2010–2019
Percayalah kepada Tuhan dan Janganlah Bersandar
April 2017


Percayalah kepada Tuhan dan Janganlah Bersandar

Kita dapat memusatkan kehidupan kita pada Juruselamat dengan mengenal Dia, dan Dia akan mengarahkan jalan kita.

Sementara saya melakukan perjalanan ke Asia, seorang sister terkasih menghampiri saya. Dia memeluk saya, dan bertanya, “Apakah Anda sungguh-sungguh percaya bahwa Injil ini benar?” Sister terkasih, saya tahu Injil benar. Saya memercayai Tuhan.

Dalam Amsal 3:5–6, kita membaca nasihat ini:

“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”

Tulisan suci ini berisi dua nasihat, sebuah peringatan, dan satu janji mulia. Dua nasihat itu adalah: “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu” dan “akuilah Dia dalam segala lakumu.” Peringatan: “Janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri.” Dan janji mulia: “Ia akan meluruskan jalanmu.”

Mari terlebih dahulu membahas peringatan. Gambar visual memberi kita banyak hal untuk direnungkan. Peringatan datang dalam kata-kata “janganlah bersandar”—“janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri.” Dalam kata bahasa Inggris bersandar [condong] memiliki konotasi secara fisik condong atau bergerak ke satu sisi. Ketika kita secara fisik condong ke satu sisi atau sisi yang lain, kita bergerak dari pusat, kita tidak seimbang, dan kita terjungkir. Ketika kita secara rohani bersandar pada pengertian kita sendiri, kita condong menjauh dari Juruselamat. Jika kita condong, kita tidak berada di pusat; kita tidak seimbang; kita tidak terfokus pada Juruselamat.

Sister sekalian, ingatlah, dalam kehidupan prafana kita, kita berdiri dengan Juruselamat. Kita memercayai Dia. Kita memberikan dukungan, antusiasme, dan sukacita kita bagi rencana kebahagiaan yang ditetapkan oleh Bapa Surgawi kita. Kita tidak condong. Kita berjuang dengan kesaksian kita dan “menyelaraskan diri kita dengan kekuatan Allah, dan kekuatan-kekuatan itu berjaya.”1 Pertempuran antara yang baik dan yang jahat telah bergerak ke bumi. Sekali lagi kita memiliki tanggung jawab sakral untuk berdiri sebagai saksi dan menaruh kepercayaan kita kepada Tuhan.

Kita masing-masing harus bertanya: Bagaimana saya dapat tetap berada pada pusat dan tidak bersandar [condong] pada pengertian saya sendiri? Bagaimana saya mengenali dan mengikuti suara Juruselamat ketika suara-suara dunia sedemikian mengganggu? Bagaimana saya memupuk kepercayaan kepada Juruselamat?

Perkenankan saya menyarankan tiga cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang dan kepercayaan kita kepada Juruselamat. Anda akan menemukan bahwa asas-asas ini tidaklah baru, namun itu mendasar. Itu dinyanyikan dalam setiap Pratama, dinyatakan dalam pelajaran-pelajaran Remaja Putri, dan merupakan respons terhadap banyak pertanyaan Lembaga Pertolongan. Itu adalah asas-asas yang terpusat—dan tidak condong.

Pertama, kita dapat mengenal Tuhan dan memercayai Dia sewaktu kita “mengenyangkan diri dengan firman Kristus; karena lihatlah, firman Kristus akan memberi tahu kamu segala sesuatu yang hendaknya kamu lakukan.”2

Beberapa bulan lalu kami mengadakan penelaahan tulisan suci keluarga. Cucu lelaki saya yang berusia dua tahun duduk di pangkuan saya sewaktu kami membaca. Saya adalah nenek yang bahagia, senang mendapat kunjungan keluarga putra saya.

Dengan selesainya penelaahan tulisan suci kami, saya menutup kitab saya. Cucu lelaki saya tahu bahwa waktu tidur akan segera tiba. Dia menatap saya dengan mata birunya yang berbinar dan mengucapkan kebenaran kekal berikut: “Baca lagi tulisan sucinya, Nek.”

Gambar
Cucu laki-laki Sister Cordon

Putra saya, orangtua yang baik dan konsisten, memperingatkan saya, “Bu, jangan turuti dia. Dia hanya berusaha agar tidak disuruh tidur.”

Tetapi ketika cucu lelaki saya meminta lebih banyak tulisan suci, kami membaca lebih banyak tulisan suci! Lebih banyak tulisan suci menerangi pikiran kami, memelihara roh kami, menjawab pertanyaan kami, meningkatkan kepercayaan kami kepada Tuhan, dan menolong kami memusatkan kehidupan kami pada Dia. “Ingat[lah] untuk menyelidikinya dengan tekun, agar kamu boleh mendapat keuntungan darinya.”3

Kedua, kita dapat mengenal Tuhan dan memercayai Dia melalui doa. Sungguh dapat berdoa kepada Allah kita adalah berkat! “Berdoalah kepada Bapa dengan sekuat tenaga hati.”4

Saya memiliki kenangan manis tentang doa yang saya hargai. Selama salah satu dari liburan musim panas saya dari perguruan tinggi, saya menerima pekerjaan di Texas. Saya harus berkendara ratusan mil dari Idaho menuju Texas dengan mobil tua saya, mobil kesayangan yang saya namai Vern. Vern dipenuhi dengan barang sampai ke atap, dan saya siap untuk sebuah petualangan baru.

Sebelum pergi, saya memberi pelukan kepada ibu saya dan dia mengatakan, “Mari kita berdoa sebelum kamu pergi.”

Kami berlutut dan ibu saya mulai berdoa. Dia memohon kepada Bapa Surgawi untuk keselamatan saya. Dia berdoa untuk mobil saya yang tidak ber-AC, memohon agar mobil dapat berfungsi sebagaimana yang saya perlukan. Dia memohon agar para malaikat menyertai saya sepanjang musim panas itu. Dia berdoa dan berdoa dan berdoa.

Kedamaian yang datang dari doa itu memberi saya keberanian untuk memercayai Tuhan dan tidak bersandar pada pengertian saya sendiri. Tuhan mengarahkan jalan saya dalam banyak keputusan yang saya buat musim panas itu.

Sewaktu kita menjadikan mendekati Bapa Surgawi dalam doa kebiasaan, kita akan mengenal Juruselamat. Kita akan memercayai Dia. Hasrat kita akan menjadi lebih seperti hasrat-Nya. Kita akan mampu menjamin diri kita sendiri dan untuk berkat-berkat lain yang Bapa Surgawi siap berikan jika kita mau meminta dengan iman.5

Ketiga, kita dapat mengenal Tuhan dan memercayai Dia sewaktu kita melayani sesama. Saya membagikan kisah berikut dengan izin dari Amy Wright, yang jadi memahami asas melayani bahkan di tengah-tengah penyakit yang mengerikan dan mengancam hidup. Amy menulis:

“Pada tanggal 29 Oktober 2015, saya mendapati saya menderita kanker. Kanker saya memiliki tingkat kesintasan 17 persen. Kesempatan pulih saya tidaklah bagus. Saya tahu bahwa saya akan mengalami pergumulan dalam hidup saya. Saya bertekad untuk berjuang keras melawan kanker itu bukan hanya untuk diri saya namun, yang lebih penting, untuk keluarga saya. Pada bulan Desember, saya memulai kemoterapi. Saya familier dengan banyak efek samping dari obat-obatan penyembuh kanker, namun saya tidak tahu adalah mungkin bagi seseorang untuk sakit parah dan masih dapat hidup.

Di satu sisi, saya menyatakan kemoterapi suatu pelanggaran hak asasi manusia. Saya mengatakan kepada suami saya bahwa saya menyerah. Saya mundur! Saya tidak mau kembali ke rumah sakit. Dalam kearifannya, kekasih hati saya dengan sabar mendengarkan dan kemudian menjawab, ‘Baiklah, jadi kita perlu menemukan seseorang untuk melayani.’”

Apa? Apakah dia melewatkan fakta bahwa istrinya menderita kanker dan tidak dapat menahan lagi serangan mual atau satu lagi momen dari rasa sakit yang menyiksa?

Amy melanjutkan untuk menjelaskan: “Gejala-gejala saya secara bertahap memburuk sampai saya biasanya memiliki satu atau dua hari ‘baik’ dalam sebulan [ketika] saya dapat sedikit berfungsi sebagai manusia yang hidup dan bernapas. Pada hari-hari itulah ketika keluarga kami akan menemukan cara-cara untuk melayani.”

Pada salah satu dari hari-hari itu, keluarga Amy membagikan perangkat penghibur kemo kepada pasien-pasien lainnya, perangkat itu diisi dengan barang-barang untuk menceriakan dan membantu mereka mengurangi gejala-gejala. Ketika Amy tidak dapat tidur, dia akan memikirkan cara-cara untuk menceriakan hari orang lain. Beberapa cara adalah besar, namun beberapa hanya sekadar catatan kecil atau SMS dorongan semangat dan kasih. Pada malam-malam itu ketika rasa sakitnya sedemikian hebat untuk dapat tidur, dia akan berbaring di tempat tidur dengan iPadnya dan mencari tata cara-tata cara yang perlu diselesaikan mewakili leluhurnya yang telah tiada. Secara ajaib rasa sakit itu akan menyusut, dan dia dapat bertahan.

“Pelayanan,” Amy bersaksi, “menyelamatkan hidup saya. Di mana saya akhirnya menemukan kekuatan untuk terus maju adalah kebahagiaan yang saya temukan dalam berusaha meringankan penderitaan dari mereka yang ada di sekitar saya. Saya menantikan proyek-proyek pelayanan kami dengan sukacita dan antisipasi besar. Sampai hari ini tampaknya itu seperti paradoks aneh. Anda akan berpikir bahwa seseorang yang botak, teracuni, dan berjuang demi hidup[nya] dibenarkan dalam memikirkan bahwa ‘sekarang adalah waktunya untuk memedulikan diri sendiri.’ Tetapi, ketika saya memikirkan tentang diri saya sendiri, situasi saya, penderitaan, dan rasa sakit saya, dunia menjadi sangat gelap dan menyedihkan. Ketika fokus saya beralih kepada orang lain, ada terang, harapan, kekuatan, keberanian, dan sukacita. Saya tahu bahwa ini mungkin karena kuasa yang mendukung, menyembuhkan, dan memungkinkan dari Pendamaian Yesus Kristus.”

Amy jadi memercayai Tuhan sewaktu dia mengenal Dia. Jika dia telah bersandar bahkan sedikit saja pada pengertiannya sendiri, dia mungkin telah menolak gagasan bahwa dia melayani. Pelayanan memungkinkan dia untuk menahan rasa sakit dan kesengsaraan dan untuk menjalankan tulisan suci berikut: “Bilamana kamu berada dalam pelayanan bagi sesamamu manusia kamu semata-mata berada dalam pelayanan bagi Allahmu.”6

Yesus Kristus telah mengatasi dunia. Dan karena Dia, karena Pendamaian-Nya yang tak terbatas, kita semua memiliki alasan besar untuk percaya, mengetahui bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja.

Sister sekalian, kita masing-masing dapat memercayai Tuhan dan tidak condong. Kita dapat memusatkan kehidupan kita pada Juruselamat dengan mengenal Dia, dan Dia akan mengarahkan jalan kita.

Kita berada di bumi untuk memperlihatkan kepercayaan yang sama kepada Dia yang memperkenankan kita untuk berdiri dengan Yesus Kristus ketika Dia menyatakan, “Di sinilah Aku, utuslah Aku.”7

Gambar
Kristus dan Penciptaan

Para sister terkasih, Presiden Thomas S. Monson bersaksi bahwa “berkat-berkat yang dijanjikan kepada kita tak terukur. Meskipun awan badai mungkin berkumpul, meskipun hujan mungkin tercurah turun ke atas kita, pengetahuan kita tentang Injil dan kasih kita bagi Bapa Surgawi dan bagi Juruselamat kita akan menghibur serta mendukung kita … sewaktu kita berjalan tegak .… Tidak akan ada apa pun di dunia ini yang dapat mengalahkan kita.”8

Saya menambahkan kesaksian saya pada kesaksian nabi terkasih kita. Jika kita memercayai Bapa Surgawi dan Juruselamat kita serta tidak bersandar pada pengertian kita sendiri, Mereka akan mengarahkan jalan kita dan akan mengulurkan lengan belas kasihan ke arah kita. Dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan: Pada 1 April 2017, Sister Cordon dibebastugaskan sebagai Penasihat Kedua dalam Presidensi Umum Pratama dan dipanggil sebagai Penasihat Pertama.