2007
Sekarang Adalah Saatnya
November 2007


Sekarang Adalah Saatnya

Apa yang kita lakukan sekarang untuk mengukir dalam jiwa kita asas-asas Injil yang akan menopang kita di saat-saat sulit?

Gambar

Ketika Presiden James E. Faust memberi tahu istri saya dan saya bahwa kami akan dipindahkan ke Lima, Peru, kami tidak tahu bahwa pada tanggal 15 Agustus 2007, hanya beberapa hari setelah kedatangan kami, kami akan menyaksikan gempa bumi yang menghancurkan. Lebih dari 52.000 ribu rumah hancur karena kekuatan gempa yang dahsyat itu. Gempa itu juga menyebabkan lebih dari 500 orang tewas. Sembilan di antaranya adalah anggota Gereja. Para anggota di wilayah Ica dan Pisco serta lingkungan Cañete dan Chincha mengalami penderitaan terparah akibat gempa itu.

Gereja menyediakan bantuan langsung kepada para anggotanya dan mereka yang berasal dari gereja-gereja lain. Pagi hari setelah gempa itu, para anggota kita di area yang terkena gempa menerima makanan dan pakaian, dan sebelum sore hari Gereja menyumbangkan bantuan kemanusiaan ke lembaga civil defense [semacam LSM] bangsa. Banyak anggota yang kehilangan rumah ditampung di gedung-gedung pertemuan kita. Meskipun bencana itu tak terduga datangnya, organisasi imamat berfungsi dengan sangat baik dalam memberikan bantuan kepada mereka yang kurang beruntung.

Para presiden wilayah dan distrik bersama uskup memberikan bantuan kepada para anggota hanya beberapa menit setelah gempa itu. Situasi yang buruk ketika para pemimpin imamat ini pergi keluar patut ditandai: saat itu malam hari; listrik padam; kehancuran di mana-mana; dan bumi tidak berhenti berguncang. Para pemimpin imamat yang luar biasa ini meninggalkan keluarga mereka dengan aman dan berjalan keluar dalam kegelapan, di antara orang-orang yang menangis terkepung oleh rumah-rumah yang hancur. Demikianlah para pemimpin kita pergi selama malam itu dan hari-hari berikutnya, masih menghadapi trauma hebat dan peringatan adanya tsunami. Mereka mencari di antara reruntuhan, di tengah-tengah kegemparan, dengan membahayakan nyawa mereka sendiri untuk menyelamatkan semua anggota. Seorang uskup menyatakan,“Tanpa berpikir panjang, saya lari pergi mencari brother dan sister serta pemimpin Gereja saya.” Dia menemukan mereka. Begitulah dia meluangkan waktunya semalaman.

Apa yang memotivasi para pemimpin ini untuk pergi dan membantu orang lain, bahkan dengan membahayakan nyawa mereka sendiri? Tentu saja itu karena iman mereka yang besar kepada Juruselamat dan Gereja-Nya. Itu karena pemahaman mereka akan pemanggilan mereka sebagai pemimpin dalam keimamatan. Itu karena asas-asas Injil telah terukir dalam kehidupan mereka sebelum gempa bumi, bukan selama krisis—terukir bukan dengan tinta, namun dengan api oleh Roh dalam loh-loh daging hati mereka (lihat 2 Korintus 3:3).

Kemungkinan terjadinya gempa bumi senantiasa ada di sana. Kapan dan bagaimana itu akan terjadi tidak seorang pun yang tahu. Ketika gempa itu datang, itu menghancurkan. Namun dengan arahan keimamatan, tantangan saat itu dapat dihadapi. Dalam banyak hal, ketika para anggota tidak mampu, Tuhan melengkapi perbedaan itu. Sejumlah anggota menceritakan melihat para pria dalam kemeja putih membantu menyelamatkan nyawa mereka. Yang lain mendengar suara-suara yang membimbing. Tahun-tahun pelayanan Gereja merupakan sekolah persiapan untuk menjadi terorganisasi dan membantu sesama.

Hal yang sama terjadi dalam kehidupan kita. Kita tidak tahu kapan atau bagaimana gempa bumi akan menghantam kita. Gempa itu mungkin saja secara harfiah bukanlah guncangan bumi, sebagaimana yang terjadi di Peru, tetapi guncangan godaan, dosa, atau kesulitan seperti tidak memiliki pekerjaan atau penyakit yang serius. Sekarang adalah saatnya untuk mempersiapkan diri ketika gempa-gempa seperti itu datang. Sekarang adalah saatnya untuk mempersiapkan diri—bukan ketika krisis menimpa. Apa yang kita lakukan sekarang untuk mengukir dalam jiwa kita asas-asas Injil yang akan menopang kita di saat-saat sulit?

Sebagai contoh, apa yang Yusuf yang dijual ke Mesir tanamkan dalam jiwanya untuk menjawab, “bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9) ketika menghindari tekanan dari istri Potifar untuk melanggar hukum kemurnian akhlak? Apa yang Nefi tumbuhkan sebelumnya di dalam jiwanya sehingga ketika dihadapkan pada perintah dari Allah dia dapat menjawab, “Aku akan pergi dan melakukan, … karena aku tahu”? (1 Nefi 3:7).

Apa yang dilakukan para pemimpin yang hebat ini memperkenankan Roh untuk menuliskan asas-asas Injil dalam jiwa mereka. Tulisan ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Membuka lebar-lebar jiwa kita bagi asas-asas kebenaran akan membuat perbedaan dalam persiapan kita menghadapi guncangan-guncangan rohani. Keterbukaan ini dapat ditingkatkan dengan merenungkan dan memutuskan pengaruh-pengaruh buruk.

Asas-asas kekal akan berakar dalam diri kita sewaktu kita meluangkan waktu tidak hanya untuk membaca ajaran-ajaran para nabi dan tulisan suci namun juga merenungkannya dalam semangat doa. Nefi, sebagai contoh, meluangkan waktu untuk duduk dan merenung. Dengan melakukan hal itu, dia membuka diri terhadap ajaran-ajaran kebenaran yang berharga (lihat 1 Nefi 11:1). Luangkanlah waktu untuk melakukan apa yang telah Tuhan perintahkan untuk kita lakukan: “Simpanlah hal-hal ini di dalam hatimu dan biarkan khidmat kekekalan meresap ke dalam pikiranmu” (A&P 43:34). Di dunia dimana tuntutan terhadap waktu kita terus meningkat, adalah penting agar kita meluangkan waktu untuk merenungkan di rumah kita, agar kita dapat memahami ajaran ilahi dan asas-asasnya. Sebagaimana yang Juruselamat firmankan, “Pulanglah kamu dan renungkanlah hal-hal … supaya kamu mengerti dan menyiapkan pikiranmu untuk hari esok dan Aku datang kembali kepadamu” (3 Nefi 17:3).

Dengan melakukan hal ini, keterbukaan kita pada ajaran dan asas-asasnya akan terus ditingkatkan jika kita juga mengindahkan nasihat Tuhan mengenai pengaruh-pengaruh yang buruk. Adalah besar kemungkinannya bahwa ada orang-orang yang menekan kita untuk bertindak atau berpikir dalam cara-cara yang akan ditemukan oleh guncangan-guncangan masa datang bahwa kita tidak mempersiapkan diri dengan tepat. Mengenai hal ini, Juruselamat memberi kita sebuah kunci yang akan menolong kita mempersiapkan diri dengan lebih baik sekarang untuk perubahan-perubahan yang datang. Dia berfirman, “Karena itu, jika tanganmu menyakitimu, putuslah tangan itu; atau jika saudaramu menyakitimu dan tidak mengakui maupun meninggalkannya, dia akan disingkirkan” (TJS terhadap Markus 9:40).

Untungnya, Juruselamat Sendiri mengajarkan makna memutus tangan kita. Itu bukan mengenai memotong-motong bagian tubuh kita tetapi mengenai menghilangkan dari kehidupan kita saat ini pengaruh-pengaruh itu yang menahan kita untuk mempersiapkan diri bagi guncangan-guncangan di masa yang akan datang. Seandainya saya memiliki teman-teman yang menjadi pengaruh yang buruk bagi diri saya, nasihatnya adalah jelas: “… adalah lebih baik ba-gimu imu untuk memasuki kehidupan tanpa saudaramu, daripada bagi kamu dan saudaramu untuk dilemparkan ke dalam neraka” (TJS terhadap Markus 9:41). Tuhan menerapkan asas yang sama ini ketika memperingatkan Nefi untuk meninggalkan saudara-saudaranya yang menjadi pengaruh yang berbahaya (lihat 2 Nefi 5:5).

Sesungguhnya bahwa pemutusan semacam itu tidak hanya merujuk pada teman-teman namun pada setiap pengaruh buruk, seperti tayangan televisi, situs Internet, film, buku, game atau musik yang tidak pantas. Mengukirkan dalam jiwa kita asas-asas ini akan menolong kita menolak godaan untuk menyerah pada pengaruh buruk apa pun.

Mempertinggi keterbukaan kita pada ajaran dan asas-asasnya akan membuat kita menjadi pemegang imamat yang memiliki nilai-nilai Injil yang tertanam kuat. Kita akan dipersiapkan dengan lebih baik untuk menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang tanpa peringatan, di saat-saat yang tidak diperkirakan. Sebagai pemegang imamat, kita akan merasakan janji yang dibuat Nabi Yeremia kepada kita: “Sesungguhnya pada hari ini Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi tembok tembaga melawan seluruh negeri ini …” (Yeremia 1:18).

Kemudian kita akan dapat mengungkapkan rasa syukur kita sebagaimana yang dilakukan Sister Linda Cruzado di Ica. Setelah meluangkan sepanjang malam berada di alam terbuka, dia menulis, “Di pagi keesokan harinya, Bapa Surgawi memperlihatkan kasih-Nya dengan kehangatan matahari yang terbit lebih awal, dan di malam hari Dia menghibur kami dengan malam yang berbintang.”

Sekarang adalah saat kita untuk menjadi berani dan memutuskan untuk memberi jiwa kita keterbukaan yang luas dan serius bagi ajaran-ajaran Juruselamat kita. Saya tahu bahwa Dia hidup dan setelah semua yang dapat kita lakukan, Dia akan melengkapi perbedaan itu. Saya bersaksi akan hal ini dalam nama Yesus Kristus, amin.