2008
Aborsi: Sebuah Serangan Terhadap Mereka yang Tak Berdaya
Oktober 2007


Aborsi: Sebuah Serangan Terhadap Mereka yang Tak Berdaya

Gambar
Elder Russell M. Nelson

Sewaktu saya memulai, izinkan saya meminta maaf kepada para pembaca karena penggunaan istilah-istilah yang tidak menyenangkan. Sifat dari peperangan yang saya bicarakan memerlukan kejelasan komunikasi semacam itu.

Sebagai para putra dan putri Allah, kita menghargai kehidupan sebagai karunia dari-Nya. Rencana kekal-Nya menyediakan kesempatan bagi anak-anak-Nya untuk memperoleh tubuh jasmani, memperoleh pengalaman fana, serta untuk menyadari tujuan ilahi mereka sebagai ahli waris kehidupan kekal.1

Angka Kematian dari Peperangan

Dengan pemahaman itu dan kekudusan bagi kehidupan, kita berduka dengan hilangnya nyawa sehubungan dengan peperangan. Datanya mengerikan. Dalam Perang Dunia I, lebih dari 8 juta kematian militer terjadi. Dalam Perang Dunia II, lebih dari 22 juta prajurit dan wanita tewas.2 Bersama-sama, dua peperangan ini, mencakup 14 tahun secara keseluruhan, menelan korban jiwa sekurangnya 30 juta prajurit di seluruh dunia. Angka itu tidak termasuk jutaan warga sipil.

Meskipun demikian, data ini tidak seberapa dibandingkan dengan perang lain yang menelan lebih banyak warga sipil setiap tahunnya daripada dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II secara gabungan. Laporan di seluruh dunia menyebutkan bahwa lebih dari 40 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya.3

Perang ini yang disebut aborsi adalah perang terhadap mereka yang tak berdaya dan tak bersuara. Itu adalah perang terhadap bayi-bayi yang belum dilahirkan. Perang ini berkecamuk di seluruh dunia. Ironisnya, masyarakat beradab yang pada umumnya memiliki perlindungan pada kehidupan umat manusia sekarang telah menetapkan undang-undang yang melindungi praktik ini.

Ajaran Ilahi

Ini sungguh-sungguh penting bagi kita karena Tuhan telah berulang kali menyatakan perintah ilahi ini: “Jangan membunuh.”4 Lalu Dia menambahkan, “Atau segala sesuatu yang serupa itu.”5 Bahkan sebelum kegenapan Injil dipulihkan, individu-individu yang cerdas memahami kekudusan hidup umat manusia. John Calvin, reformis abad ke-16, menulis, “Jika tampaknya lebih kejam untuk membunuh orang di rumahnya sendiri daripada di ladang, … pastilah dianggap lebih terkutuk untuk menghancurkan janin dalam rahim sebelum itu dilahirkan.”6

Hukum buatan manusia saat ini mengesahkan apa yang telah dilarang oleh Allah sejak permulaan zaman! Pemikiran umat manusia berbelit-belit dan telah mengubah kebenaran mutlak menjadi slogan-slogan singkat yang mempromosikan praktik yang sesungguhnya salah.

Keprihatinan Khusus

Keprihatinan terhadap kesehatan ibu merupakan yang terpenting. Namun keadaan-keadaan dimana berakhirnya kehamilan diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan sang ibu adalah sangat langka, terutama dimana perawatan medis modern tersedia. Keprihatinan lainnya tertuju pada kehamilan-kehamilan yang diakibatkan dari perkosaan atau inses. Tragedi ini sangat buruk karena kebebasan memilih dari wanita yang tak berdosa itu diingkari. Dalam keadaan ini, aborsi kadang-kadang dianggap pantas untuk menyelamatkan kesehatan fisik dan mental sang ibu. Aborsi untuk alasan ini juga langka.

Beberapa orang menentang aborsi karena takut bahwa si anak dapat cacat sejak lahir. Sesungguhnya dampak mengerikan dari zat-zat yang mengandung racun dan menular dalam kehamilan tiga bulan pertama adalah nyata, namun peringatan dibutuhkan dalam mempertimbangkan penghentian kehamilan. Kehidupan memiliki nilai besar bagi semua orang, termasuk mereka yang dilahirkan dengan cacat tubuh. Selain itu, akibatnya mungkin tidak seserius seperti yang diperkirakan.

Saya ingat betul pasangan suami-istri yang memiliki pengalaman semacam itu. Si wanita baru berusia 21 tahun saat itu—istri yang cantik dan berbakti. Pada tiga bulan awal kehamilannya, dia terkena campak Jerman. Aborsi disarankan karena pertumbuhan janin hampir dipastikan rusak. Sejumlah anggota keluarganya, karena kasih mereka, memberi tekanan tambahan untuk aborsi. Dengan penuh kesetiaan, pasangan itu berkonsultasi dengan uskup mereka. Dia merujuk mereka untuk ke presiden wilayah mereka, yang, setelah mendengarkan keprihatinannya, menasihati mereka agar tidak mengakhiri hidup bayinya, meskipun si anak mungkin akan memiliki masalah. Dia mengutip tulisan suci ini:

“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan Janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”7

Mereka memilih untuk mengikuti nasihat itu dan membiarkan anak mereka lahir—seorang gadis mungil yang cantik dan normal dalam setiap hal, kecuali untuk kehilangan pendengarannya. Setelah evaluasi anak perempuan mereka di sekolah tuna rungu, orang tua tersebut diberi tahu bahwa anak ini memiliki kecerdasan yang luar biasa. Dia kuliah di universitas terkenal dengan bea siswa. Sekarang kira-kira 40 tahun kemudian, dia menikmati kehidupan yang luar biasa.

Meniadakan kehidupan seseorang karena suatu kemungkinan menjadi cacat merupakan masalah yang sangat serius. Kebijakan yang didasarkan pada logika itu akan memerintahkan bahwa mereka yang telah hidup dengan keterbatasan semacam itu hendaknya juga dibunuh. Satu langkah lagi dalam cara berpikir semacam itu akan menuntun pada kesimpulan bahwa mereka yang sakit atau cacat juga hendaknya dibunuh. Sikap tidak sopan semacam itu terhadap kehidupan sungguh-sungguh tidak mungkin!

Aborsi atas Permintaan

Secara relatif beberapa aborsi dilakukan karena keadaan-keadaan khusus yang mana telah saya rujuk.8 Kebanyakan aborsi dilakukan atas permintaan untuk mengatasi kehamilan yang tak diinginkan. Aborsi semacam itu adalah bentuk dari pengendalian kelahiran.

Aborsi atas pilihan pribadi telah disahkan di banyak negara karena gagasan bahwa wanita bebas untuk memilih apa yang dia lakukan dengan tubuhnya. Pada suatu taraf hal ini benar adanya bagi kita masing-masing, pria maupun wanita. Kita bebas untuk berpikir. Kita bebas untuk berencana. Dan kita bebas untuk berbuat. Namun sekali tindakan telah diambil, kita tidak pernah bebas dari konsekuensinya.

Untuk memahami konsep ini dengan lebih jelas, kita dapat belajar dari astronaut. Kapan pun selama pemilihan atau persiapan, dia bebas untuk keluar dari program. Namun sekali pesawat angkasa luar telah mengangkasa, astronaut terikat pada konsekuensi dari pilihan sebelumnya untuk melakukan perjalanan.

Demikian juga dengan orang yang memilih untuk melakukan perjalanan yang menuntun pada peran sebagai orang tua. Mereka memiliki kebebasan memilih—untuk memulai atau tidak memulai perjalanan itu. Ketika konsepsi itu terjadi, pilihan tersebut telah dibuat.

Ya, wanita bebas untuk memilih apa yang akan dia lakukan dengan tubuhnya. Baik pilihannya menuntun pada misi astronaut maupun pada bayinya, pilihannya untuk memulai perjalanan mengikatnya pada konsekuensi dari pilihan itu. Dia tidak bisa “tidak memilih.”

Ketika kontroversi mengenai aborsi diperdebatkan, “hak pilihan individu” diminta seolah-olah itu satu-satunya nilai tertinggi. Itu hanya dapat dibenarkan jika hanya satu orang yang terlibat. Hak individu siapa pun tidak membiarkan hak individu orang lain disalahgunakan. Di dalam atau di luar pernikahan, aborsi itu sendiri merupakan masalah individu. Mengakhiri hidup dari bayi yang sedang bertumbuh melibatkan dua individu dengan tubuh, otak, dan jantung yang terpisah. Pilihan seorang wanita untuk tubuhnya sendiri tidak mencakup hak untuk menghilangkan nyawa bayinya—dan pilihan seumur hidup yang anaknya akan buat.

Sebagai Orang Suci Zaman Akhir, kita hendaknya mempertahankan pilihan—pilihan yang benar—bukan sekadar memilih sebagai sebuah metode.9

Hampir semua undang-undang mengenai aborsi mempertimbangkan durasi kehamilan. Pikiran manusia menganggap dapat menentukan kapan “kehidupan yang bermakna” dimulai. Selama kuliah saya sebagai dokter, saya belajar bahwa sebuah kehidupan baru dimulai ketika dua sel khusus bersatu untuk menjadi satu sel, membawa bersamanya 23 kromosom dari si ayah dan 23 dari si ibu. Kromosom ini berisikan ribuan gen. Dalam suatu proses menakjubkan yang melibatkan kombinasi kode genetik yang melaluinya semua sifat dasar manusia dari orang yang belum dilahirkan dibentuk, sebuah DNA baru yang rumit terbentuk. Pertumbuhan adalah konstan dalam makhluk hidup yang baru. Kira-kira 22 hari setelah dua sel itu bersatu, sebuah jantung kecil mulai berdenyut. Dalam 26 hari sirkulasi darah dimulai.10 Untuk mengatur kapan sebuah kehidupan yang berkembang dianggap “bermakna” merupakan kelancangan dan agak sewenang-wenang, menurut pendapat saya.

Aborsi telah disahkan oleh pihak pemerintah tanpa menghargai Allah dan perintah-perintah-Nya. Tulisan suci menyatakan berulang kali bahwa orang akan makmur hanya jika mereka mematuhi perintah-perintah Allah.11 Individu-individu akan makmur hanya jika mereka berjalan dalam iman dan kepatuhan kepada Allah, yang berfirman:

“Aku, Tuhan … membangun bumi, yang berupa perbuatan tangan-Ku; dan segala hal yang ada di dalamnya adalah milik-Ku.

Dan adalah maksud-Ku untuk menyediakan ….

Tetapi perlu kiranya dilakukan dengan cara-Ku ….

Sebab bumi penuh dan ada cukup, malah berlebihan.”12

Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir telah secara konsisten menentang praktik aborsi. Lebih dari satu abad yang silam, Presidensi Utama menulis, “Kami sekali lagi mengambil kesempatan untuk memperingatkan Orang-Orang Suci Zaman Akhir terhadap praktik-praktik … membunuh janin dan bayi.”13

Di awal kepemimpinannya Presiden Spencer W. Kimball (1895–1985) mengatakan: “Kami telah berulang kali menegaskan posisi Gereja yang tak henti-hentinya menentang semua bentuk aborsi, kecuali dalam dua contoh langka ini: Ketika konsepsi merupakan hasil dari tindakan kejam perkosaan dan ketika nasihat medis yang kompeten menyebutkan bahwa kesehatan si ibu secara serius terancam.”14 Kebijakan terkini sekarang mencakup dua pengecualian lain—inses dan jika bayi tidak dapat bertahan hidup sebelum dilahirkan, sebagaimana ditetapkan oleh nasihat medis yang kompeten. Bahkan pengecualian-pengecualian ini tidak membenarkan aborsi secara otomatis. Itu “hendaknya dipertimbangkan hanya setelah orang yang bertanggung jawab berkonsultasi dengan uskup mereka dan menerima penegasan ilahi melalui doa.”15

Adopsi

Mengapa menghancurkan sebuah kehidupan yang dapat mendatangkan sukacita besar bagi orang lain? Ada cara-cara yang lebih baik dalam mengatasi kehamilan yang tak diinginkan. Ketika sebuah kehidupan tercipta karena perbuatan dosa, cara terbaik untuk memulai pertobatan pribadi adalah menyelamatkan kehidupan si anak. Menambah dosa serius lain pada suatu dosa serius yang telah dilakukan hanya menambah dukacita. Adopsi adalah alternatif luar biasa bagi aborsi. Baik bayi dan orang yang mengadopsinya dapat diberkati secara melimpah dengan mengadopsi bayi itu dalam rumah dimana si anak akan diasuh dengan penuh kasih dan dimana berkat-berkat Injil akan tersedia.

Pertobatan Adalah Mungkin

Adakah setitik harapan bagi orang yang telah berperan serta dalam tindakan aborsi? Adakah setitik harapan bagi mereka yang telah berdosa serius dan yang sekarang mengalami patah hati? Jawabannya ada! “Sejauh yang telah diwahyukan, seseorang dapat bertobat dan diampuni dari dosa aborsi.”16 Kita tahu Tuhan akan menolong semua orang yang sungguh-sungguh bertobat.17

Kehidupan berharga! Tidak seorang pun dapat menimang bayi yang tak berdosa, menatap matanya yang indah, merasakan jari-jari mungilnya, dan mencium pipi sang bayi tanpa memperdalam kekhidmatan atas kehidupan dan atas Sang Pencipta kita. Kehidupan berasal dari kehidupan. Itu bukan kecelakaan. Itu adalah karunia dari Allah. Nyawa yang tak berdosa dikirim oleh Dia tidak untuk dihancurkan. Itu diberikan oleh dia dan secara alami akan diambil oleh Dia Sendiri.18 Saya bersaksi bahwa kehidupan itu kekal sebagaimana Dia kekal adanya.

CATATAN

  1. Lihat “Keluarga: Pernyataan kepada Dunia,” Liahona, Oktober 2004, 49.

  2. Lihat The New Encyclopedia Britannica, edisi ke-15 (1998), “World Wars, The.”

  3. Lihat Maria Cheng, “Abortion Just as Common in Nations Where It’s Illegal,” Salt Lake Tribune, 12 Oktober 2007, hlm. A7. Di Amerika Serikat jumlah kelahiran per tahun adalah dalam kisaran tiga sampai empat juta. Jumlah aborsi selama periode yang sama melampaui satu juta. Karenanya, di negara itu, satu dari setiap tiga sampai empat kehamilan berakhir dengan aborsi.

  4. Lihat Keluaran 20:13; Ulangan 5:17; Matius 5:21; Roma 13:9; Mosia 13:21; 3 Nefi 12:21; A&P 42:18–19.

  5. A&P 59:6.

  6. John Calvin, Commentaries on the Four Last Books of Moses Arranged in the Form of a Harmony, terjemahan Charles William Bingham, jilid 22 (1979), 3:42.

  7. Amsal 3:5–6.

  8. Lihat pernyataan Dr. Irvin M. Cushner, yang berbicara kepada Komite Senat Amerika Serikat mengenai Pengadilan, Constitutional Amendments Relating to Abortion, S.J. 17–19, 110, Kongres ke-97, sesi pertama, 1981, 158.

  9. Lihat Dallin H. Oaks, “Weightier Matters,” Liahona, Maret 2000, 17–19.

  10. Lihat J. Willis Hurst and others, eds., The Heart, edisi ke-4 (1978), 7.

  11. Lihat Imamat 26:3–13; Yosua 1:7–8; 1 Raja-Raja 2:3; 2 Raja-Raja 18:5–7; 2 Tawarikh 24:20; 26:5; 31:21; Ayub 36:11–12; 1 Nefi 2:20–21; 4:14; 2 Nefi 1:9, 20, 31; 4:4; 5:10–11; Yarom 1:9; Omni 1:6; Mosia 1:7; 2:22, 31; Alma 9:13; 36:1, 30; 37:13; 38:1; 45:6–8; 48:15, 25; 50:20; Helaman 3:20; 3 Nefi 5:22; A&P 9:13.

  12. A&P 104:14–17.

  13. John Taylor dan George Q. Cannon, “Epistle of the First Presidency,” 4 April 1885; dalam James R. Clark, kumpulan Messages of the First Presidency of The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, 6 jilid (1965–1975), 3:11.

  14. Spencer W. Kimball, “A Report and a Challenge,” Ensign, November 1976, 6; lihat juga “The Time to Labor Is Now,” Ensign, November 1975, 6.

  15. Church Handbook of Instructions, Book 1: Stake Presidencies and Bishoprics (2006), 185.

  16. Buku-Pegangan-Petunjuk Gereja, Buku 1, 157.

  17. Lihat Yeremia 31:34; Ibrani 8:12; 10:17; A&P 58:42.

  18. Lihat Ulangan 30:20; Kisah Para Rasul 17:28; A&P 88:13; Musa 6:32.