Institut
4 Waspadalah


“Waspadalah,” bab 4 dari Para Orang Suci: Kisah Gereja Yesus Kristus di Zaman Akhir, Volume 1, Standar Kebenaran, 1815–1846 (2018)

Bab 4: “Waspadalah”

BAB 4

Waspadalah

Gambar
Kotak kunci

Emma Hale yang berusia dua puluh satu pertama kali mendengar tentang Joseph Smith saat dia mulai bekerja untuk Josiah Stowell pada musim gugur 1825. Josiah telah mempekerjakan pemuda itu dan ayahnya untuk membantunya menemukan harta karun di tanah miliknya.1 Legenda setempat mengklaim bahwa sekelompok penjelajah telah menambang deposit perak dan menyembunyikan harta karun di daerah tersebut ratusan tahun sebelumnya. Mengetahui Joseph memiliki karunia untuk menggunakan batu pelihat, Josiah menawarinya upah yang tinggi dan bagian dari temuan tersebut jika dia bersedia membantu dalam pencarian.2

Ayah Emma, Isaac, mendukung usaha tersebut. Ketika Joseph dan ayahnya datang ke pertanian Stowell di Harmony, Pennsylvania—sebuah desa sekitar 150 mil bagian selatan dari Palmyra—Isaac menjadi saksi saat mereka menandatangani kontrak mereka. Dia juga mengizinkan para pekerja untuk tinggal di rumahnya.3

Emma bertemu Joseph segera setelah itu. Dia lebih muda dari Emma, dengan tinggi badan enam kaki, dan tampak seperti seseorang yang terbiasa bekerja keras. Dia memiliki mata biru dan kulit putih, dan dia berjalan dengan sedikit pincang. Tata bahasanya tidak merata, dan terkadang dia menggunakan terlalu banyak kata untuk mengekspresikan dirinya, tetapi dia menunjukkan kecerdasan alami saat dia berbicara. Dia dan ayahnya adalah orang baik yang lebih suka beribadat sendiri alih-alih menghadiri gereja tempat Emma dan keluarganya beribadat.4

Baik Joseph maupun Emma suka berada di luar rumah. Sejak kecil, Emma senang menunggang kuda dan berkano di sungai dekat rumahnya. Joseph bukan penunggang kuda yang terampil, tetapi dia unggul dalam permainan gulat dan bola. Dia merasa nyaman berada di sekitar orang lain dan cepat tersenyum, sering menceritakan lelucon atau cerita lucu. Emma lebih pendiam, tetapi dia menyukai lelucon yang bagus dan bisa berbicara dengan siapa pun. Dia juga suka membaca dan menyanyi.5

Berminggu-minggu telah berlalu dan Emma mengenal Joseph dengan lebih baik, orangtuanya semakin cemas tentang hubungan mereka. Joseph adalah seorang buruh miskin dari negara bagian lain, dan mereka berharap putri mereka kehilangan minat terhadapnya dan menikah dengan salah satu keluarga kaya di lembah mereka. Ayah Emma juga mulai mewaspadai perburuan harta karun dan curiga akan peranan Joseph di dalamnya. Tampaknya tidak masalah bagi Isaac Hale bahwa Joseph telah mencoba untuk meyakinkan Josiah Stowell untuk membatalkan pencarian saat sudah jelas bahwa pencarian tersebut tidak membuahkan hasil.6

Emma lebih menyukai Joseph daripada pria lain yang dia kenal, dan dia tidak berhenti menghabiskan waktu bersamanya. Setelah dia berhasil meyakinkan Josiah untuk berhenti mencari perak, Joseph tetap tinggal di Harmony untuk bekerja di pertanian Josiah. Terkadang dia juga bekerja untuk Joseph dan Polly Knight, keluarga petani lain di daerah tersebut. Saat dia tidak bekerja, dia mengunjungi Emma.7


Joseph dan batu pelihatnya segera menjadi bahan gosip di Harmony. Beberapa orang tua di kota percaya kepada pelihat, tetapi banyak dari anak dan cucu mereka tidak. Keponakan Josiah, mengklaim bahwa Joseph telah memanfaatkan pamannya, membawa pemuda tersebut ke pengadilan dan menuduhnya sebagai seorang penipu.

Berdiri di hadapan hakim setempat, Joseph menjelaskan bagaimana dia menemukan batu itu. Joseph Sr. bersaksi bahwa dia terus-menerus meminta Allah untuk menunjukkan kepada mereka kehendak-Nya atas karunia Joseph yang luar biasa sebagai pelihat. Akhirnya, Josiah berdiri di depan pengadilan dan menyatakan bahwa Joseph tidak menipu dia.

“Apakah yang saya pahami,” hakim berkata, “bahwa Anda yakin tahanan bisa melihat dengan bantuan batu itu?”

Tidak, Josiah bersikeras. “Saya tahu pasti ini benar.”

Josiah adalah orang yang sangat dihormati di masyarakat, dan orang-orang menerima perkataannya. Pada akhirnya, persidangan tersebut tidak menghasilkan bukti bahwa Joseph telah menipu dia, jadi hakim tersebut menolak tuduhan tersebut.8

Pada bulan September 1826, Joseph kembali ke bukit untuk lempengan-lempengan tersebut, tetapi Moroni mengatakan bahwa dia masih belum siap untuk menerimanya. “Tinggalkan kelompok pemburu harta karun,” malaikat itu berkata kepadanya. Ada orang-orang jahat di antara mereka.9 Moroni memberinya satu tahun lagi untuk menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Allah. Jika tidak, lempengan-lempengan itu tidak akan pernah dipercayakan kepadanya.

Malaikat itu juga menyuruhnya untuk membawa seseorang bersamanya di waktu berikutnya. Itu adalah permintaan yang sama dengan yang dia minta pada akhir kunjungan pertama Joseph ke bukit. Tetapi karena Alvin sudah meninggal, Joseph bingung.

“Siapa orang yang tepat itu?” dia bertanya.

“Anda akan tahu,” Moroni berkata.

Joseph mencari pengarahan Tuhan melalui batu pelihatnya. Orang yang tepat itu, dia tahu, adalah Emma.10


Joseph telah tertarik kepada Emma begitu bertemu dengannya. Seperti Alvin, dia adalah seseorang yang bisa membantunya menjadi pria yang Tuhan butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan-Nya. Namun ada banyak makna yang lebih mendalam mengenai Emma. Joseph mencintainya dan ingin menikah dengannya.11

Pada bulan Desember, Joseph berusia dua puluh satu tahun. Dahulu, dia membiarkan dirinya ditarik ke sini dan ke sana dengan harapan dari orang-orang yang ingin memanfaatkan karunianya.12 Tetapi setelah kunjungan terakhirnya ke bukit, dia tahu bahwa dia harus berbuat lebih banyak untuk mempersiapkan dirinya menerima lempengan-lempengan itu.

Sebelum kembali ke Harmony, Joseph berbicara kepada orangtuanya. “Saya telah memutuskan untuk menikah,” dia berkata kepada mereka, “dan, jika ayah dan ibu tidak keberatan, Nona Emma Hale akan menjadi pilihan saya.” Orangtuanya senang dengan keputusannya, dan Lucy mendesaknya untuk tinggal bersama mereka setelah mereka menikah.13

Joseph menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama Emma pada musim dingin itu, terkadang meminjam kereta salju milik keluarga Knight saat salju menyulitkan perjalanan ke rumah Hales. Tetapi orangtua Emma masih tidak menyukainya, dan usahanya untuk mengambil hati keluarga gagal.14

Pada bulan Januari 1827, Emma mengunjungi rumah keluarga Stowells, di mana dia dan Joseph bisa menghabiskan waktu bersama tanpa terlihat keluarganya yang tidak setuju. Joseph melamar Emma di sana, dan pada awalnya, Emma tampak terkejut. Dia tahu orangtuanya akan menentang pernikahan itu.15 Tetapi Joseph mendesak dia untuk memikirkan mengenai hal itu. Mereka bisa kawin lari segera.

Emma mempertimbangkan lamaran itu. Menikah dengan Joseph akan mengecewakan orangtuanya, tetapi itu adalah pilihannya, dan dia mencintai Joseph.16


Tidak berapa lama kemudian, pada tanggal 18 Januari 1827, Joseph dan Emma menikah di rumah hakim setempat. Mereka kemudian pergi ke Manchester dan mulai hidup bersama di rumah baru orangtua Joseph. Rumah itu nyaman, tetapi Joseph Sr. dan Lucy telah mengeluarkan terlalu banyak uang, menunggak pembayaran mereka, dan kehilangan rumah itu. Mereka sekarang menyewa dari pemilik baru.17

Keluarga Smith menyukai Joseph dan Emma bersama mereka. Tetapi panggilan ilahi anak mereka membuat mereka cemas. Orang-orang di daerah tersebut telah mendengar tentang lempengan-lempengan emas dan terkadang mencarinya.18

Suatu hari, Joseph pergi ke kota dalam suatu urusan. Mengharapkan dia kembali untuk makan malam, orangtuanya cemas saat dia tidak kembali. Mereka menunggu berjam-jam, tidak bisa tidur. Akhirnya Joseph membuka pintu dan melemparkan dirinya ke kursi, kelelahan.

“Mengapa kamu terlambat sekali?” ayahnya bertanya.

“Saya mengalami deraan yang paling berat yang pernah saya miliki dalam hidup saya,” Joseph berkata.

“Siapa yang telah memberimu tugas?” ayahnya bertanya.

“Itu tugas dari malaikat Tuhan,” Joseph menjawab. “Dia mengatakan saya telah lalai.” Hari pertemuan berikutnya dengan Moroni akan segera datang. “Aku harus bangkit dan bekerja,” dia berkata. “Saya harus memutuskan sendiri tentang hal-hal yang telah Allah perintahkan agar saya lakukan.”19


Setelah panen musim gugur, Josiah Stowell dan Joseph Knight pergi ke daerah Manchester untuk urusan bisnis. Kedua pria itu tahu bahwa ulang tahun keempat kunjungan Joseph ke bukit sudah dekat, dan mereka sangat ingin tahu apakah Moroni akhirnya akan mempercayainya dengan lempengan-lempengan itu.

Pencari harta karun lokal juga tahu sudah waktunya bagi Joseph mendapatkan catatannya. Akhir-akhir ini salah satu dari mereka, seorang pria bernama Samuel Lawrence, telah berkeliaran di bukit, mencari lempengan-lempengan itu. Khawatir bahwa Samuel akan menimbulkan masalah, Joseph mengirim ayahnya ke rumah Samuel pada malam hari tanggal 21 September untuk mengawasinya dan menghadangnya jika terlihat seperti akan pergi ke bukit.20

Joseph kemudian bersiap untuk mengambil kembali lempengan-lempengan itu. Kunjungan tahunannya ke bukit akan berlangsung esok harinya, tetapi agar bisa mendahului para pencari harta karun, dia berencana untuk tiba di bukit tak lama setelah tengah malam—tepat pada pagi hari tanggal 22 September —saat tidak ada yang mengira dia akan keluar.

Tetapi dia masih perlu menemukan cara untuk melindungi lempengan-lempengan begitu dia mendapatkannya. Setelah sebagian besar keluarga tidur, dia dengan tenang bertanya kepada ibunya apakah dia memiliki kotak kunci. Lucy tidak memilikinya dan menjadi khawatir.

“Tidak apa-apa,” Joseph berkata. “Aku bisa melakukannya dengan baik sekarang tanpanya.”21

Emma segera muncul, berpakaian untuk menunggang kuda, dan dia serta Joseph naik ke kereta kuda milik Joseph Knight dan berangkat di malam hari.22 Ketika mereka sampai di bukit, Emma menunggu dengan kereta sementara Joseph mendaki lereng ke tempat lempengan-lempengan itu disembunyikan.

Moroni muncul, dan Joseph mengangkat lempengan-lempengan emas dan batu pelihat dari kotak batu. Sebelum Joseph menuruni bukit, Moroni mengingatkan dia untuk tidak menunjukkan lempengan-lempengan itu kepada siapa pun kecuali yang ditunjuk Tuhan, menjanjikan kepadanya bahwa lempengan-lempengan itu akan dilindungi jika dia melakukan dengan segenap kekuatannya untuk menyimpannya.

“Kamu harus waspada dan setia terhadap kepercayaan yang diberikan kepadamu,” Moroni berkata kepadanya, “atau kamu akan dikuasai oleh orang-orang jahat, karena mereka akan membuat setiap rencana dan rancangan yang memungkinkan untuk menjauhkannya darimu. Dan jika kamu tidak mengindahkannya secara terus menerus, mereka akan berhasil.”23

Joseph membawa lempengan-lempengan itu menuruni bukit, tetapi sebelum sampai di kereta, dia mengikatnya dalam sebuah balok kayu berongga agar aman sampai dia mendapatkan sebuah kotak kunci. Dia kemudian menemukan Emma, dan mereka kembali ke rumah saat matahari mulai terbit.24


Di rumah Smith, Lucy menunggu dengan cemas bagi Joseph dan Emma saat dia menyajikan sarapan pagi kepada Joseph Sr., Joseph Knight, dan Josiah Stowell. Jantungnya berdegup kencang saat dia bekerja, takut anaknya akan kembali tanpa lempengan-lempengan.25

Beberapa saat kemudian, Joseph dan Emma masuk ke rumah. Lucy melihat apakah Joseph memiliki lempengan-lempengan tetapi meninggalkan ruangan itu gemetar saat melihat Joseph tidak memilikinya.

Joseph mengikuti ibunya. “Ibu,” dia berkata, “janganlah gelisah.” Dia menyerahkan sebuah benda yang dibungkus saputangan. Melalui kain, Lucy merasakan kacamata yang tampak besar. Itu adalah Urim dan Tumim, batu pelihat yang Tuhan telah persiapkan untuk menerjemahkan lempengan-lempengan itu.26

Lucy sangat senang. Joseph terlihat seolah-olah beban berat telah diangkat dari bahunya. Tetapi saat dia bergabung dengan yang lain di rumah, wajahnya terlihat sedih dan menyantap sarapannya dalam keadaan diam. Setelah dia selesai, dia menundukkan kepalanya dengan sedih di tangannya. “Saya kecewa,” dia berkata kepada Joseph Knight.

“Ya,” kata pria yang lebih tua, “Saya turut sedih.”

“Saya sangat kecewa,” Joseph mengulangi, ekspresinya berubah menjadi senyuman. “Ini sepuluh kali lebih baik dari perkiraan saya!” Dia kemudian menjelaskan ukuran dan berat lempengan-lempengan dan berbicara dengan penuh semangat tentang Urim dan Tumim.

“Saya bisa melihat apa pun,” dia berkata. “Itu luar biasa.”27


Sehari setelah dia menerima lempengan-lempengan, Joseph pergi bekerja memperbaiki sumur di kota terdekat untuk mengumpulkan uang untuk sebuah kotak kunci. Di pagi yang sama, saat bertugas di atas bukit dari rumah Smith, Joseph Sr. mendengar sekelompok pria merencanakan untuk mencuri lempengan-lempengan emas. “Kita akan mengambil lempengan-lempengan itu,” kata salah satu dari mereka, “meski dihalangi oleh Joe Smith atau semua setan di neraka.”

Merasa khawatir, Joseph Sr. kembali pulang dan menceritakan kepada Emma. Dia bilang dia tidak tahu di mana lempengan-lempengan itu berada, tetapi dia yakin Joseph telah melindunginya.

“Ya,” Joseph Sr. menjawab, “tetapi ingat bahwa untuk hal kecil Esau kehilangan berkat dan hak kesulungannya. Mungkin bisa begitu terhadap Joseph.”28

Untuk memastikan lempengan-lempengan aman, Emma menaiki kudanya dan berkuda lebih dari satu jam ke pertanian tempat Joseph bekerja. Dia menemukannya di sumur, berlumuran kotoran dan keringat dari pekerjaan hari itu. Mendengar tentang bahaya tersebut, Joseph melihat ke dalam Urim dan Tumim dan melihat bahwa lempengan-lempengan aman.

Di rumah, Joseph Sr. berjalan mondar mandir di luar rumah, melirik setiap menit di jalan sampai dia melihat Joseph dan Emma.

“Ayah,” Joseph berkata saat mereka naik, “semua dalam keadaan aman—tidak perlu cemas.”29

Tetapi sudah waktunya untuk bertindak.


Bergegas ke bukit, Joseph menemukan balok kayu di mana lempengan-lempengan itu disembunyikan dan dengan hati-hati membungkusnya dengan kemeja.30 Dia lalu masuk ke hutan dan menuju rumah, matanya waspada terhadap bahaya. Hutan membuatnya tersembunyi dari orang-orang di jalan utama, namun memberi banyak tempat bagi pencuri untuk bersembunyi.

Sambil menahan beban catatan itu, Joseph menyusuri hutan secepat mungkin. Sebuah pohon yang tumbang menghalangi jalan di depannya, dan saat dia melompatinya, dia merasakan sesuatu yang keras memukulnya dari belakang. Menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria mendatanginya, memegang senapan yang terlihat seperti tongkat.

Sambil mencengkeram lempengan-lempengan dengan erat dengan satu tangan, Joseph memukul orang itu hingga jatuh ke tanah dan bergegas masuk ke dalam semak. Dia berlari sekitar setengah mil ketika ada pria lain yang melompat dari balik sebatang pohon dan memukulnya dengan gagang senapannya. Joseph melawan orang itu dan melesat pergi, sangat ingin keluar dari hutan. Tetapi sebelum dia bisa pergi jauh, orang ketiga menyerang, menghantamnya dengan pukulan berat yang membuat dia terguncang. Mengumpulkan kekuatannya, Joseph memukul orang itu dengan keras dan berlari pulang.31

Kembali ke rumah, Joseph menerobos pintu dengan bungkusan berat terselip di bawah satu lengannya. “Ayah,” dia berteriak, “Saya mendapatkan lempengan-lempengannya.”

Saudara perempuannya yang berumur empat belas tahun, Katharine, membantunya meletakkan bungkusan itu di atas meja saat anggota keluarga lainnya berkumpul di sekelilingnya. Joseph tahu ayah dan adik lelakinya William ingin membuka bungkusan lempengan-lempengan, tetapi dia menghentikannya.

“Tidak bisakah kami melihatnya?” Joseph Sr. bertanya.

“Tidak,” Joseph berkata. “Saya tidak patuh saat pertama kali, tetapi saya berniat untuk setia kali ini.”

Dia mengatakan kepada mereka bahwa mereka bisa merasakan lempengan-lempengan itu melalui kain itu, dan saudaranya William mengambil bungkusan itu. Ini lebih berat dari batu, dan William bisa mengatakan bahwa itu memiliki lembaran-lembaran seperti halaman buku.32 Joseph juga mengirim adik bungsunya, Don Carlos, untuk mengambil kotak kunci dari Hyrum, yang tinggal di jalan yang sama bersama istrinya, Jerusha, dan bayi perempuan mereka yang baru lahir.

Hyrum segera tiba, dan begitu lempengan-lempengan itu dimasukkan dengan aman di dalam kotak, Joseph merebahkan diri di atas tempat tidur di dekatnya dan mulai menceritakan kepada keluarganya tentang para pria di hutan.

Saat dia berbicara, dia menyadari tangannya terasa sakit. Pada saat terjadi serangan jempolnya patah.

“Saya harus berhenti berbicara, Ayah,” katanya tiba-tiba, “dan minta tolong untuk mengembalikan jempol saya di tempatnya.”33

Catatan

  1. Agreement of Josiah Stowell and Others, 1 November 1825, dalam JSP, D1:345–352.

  2. Smith, Biographical Sketches, 91–92; Oliver Cowdery, “Letter VIII,” LDS Messenger and Advocate, Oktober 1835, 2:200–202; Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 7–8, dalam JSP, H1:234 (draft 2); Smith, On Mormonism, 10. Topik: Mencari Harta Karun

  3. Agreement of Josiah Stowell and Others, 1 November 1825, dalam JSP, D1:345–352.

  4. Pratt, Autobiography, 47; Burnett, Recollections and Opinions of an Old Pioneer, 66–67; Woodruff, Journal, 4 Juli 1843, dan 20 Oktober 1855; Emmeline B. Wells, “L.D.S. Women of the Past,” Woman’s Exponent, Februari 1908, 36:49; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289; lihat juga Staker and Ashton, “Growing Up in the Isaac and Elizabeth Hale Home”; dan Ashurst-McGee, “Josiah Stowell Jr.–John S. Fullmer Correspondence,” 108–117.

  5. Baugh, “Joseph Smith’s Athletic Nature,” 137–150; Pratt, Autobiography, 47; Burnett, Recollections and Opinions of an Old Pioneer, 66–67; Recollections of the Pioneers of Lee County, 96; Youngreen, Reflections of Emma, 61, 67, 65, 69; Emmeline B. Wells, “L.D.S. Women of the Past,” Woman’s Exponent, Februari 1908, 36:49.

  6. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 8, dalam JSP, H1:234 (draft 2); Smith, Biographical Sketches, 92; Bushman, Rough Stone Rolling, 51–53; Staker, “Isaac and Elizabeth Hale in Their Endless Mountain Home,” 104.

  7. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 7–8, dalam JSP, H1:234–236 (draft 2); Knight, Reminiscences, 2; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 290.

  8. William D. Purple, “Joseph Smith, the Originator of Mormonism,” Chenango Union, 2 Mei 1877, [3]; lihat juga An Act for Apprehending and Punishing Disorderly Persons (9 Februari 1788), Laws of the State of New-York (1813), 1:114. Topik: Pengadilan 1826 Joseph Smith

  9. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Juli 1859, 169.

  10. Knight, Reminiscences, 2.

  11. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, 96; lihat juga Knight, Reminiscences, 2.

  12. Lihat “The Original Prophet,” Fraser’s Magazine, Februari 1873, 229–230.

  13. Lucy Mack Smith, History, 1845, 97.

  14. Knight, Reminiscences, 2; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289.

  15. Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 289; Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 8, dalam JSP, H1:236 (draft 2).

  16. Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 290; Joseph Lewis and Hiel Lewis, “Mormon History. A New Chapter, about to Be Published,” Amboy Journal, 30 April 1879, 1; lihat juga Oliver Cowdery, “Letter VIII,” dalam LDS Messenger and Advocate, Oktober 1835, 2:201.

  17. Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 8, dalam JSP, H1:236 (draft 2); Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 4, [11]–[12]; book 5, [1]–[3]. Topik: Hutan Sakral dan Pertanian Keluarga Smith

  18. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Juli 1859, 167–168.

  19. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [4]–[6].

  20. Knight, Reminiscences, 2.

  21. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [6].

  22. Lucy Mack Smith, History, 1845, 105.

  23. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 6, [1].

  24. “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Juni 1859, 165–166; Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [6].

  25. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [6]–[7]; Knight, Reminiscences, 2.

  26. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [7]–[8].

  27. Knight, Reminiscences, 2–3; Joseph Smith History, 1838–1856, volume A-1, 5, dalam JSP, H1:222 (draft 2); lihat juga Alma 37:23.

  28. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [8]–[10]; “Mormonism—No. II,” Tiffany’s Monthly, Agustus 1859, 166; Smith, Biographical Sketches, 103; lihat juga Kejadian 25:29–34.

  29. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [10] dan adjacent paper fragment.

  30. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [11]. Topik: Lempengan-Lempengan Emas

  31. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [11].

  32. “The Old Soldier’s Testimony,” Saints’ Herald, 4 Oktober 1884, 643–644; Salisbury, “Things the Prophet’s Sister Told Me,” 1945, Church History Library; Ball, “The Prophet’s Sister Testifies She Lifted the B. of M. Plates,” 1954, Perpustakaan Sejarah Gereja; Smith, William Smith on Mormonism, 11; Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [11]; Joseph Smith III, “Last Testimony of Sister Emma,” Saints’ Herald, 1 Oktober 1879, 290.

  33. Lucy Mack Smith, History, 1844–1845, book 5, [11]–[12]. Topik: Lucy Mack Smith