph mungkin menipu dia. “Waspadalah terhadap penipu,” dia berkata.18

Martin meninggalkan Profesor Anthon dan pergi ke Samuel Mitchill. Dia menerima Martin dengan sopan, mendengarkan ceritanya, dan melihat karakter-karakter itu dan terjemahannya. Dia tidak bisa memahaminya, tetapi dia mengatakan bahwa itu mengingatkan dia pada tulisan Mesir kuno dan merupakan tulisan tentang sebuah bangsa yang telah punah.19

Martin meninggalkan kota beberapa saat kemudian dan kembali ke Harmony, lebih yakin dari sebelumnya bahwa Joseph memiliki lempengan-lempengan emas kuno dan kuasa untuk menerjemahkannya. Dia memberi tahu Joseph tentang wawancaranya dengan para profesor dan beralasan bahwa jika beberapa pria paling berpendidikan di Amerika tidak dapat menerjemahkan buku tersebut, Joseph harus melakukannya.

“Saya tidak bisa,” Joseph berkata, kewalahan oleh tugas itu, “karena saya tidak terpelajar.” Namun dia tahu Tuhan telah menyiapkan alat tafsir agar dia bisa menerjemahkan lempengan-lempengan itu.20

Martin setuju. Dia berencana untuk kembali ke Palmyra, mengurus bisnisnya, dan kembali sesegera mungkin untuk melayani sebagai juru tulis Joseph.21


Pada bulan April 1828, Emma dan Joseph tinggal di sebuah rumah di sepanjang Sungai Susquehanna, tidak jauh dari rumah orangtuanya.22 Sekarang sepanjang kehamilannya, Emma sering bertindak sebagai juru tulis Joseph setelah dia mulai menerjemahkan catatan itu. Suatu hari, saat dia menerjemahkan, Joseph tiba-tiba menjadi pucat. “Emma, apakah Yerusalem memiliki tembok di sekelilingnya?” dia bertanya.

“Ya,” dia berkata, mengingat deskripsi tentang hal itu dalam Alkitab.

“Oh,” kata Joseph lega, “Saya khawatir saya telah tertipu.”23

Emma kagum bahwa kurangnya pengetahuan suaminya dalam sejarah dan tulisan suci tidak menghalangi terjemahannya. Joseph hampir tidak bisa menulis surat yang koheren. Namun jam demi jam dia duduk di sampingnya sementara dia mendiktekan catatan itu tanpa bantuan buku atau manuskrip apa pun. Dia tahu hanya Allah yang bisa mengilhami dia untuk menerjemahkan seperti yang dia lakukan.24

Pada waktunya, Martin kembali dari Palmyra dan mengambil alih sebagai juru tulis, memberi Emma kesempatan untuk beristirahat sebelum melahirkan bayinya.25 Tetapi istirahat pun tidak mudah. Istri Martin, Lucy, bersikeras untuk ikut bersamanya ke Harmony, dan pasangan itu memiliki kepribadian yang kuat.26 Lucy curiga akan keinginan Martin untuk mendukung Joseph secara finansial dan marah karena telah pergi ke New York City tanpa mengajak dia. Ketika Martin mengatakan kepadanya bahwa dia akan pergi ke Harmony untuk membantu dengan penerjemahan, Lucy memutuskan untuk pergi bersamanya, bertekad untuk melihat lempengan-lempengan.

Lucy kehilangan pendengarannya, dan saat dia tidak mengerti apa yang orang katakan, terkadang dia mengira mereka sedang mengkritiknya. Dia juga memiliki sedikit rasa privasi. Setelah Joseph menolak menunjukkan lempengan-lempengan kepadanya, dia mulai mencarinya di rumah itu, mengaduk-aduk peti, lemari, dan koper keluarga. Joseph tidak punya banyak pilihan selain menyembunyikan lempengan-lempengan di hutan.27

Lucy segera meninggalkan rumah dan menginap di rumah seorang tetangga. Emma memperoleh peti dan lemarinya kembali, tetapi sekarang Lucy memberi tahu tetangganya bahwa Joseph berusaha mengincar uang Martin. Setelah berminggu-minggu menyebabkan masalah, Lucy pulang ke Palmyra.

Dengan ketenangan kembali pulih, Joseph dan Martin menerjemahkan dengan cepat. Joseph tumbuh dalam peranan ilahinya sebagai pelihat dan pewahyu. Melihat ke dalam penerjemah atau batu pelihat lainnya, dia bisa menerjemahkan baik lempengan-lempengan yang berada di depannya atau yang dibungkus dengan salah satu kain linen Emma di atas meja.28

Sepanjang bulan April, Mei, dan awal Juni, Emma mendengarkan irama Joseph yang mendiktekan catatan tersebut.29 Dia berbicara pelan tetapi jelas, terkadang berhenti sejenak untuk menunggu Martin mengatakan “tertulis” setelah dia menulis apa yang telah Joseph katakan.30 Emma juga bergiliran sebagai juru tulis dan takjub bagaimana setelah interupsi dan jeda, Joseph selalu bisa melanjutkan tanpa ada petunjuk.31

Segera tiba saatnya bayi Emma lahir. Tumpukan halaman manuskrip menjadi semakin tebal, dan Martin yakin bahwa jika dia bisa mengizinkan istrinya membaca terjemahannya, dia akan melihat nilainya dan berhenti mencampuri pekerjaan mereka.32 Dia juga berharap Lucy akan senang dengan bagaimana dia menghabiskan waktu dan uangnya untuk membantu mendatangkan firman Tuhan.

Suatu hari, Martin meminta izin Joseph untuk membawa manuskrip itu ke Palmyra selama beberapa minggu.33 Mengingat bagaimana Lucy Harris bertindak saat mengunjungi rumahnya, Joseph berhati-hati mengenai gagasan tersebut. Namun dia ingin menyenangkan Martin, yang telah memercayainya saat begitu banyak orang lain meragukan perkataannya.34

Tidak yakin apa yang harus dilakukan, Joseph berdoa untuk bimbingan, dan Tuhan memberitahunya untuk tidak mengizinkan Martin mengambil halaman-halaman itu.35 Tetapi Martin yakin menunjukkannya kepada istrinya akan mengubah keadaan, dan dia memohon kepada Joseph untuk bertanya lagi. Joseph melakukannya, tetapi jawabannya tetap sama. Martin mendesak dia agar bertanya untuk ketiga kalinya, bagaimanapun, dan kali ini Tuhan membiarkan mereka melakukan sesuka hati mereka.

Joseph memberi tahu Martin bahwa dia bisa membawa halaman itu selama dua minggu jika dia berjanji untuk membiarkannya terkunci dan hanya menunjukkannya kepada anggota keluarga tertentu. Martin membuat janji dan kembali ke Palmyra, manuskrip di tangan.36

Setelah Martin pergi, Moroni menampakkan diri kepada Joseph dan mengambil alat tafsir itu darinya.37


Sehari setelah kepergian Martin, Emma mengalami persalinan yang menyiksa dan melahirkan seorang anak lelaki. Bayi itu lemah dan sakit-sakitan dan tidak hidup lama. Cobaan tersebut membuat Emma secara fisik terkuras dan hancur secara emosional, dan untuk sementara sepertinya dia juga akan mati. Joseph merawatnya terus-menerus, tidak pernah meninggalkannya lama.38

Setelah dua minggu, kesehatan Emma mulai membaik, dan pikirannya beralih ke Martin dan manuskripnya. “Saya merasa sangat tidak nyaman,” katanya kepada Joseph, “sehingga saya tidak dapat beristirahat dan tidak akan merasa nyaman sampai mengetahui sesuatu tentang apa yang dilakukan Tn. Harris dengan manuskrip itu.”

Dia mendesak Joseph untuk mencari Martin, tetapi Joseph tidak ingin meninggalkannya. “Mintalah ibu saya untuk datang,” dia berkata, “dan dia akan tinggal bersama saya sementara kamu pergi.”39

Joseph naik kereta kuda menuju ke utara. Dia makan dan tidur sedikit selama perjalanan, takut bahwa dia telah menyinggung perasaan Tuhan dengan tidak mendengarkan saat Dia mengatakan untuk tidak membiarkan Martin mengambil manuskrip itu.40

Matahari terbit saat ia tiba di rumah orangtuanya di Manchester. Keluarga Smith sedang menyiapkan sarapan pagi dan mengirimi Martin undangan untuk bergabung dengan mereka. Pada pukul delapan, makanan sudah di atas meja namun Martin tidak datang. Joseph dan keluarganya mulai merasa tidak enak saat mereka menunggunya.

Akhirnya, setelah lebih dari empat jam berlalu, Martin muncul dari kejauhan, berjalan perlahan menuju rumah, matanya terpaku di tanah di depannya.41 Di gerbang dia berhenti sejenak, duduk di pagar, dan menarik topinya ke bawah di atas matanya. Dia kemudian masuk dan duduk untuk makan tanpa berbicara.

Keluarga menyaksikan sementara Martin mengambil peralatan makannya, seolah siap untuk makan, lalu menjatuhkannya. “Saya telah kehilangan jiwa saya!” teriaknya sambil menekan kedua tangannya di pelipisnya. “Saya telah kehilangan jiwa saya.”

Joseph melompat. “Martin, apakah Anda telah kehilangan manuskrip itu?”

“Ya,” Martin berkata. “Sudah hilang, dan saya tidak tahu di mana.”

“Oh, Tuhanku, Tuhanku,” Joseph mengerang sambil mengepalkan tinjunya. “Semuanya telah hilang!”

Dia berjalan mulai mondar-mandir di lantai. Dia tidak tahu harus berbuat apa. “Kembalilah,” perintahnya pada Martin. “Cari lagi.”

“Semuanya sia-sia,” Martin berteriak. “Saya telah mencari di setiap tempat di rumah. Saya bahkan telah merobek dan membuka tempat tidur dan bantal, dan saya tahu itu tidak ada.”

“Haruskah saya kembali ke istri saya dengan kisah seperti itu?” Joseph khawatir kabar tersebut akan membunuhnya. “Dan bagaimana saya akan berdiri di hadapan Tuhan?”

Ibunya mencoba menghiburnya. Dia mengatakan mungkin Tuhan akan mengampuninya jika dia bertobat dengan rendah hati. Namun Joseph terisak-isak sekarang, marah pada dirinya sendiri karena tidak menaati Tuhan untuk pertama kalinya. Dia hampir tidak bisa makan selama sisa hari itu. Dia menginap di malam hari dan berangkat keesokan harinya menuju Harmony.42

Saat Lucy memerhatikannya pergi, hatinya terasa berat. Sepertinya semua yang telah mereka harapkan sebagai sebuah keluarga—semua hal yang membuat mereka bersukacita selama beberapa tahun terakhir—telah lenyap dalam sekejap.43

Catatan

  1. Joseph Smith—History 1:59; Joseph Smith History, 1838–56, volume A-1, 8, dalam JSP, H1:236–38 (draf 2); Lucy Mack Smith, History, 1844–45, book 6, [1]–[2]; Knight, Reminiscences, 3.

  2. Knight, Reminiscences, 3–4; Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [1]–[3]; Joseph Smith History, circa Summer 1832, 1, dalam JSP, H1:11.

  3. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 167–68; Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [3]–[4]; Joseph Smith History, 1838–56, volume A-1, 8, dalam JSP, H1:238 (draf 2). Topik: Para saksi Kitab Mormon

  4. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 168–70.

  5. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 8–9, dalam JSP, H1:238 (draf 2); Knight, Reminiscences, 3; “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 170.

  6. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [6]; Lucy Mack Smith, History, 1845, 121.

  7. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 170.

  8. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 170; Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:240 (draft 2).

  9. Isaac Hale, Affidavit, 20 Maret 1834, dalam “Mormonism,” Susquehanna Register, and Northern Pennsylvanian, Mei 1, 1834, [1].

  10. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:240 (draf 2); Knight, Reminiscences, 3.

  11. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [3]; Joseph Smith History, 1838–56, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:240 (draft 2); “Letter from Elder W. H. Kelley,” Saints’ Herald, 1 Maret 1882, 68; lihat juga Ajaran dan Perjanjian 9:7–8 (Wahyu, April 1829–D, di josephsmithpapers.org).

  12. Joseph Smith History, circa Summer 1832, 5, dalam JSP, H1:15; Knight, Reminiscences, 3. Topik: Book of Mormon Translation

  13. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:238–40 (draf 2); Joseph Smith History, circa Summer 1832, 5, dalam JSP, H1:15.

  14. MacKay, “Git Them Translated,” 98–100.

  15. Bennett, “Read This I Pray Thee,” 192.

  16. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:240 (draf 2); Bennett, Journal, 8 Agustus 1831, dalam Arrington, “James Gordon Bennett’s 1831 Report on ‘The Mormonites,’” 355.

  17. [James Gordon Bennett], “Mormon Religion—Clerical Ambition—Western New York—the Mormonites Gone to Ohio,” Morning Courier and New-York Enquirer, 1 September 1831, [2].

  18. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:240–42 (draf 2); Jennings, “Charles Anthon,” 171–87; Bennett, “Read This I Pray Thee,” 178–216.

  19. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244 (draft 2); Bennett, Journal, 8 Agustus 1831, dalam Arrington, “James Gordon Bennett’s 1831 Report on ‘The Mormonites,’” 355; Knight, Reminiscences, 4. Topik: Konsultasi Martin Harris dengan Ilmuwan

  20. Joseph Smith History, circa Summer 1832, 5, dalam JSP, H1:15; Yesaya 29:11–12; 2 Nefi 27:15–19.

  21. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [8]; Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, Okt. 1, 1879, 289–90.

  22. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244 (draf 2); Isaac Hale, Affidavit, 20 Maret 1834, dalam “Mormonism,” Susquehanna Register, and Northern Pennsylvanian, Mei 1, 1834, [1]; Agreement with Isaac Hale, 6 April 1829, dalam JSP, D1:28–34.

  23. Briggs, “A Visit to Nauvoo in 1856,” 454; see also Edmund C. Briggs to Joseph Smith, 4 Juni 1884, Saints’ Herald, 21 Juni 1884, 396.

  24. Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289–90; Briggs, “A Visit to Nauvoo in 1856,” 454.

  25. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244 (draf 2); Isaac Hale, Affidavit, 20 Maret 1834, dalam “Mormonism,” Susquehanna Register, and Northern Pennsylvanian, 1 Maret 1834, [1].

  26. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [8].

  27. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [3]–[5], [8]–[9].

  28. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [9]–[10]; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289–90.

  29. Dalam sebuah catatan yang mengingatkan, Emma Smith mengatakan bahwa dia bekerja di ruangan yang sama dengan Joseph dan Oliver Cowdery saat mereka menyelesaikan terjemahan pada tahun 1829, dan kemungkinan besar dia juga hadir saat Joseph dan Martin menerjemahkan pada tahun 1828. (Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 290.)

  30. William Pilkington, Affidavit, Cache County, UT, 3 April 1934, dalam William Pilkington, Autobiography and Statements, Church History Library; “One of the Three Witnesses,” Deseret News, 28 Desember 1881, 10.

  31. Briggs, “A Visit to Nauvoo in 1856,” 454; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289–290.

  32. Lihat Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [10]; Joseph Smith History, 1838–56, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244; Joseph Smith History, circa Summer 1832, 5, dalam JSP, H1:15; Knight, Reminiscences, 5; dan Historical Introduction to Preface to the Book of Mormon, circa Aug. 1829, dalam JSP, D1:92–93.

  33. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9, dalam JSP, H1:244 (draf 2); Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [10].

  34. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [10]–[11]; book 7, [1].

  35. Joseph Smith History, circa Summer 1832, 5, dalam JSP, H1:15.

  36. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9–10, dalam JSP, H1:244–46 (draf 2); Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [1]; Knight, Reminiscences, 5.

  37. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 9–10, dalam JSP, H1:244–46 (draf 2).

  38. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [1]–[2]. Topik: Joseph dan Emma Hale Smith Family

  39. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [1]–[2].

  40. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [2]–[4].

  41. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [5].

  42. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [5]–[7]. Topik: Manuskrip Kitab Mormon yang Hilang

  43. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 7, [7]. Topik: Lucy Mack Smith