Kebaktian 2020
12christofferson


Pilihan dan Komitmen

Kebaktian Sedunia untuk Dewasa Muda

12 Januari 2020

Saya berterima kasih kepada Bapa Surgawi untuk privilese dapat bersama Anda malam ini. Saya ingin berterima kasih kepada istri saya dan mengesahkan ceramahnya. Dan terima kasih khususnya kepada Anda paduan suara yang menawan. Mereka adalah satu bukti lagi akan nilai Institut. Saya mengasihi Institut. Saya harap Anda semua yang memiliki kesempatan tidak saja terdaftar, namun menghadiri dan secara aktif berperan serta di Institut. Itu adalah satu hal terbaik yang kita lakukan di Gereja. Sajian musik yang paduan suara nyanyikan beberapa saat lalu, beberapa dari Anda mungkin tahu, adalah nyanyian pujian yang ditulis oleh Presiden Russell M. Nelson. Liriknya ditulis oleh dia, dan perasaan serta ungkapannya menyentuh hati saya sebagaimana saya tahu itu menyentuh hati Anda. Dan saya menyampaikan kepada Anda kasih dan salamnya bagi Anda. Izinkan saya juga menyertakan kata penghargaan kepada Presiden Astrid Tuminez dan administrasi serta staf Utah Valley University untuk keramahtamahan mereka yang luar biasa pada kesempatan ini.

Beberapa tahun lalu, Penatua L. Tom Perry dan saya sedang dalam penugasan bersama di New York City. Sementara di sana kami mengunjungi sebuah sinagoge bersejarah di Brooklyn. Sinagoge itu adalah bangunan megah di lingkungan yang telah, dan mungkin masih, merupakan salah satu bagian yang lebih mewah dari wilayah itu. Wanita yang melayani sebagai rabi dari jemaat Reformasi Yahudi di sana menyambut kami dengan ramah dan menunjukkan kepada kami seluruh bangunan bersejarah itu. Pada masa jayanya, itu adalah struktur yang elegan, tetapi sekarang itu jelas membutuhkan perbaikan besar. Rabi memberi tahu kami bahwa jumlah jemaatnya telah berkurang dan dana untuk memelihara sinagoge dan program-programnya, termasuk sekolah harian, tidak memadai.

Ketika kami berbincang lebih lanjut, dia menyatakan bahwa secara umum, orang dewasa muda memiliki komitmen terhadap warisan Yahudi mereka, tetapi karena alasan apa pun, mereka enggan bergabung dan menjadi anggota sinagoge yang berkomitmen. Meski begitu, mereka secara rutin menjadwalkan gedung tersebut untuk kegiatan sosial. Itu adalah semacam tempat berkumpul bagi mereka, dan secara berkala mereka sering memberikan sumbangan untuk membantu menutupi biaya yang terkait dengan penggunaan fasilitas itu, tetapi hanya sedikit yang mau atau bersedia menjadi anggota jemaat yang beribadah di sana.

Penatua Perry dan saya membahas dengan Rabi tersebut mengapa ini bisa terjadi. Dia menyatakan dari percakapannya dengan banyak dewasa muda ini, kebanyakan dari mereka masih lajang, bahwa mereka tidak memprioritaskan agama dalam hidup mereka. Yang lain hanya tidak ingin membuat komitmen untuk ini atau sinagoge apa pun. Penatua Perry bertanya-tanya apakah itu adalah perwujudan dari istilah “FOMO (Fear of Missing Out)” yang terkenal—takut melewatkan sesuatu—bahwa jika mereka berkomitmen untuk ini, mereka bisa ketinggalan sesuatu yang lain.

Ini pada dasarnya adalah subjek yang ingin saya bicarakan dengan Anda malam ini—pilihan dan komitmen.

Mari kita amati dengan mulai bahwa “takut melewatkan sesuatu,” sampai titik tertentu, adalah perasaan yang cukup rasional. Sejauh mungkin, kita semua ingin mengalami hal-hal terbaik dan meraih pilihan terbaik dalam segala aspek kehidupan. Tetapi menunda untuk membuat keputusan atau komitmen yang tampaknya selamanya karena mungkin berarti akan melewatkan sesuatu yang lain, yang mungkin lebih baik, adalah tidak rasional. Setiap pilihan menutup kemungkinan pilihan yang lain: jika Anda memilih pergi bekerja atau ke sekolah di pagi hari, Anda tidak dapat memutar film di Netflix secara bersamaan (atau bisakah Anda?); jika Anda bersekolah dan mengambil jurusan teknik sipil, Anda akan kehilangan jurusan sejarah, atau seni, atau biologi, atau apa pun (kecuali Anda tidak pernah meninggalkan sekolah); jika Anda bepergian ke Air Terjun Victoria di Afrika sekarang, Anda tidak dapat melakukan perjalanan ke tempat lain pada saat yang sama, dan mungkin kehilangan tempat lain yang mungkin ingin Anda kunjungi; jika Anda memilih untuk melayani misi, Anda menghentikan banyak kegiatan sosial untuk saat itu; dan begitulah seterusnya. Tetapi kecuali Anda tidak membuat pilihan dan berkomitmen untuk mengambil arah tertentu, hidup Anda akan sangat tidak menentu, dan pada akhirnya, Anda sebenarnya akan kehilangan sebagian besar dari hal-hal terbaik.

Seperti yang diamati istri saya dari waktu ke waktu, “Anda tidak dapat memiliki segalanya—di mana Anda akan meletakkannya?” Kita tidak dapat memiliki segala yang menyenangkan untuk dimiliki, dan kita tidak dapat melakukan segala sesuatu yang menyenangkan atau menarik untuk dilakukan. Bahkan jika Anda membatasi pilihan Anda hanya untuk hal-hal yang “bajik atau layak dipuji,”1 Anda masih tidak dapat memiliki atau mengalami segalanya. Tidak ada cukup waktu, sarana, atau ruang dalam satu kehidupan dalam kefanaan. Jadi, kita harus berkomitmen pada pilihan-pilihan tertentu dengan mengetahui bahwa dengan melakukan itu, kita harus meninggalkan yang lain, meski itu baik. Kita juga harus ingat bahwa menunda pilihan terlalu sering dapat dengan sendirinya menjadi pilihan.

Pernikahan adalah contoh utama. Dengan memilih satu pasangan, kita meninggalkan semua yang lain. Tuhan berfirman, “Engkau hendaknya mengasihi istrimu dengan segenap hatimu, dan hendaknya mengikatkan diri kepadanya dan bukan kepada yang lain.”2 Karena sifat final dari pilihan, beberapa orang menolak komitmen terhadap seseorang yang sangat mereka sukai, seseorang yang mereka cintai dan yang dengannya mereka dapat maju dengan bahagia dan kekal, khawatir bahwa mungkin ada belahan jiwa yang lebih sempurna di suatu tempat yang tidak ingin mereka lewatkan. Saya ingat seorang pemuda seperti itu bertahun-tahun yang lalu dalam kenalan saya yang menolak seorang pasangan potensial yang hebat karena dia pikir dia memiliki terlalu banyak tambalan gigi. Reaksi saya adalah Anda menginginkan kesempurnaan yang tidak ada, dan ngomong-ngomong, pernahkah Anda berpikir bahwa Anda sendiri belum sedikit pun mendekati sebagai pilihan yang sempurna bagi orang lain?

Ini adalah pertemuan orang dewasa muda. Dan bagi sebagian besar dari Anda, penekanannya adalah pada orang dewasa. Anda memiliki atau sedang mengupayakan tanggung jawab orang dewasa, prestasi orang dewasa, dan kontribusi orang dewasa, alih-alih menunda kedewasaan dan mengejar pesta secara terus-menerus. Sepuluh tahun lalu, penulis dan cendekiawan Charles Murray berbicara tentang arti “kehidupan yang dijalani dengan baik.” Dia berkata, “Saya berbicara tentang hal-hal yang kita ingat saat kita mencapai usia tua dan membiarkan kita memutuskan yang bisa kita banggakan tentang dengan siapa kita dan apa yang telah kita lakukan.”3

Murray teringat berbicara kepada hadirin di Zurich tentang kepuasan mendalam yang berasal dari kehidupan yang dijalani dengan baik. Dia berkata, “Setelah pidato, beberapa dari dua puluh anggota yang hadir mendekati dan mengatakan dengan jelas bahwa frasa ‘kehidupan yang dijalani dengan baik’ tidak memiliki arti bagi mereka. Mereka bersenang-senang dengan pasangan seks mereka saat ini dan mobil BMW baru dan rumah liburan di Majorca, dan tidak melihat kekosongan dalam hidup mereka yang perlu diisi. Sangat menarik,” kata Murray, “mendengar apa yang dikatakan di hadapan saya, tetapi tidak mengejutkan .… Mentalitas itu kira-kira seperti ini: Manusia adalah kumpulan bahan kimia yang mengaktifkan dan, setelah periode waktu tertentu, menonaktifkan. Tujuan hidup adalah untuk meluangkan waktu semenyenangkan mungkin.”4

Di akhir sambutannya, Murray membuat pernyataan perseptif ini: “Kebijaksanaan manusia sejak dahulu telah memahami bahwa kehidupan yang dijalani dengan baik membutuhkan keterlibatan bersama orang-orang di sekitar kita.”5 Orang dewasa sejati mengerti hal ini. Mereka mengakui bahwa kesenangan pribadi tidak pernah berfungsi sebagai fokus kehidupan dan tidak dapat mencukupi sebagai tujuan hidup. Kebenaran ini mendasari dua perintah besar: untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran, dan untuk mengasihi sesama manusia sebagai diri sendiri.6 Seperti kata Yesus, “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”7 Perjanjian Injil,8 dengan janjinya tentang hidup yang kekal, bersandar pada dua perintah besar ini dalam urutan prioritas yang diberikan: pertama dan kedua. Kesetiaan pada kedua perintah besar ini mendefinisikan kehidupan yang dijalani dengan baik dan apa artinya menjadi dewasa.

Pada akhirnya, tidak ada jalan netral yang tidak terikat untuk diikuti, paling tidak dalam hal konsekuensi kekal. Alma menyatakan hal ini ketika dia mengajarkan bahwa Kristus, Gembala yang Baik, memanggil kita untuk mengikuti Dia di jalan kemuridan dan kebahagiaan:

“Lihatlah, aku berkata kepadamu, bahwa Gembala yang baik memanggilmu; ya, dan dalam nama-Nya sendiri Dia memanggilmu, yang adalah nama Kristus; dan jika kamu tidak mau menyimak suara Gembala yang baik, kepada nama yang dengannya kamu dipanggil, lihatlah, kamu bukanlah domba dari Gembala yang baik.

Dan sekarang, jika kamu bukan domba dari Gembala yang baik, dari kawanan manakah kamu? Lihatlah, aku berkata kepadamu, bahwa iblis adalah gembalamu, dan kamu adalah dari kawanannya; dan sekarang, siapakah yang dapat menyangkal ini?”9

Alma mengajarkan kenyataan bahwa hanya ada dua pilihan, dan bahwa Kristus adalah satu-satunya alternatif yang baik. Jika Anda tidak memilih Kristus, Anda secara otomatis mengikuti allah palsu, jalan keliru yang paling tidak mengarah pada kekecewaan pada akhirnya dan bahkan secara kekal. Jadi, kecuali Anda mengikuti Juruselamat, Anda menolak Dia.10

Mengetahui hal ini, kita hendaknya tidak merasa enggan untuk berkomitmen kepada Tuhan dan berusaha untuk menjadi satu dengan-Nya. Saat Dia berdoa di Perjamuan Terakhir bagi para rasul-Nya dan semua orang yang mau percaya pada kata-kata mereka, “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita.”11 Bukankah itu yang kita inginkan? Lalu, mengapa bimbang dalam menjadi sepenuhnya berkomitmen dan tanpa ragu? Mengapa menahan diri untuk mengambil kuk-Nya ke atas diri kita, mengetahui bahwa “kuk-Nya mudah dan beban-[Nya] ringan”?12

Takut akan Kegagalan

Menjawab pertanyaan saya sendiri, saya dapat melihat bahwa terlepas dari logika dan permohonan dari Roh ketika Roh berusaha menyertai kita, ada beberapa alasan bahwa seseorang mungkin masih merasakan keengganan. Salah satunya adalah kekhawatiran tentang kemampuan kita untuk memenuhi komitmen yang memiliki dampak yang luas. Bisakah kita benar-benar menindaklanjuti, dan apakah kita akan lebih baik untuk tidak berkomitmen jika kita akan gagal?

Ini adalah kekhawatiran yang dapat dimengerti, tetapi sebagai tanggapan saya akan menyatakan bahwa dalam arti yang sangat penting, Anda telah membuat komitmen itu. Ketika di dunia prafana Anda memilih untuk menerima rencana keselamatan dan permuliaan, disiapkan oleh Bapa dan diperjuangkan oleh Putra, Anda memilih Kristus. Kelahiran fisik Anda adalah bukti dari fakta bahwa Anda sudah berkomitmen. Anda telah memenuhi “keadaan pertama,” Anda13 dan sekarang pertanyaannya adalah apakah Anda akan tetap memenuhi komitmen itu dalam “keadaan kedua” ini dan “memperoleh kemuliaan ditambahkan ke atas kepala [Anda] untuk selama-lamanya”?14 Kita hendaknya tidak takut untuk menegaskan kembali komitmen prafana kita, terutama ketika kita mempertimbangkan betapa buruknya alternatif yang ada.

Dan kita tidak perlu hidup dalam ketakutan akan kegagalan. Kita tidak sendirian. Kita tidak tanpa bantuan. Siapa pun yang benar-benar berkomitmen kepada Kristus, untuk menjadi murid sepenuhnya, tidak dapat gagal. Jika kita terikat kepada-Nya yang turun di bawah segala sesuatu, yang mengatasi segala sesuatu, dan yang sekarang memiliki semua kuasa, kita tidak bisa gagal.15 Bapa Surgawi dan Juruselamat kita bukanlah pengamat yang tidak tertarik, yang penasaran untuk melihat apakah segalanya akan berhasil bagi kita atau tidak. Dapatkah Anda membayangkan Mereka melihat ke bawah dari surga dan berkata, “Lihatlah Sam. Dia gagal terakhir kali dia menghadapi situasi seperti ini, dan beberapa orang mengatakan dia akan gagal lagi,” atau “Hei, lihat. Teman-teman Sandra telah membuat dia jengkel. Akan menarik untuk melihat apakah dia bisa mencari jalan keluar dari masalah ini.” Tentu saja itu konyol. Mereka secara aktif terlibat di pihak kita, menyediakan bantuan, bimbingan, dan sumber daya secara terus-menerus, dan mungkin akan memberi kita lebih banyak jika kita bersedia menerimanya.

Saya mengatakan sebelumnya bahwa ketika kita menghormati perjanjian yang mengikat kita kepada Kristus dan kuasa-Nya, kita tidak dapat gagal. Itu benar pada akhirnya, tetapi saya mengakui bahwa terkadang, kita semua mengalami kegagalan—kesalahan dan dosa kita sendiri, dan terkadang dampak dari kesalahan dan dosa orang lain terhadap kita. Tetapi dengan karunia pertobatan dan pengampunan, semua kegagalan ini hanya bersifat sementara. Tidak satu pun dari hal itu dapat merampas kita dari kehidupan kekal tanpa persetujuan kita. Mengapa? Karena ketika kita melakukan semampu kita untuk bangkit, kita memiliki akses ke kasih karunia Kristus untuk mengatasi dan memperbaiki apa pun yang kita tidak bisa. Ingatlah, kuasa pendamaian atau kasih karunia Kristus tidak hanya menghilangkan rasa bersalah karena dosa dan kesalahan, tetapi juga menguduskan dan menjadikan kita makhluk suci, yang mampu hidup di hadirat Allah.16

Sekarang, saya tidak mengatakan bahwa semua ini mudah. Anda juga tahu sebagaimana saya tahu bahwa hidup ini penuh dengan perjuangan dan beberapa perjuangan itu sangat sulit, bahkan tragedi. Dan menjadi murid Yesus Kristus yang setia jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tidaklah mudah bagi Yesus untuk menjadi murid dari Bapa-Nya dan untuk minum “cawan pahit-Nya.”17 Tetapi Dia melakukannya, dan Dia tahu bagaimana membantu kita berhasil berjalan di jalan kemuridan. Selain itu, Juruselamat memiliki kuasa dan kemauan untuk membantu. Dia akan tinggal bersama kita dengan sebanyak mungkin bantuan yang kita butuhkan dan selama itu diperlukan. Dia berfirman, “Ya, dan sesering umat-Ku bertobat akanlah Aku ampuni mereka pelanggaran mereka terhadap-Ku.”18 Ketakutan akan kegagalan bukanlah alasan untuk tidak membuat komitmen penuh dan lengkap kepada Kristus. Teruslah bertobat dan melakukan yang terbaik untuk menjadi baik—itu sudah cukup.

Pengorbanan

Saya dapat memikirkan satu alasan lain bahwa seseorang mungkin enggan untuk menjawab panggilan dari Gembala yang Baik dan bergabung dengan kawanan-Nya: takut akan pengorbanan yang mungkin disyaratkan. Anda semua ingat pemuda yang bertanya kepada Yesus, dengan segala ketulusan, “Apa lagi yang masih kurang?” untuk memenuhi syarat untuk kehidupan kekal.19 Markus memberi tahu kita bahwa “Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” [Saya pikir itu penting], “lalu berkata kepadanya: Hanya satu lagi kekurangan mu : pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”20 Anda ingat tanggapannya: “Ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.”21

Saya berharap bahwa setelah memikirkan tentang hal ini, pemuda yang kaya ini memiliki perubahan hati dan kemudian menerima undangan Juruselamat. Bagaimanapun, kita semua mengakui bahwa berkomitmen kepada Kristus akan melibatkan pengorbanan. Satu hal yang harus dikorbankan adalah “takut melewatkan sesuatu” karena kita tahu bahwa kita sebenarnya akan melewatkan banyak hal. Begitu banyak pilihan dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan kemuridan, dan bahkan banyak hal baik dapat diambil alih oleh tuntutan yang dibutuhkan kemuridan terhadap waktu dan sumber daya kita untuk hal-hal yang lebih baik atau terbaik.

Pemuda tulus yang bertanya kepada Juruselamat, “Apa lagi yang masih kurang?” sudah mati. Apa pun kekayaan yang dia miliki mungkin tidak ada lagi, dan dalam hal apa pun, dia tidak memilikinya, juga itu tidak ada gunanya bagi dia. Sebanyak apa pun pengorbanan yang tampak baginya saat itu, apakah dia memiliki pilihan yang lebih baik selain menerima undangan Tuan? Dapatkah apa pun yang dia miliki atau mungkin telah dia peroleh dengan kekayaannya sebanding dengan apa yang akhirnya Tuhan tawarkan kepadanya? Kita tahu bahwa apa pun yang Juruselamat minta dari kita, termasuk kehidupan kita, adalah sepele dibandingkan dengan permuliaan. Kita bahkan tidak bisa membayangkan: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”22

Alih-alih takut akan pengorbanan kemuridan, kita hendaknya menyambut kesempatan untuk tumbuh dalam kuasa rohani, untuk mengalami sukacita yang lebih dalam, dan untuk menemukan, masing-masing dari kita, makna nyata dalam hidup kita. Pengorbanan, terutama berkorban demi Kristus, menunjukkan keseriusan—kita benar-benar akan menaati dua perintah besar untuk mengasihi Allah dan sesama. Pengorbanan berarti bahwa kita benar-benar akan melakukan kebaikan di dunia.

Mengasihi Bapa Surgawi kita dan Putra Terkasih-Nya dengan segenap hati, daya, akal budi, dan kekuatan menegaskan kepada jiwa kita apa dan siapa kita. Itu memberi kita semacam rasa aman yang memungkinkan kita berhenti berfokus hanya pada diri kita sendiri dan melihat keluar, untuk melihat orang lain dengan sungguh-sungguh—kebutuhan mereka dan kenyataan yang mereka hadapi, dengan keinginan untuk memahami dan membantu mereka. Dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati, imam dan orang Lewi melihat orang yang terluka di sisi jalan, tetapi mereka tidak benar-benar melihat dia. Hanya orang Samaria yang benar-benar melihat orang asing yang terluka itu, dan oleh karena itu “tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya.”23 Begitu banyak yang merasa kesepian terus-menerus. Tentunya pengorbanan kita bisa memberi dampak yang signifikan.

Komitmen

Komitmen menyeluruh yang menjamin sukacita di sini dan di kehidupan selanjutnya adalah komitmen kepada Allah Bapa Kekal kita dan Putra-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Dalam kitab Omni kita menemukan permohonan yang penuh perasaan berikut:

“Aku menghendaki agar kamu hendaknya datang kepada Kristus, yang adalah Yang Kudus dari Israel, dan mengambil bagian dalam keselamatan-Nya, dan kuasa penebusan-Nya. Ya, datanglah kepada-Nya, dan persembahkanlah seluruh jiwamu sebagai persembahan kepada-Nya, dan lanjutkanlah dalam berpuasa dan berdoa, dan bertahan sampai akhir; dan sebagaimana Tuhan hidup kamu akan diselamatkan.”24

Kisah ini bercerita tentang seorang ayah yang menidurkan putranya, dan ketika sang ayah meninggalkan kamar, terdengar bunyi gedebuk. Saat kembali, dia melihat putranya berada di lantai dan bertanya bagaimana dia jatuh dari tempat tidur. Anak itu menjawab, “Badan saya belum masuk sepenuhnya.” Pastikan dalam komitmen Anda kepada Allah Anda melakukannya dengan sepenuh hati.

Anda adalah bagian dari tubuh Kristus.25 Anda termasuk dalam bagian. Jadilah bagian seutuhnya, memberi dan menerima secara murah hati. Lihatlah dengan sungguh-sungguh orang di sekitar Anda dan dilihat sehingga kehidupan Anda akan menjadi kehidupan yang dijalani dengan baik, kehidupan yang melayani dan memberkati, dan memuaskan. Kehidupan yang diberkati dan disucikan oleh Juruselamat yang telah mengatasi semua hal dan yang dengan kasih karunia-Nya Anda juga akan mengatasi semua hal.

Konser Hari Pionir musim panas lalu oleh Paduan Suara Tabernakel dan Orkestra di Taman Bait Suci menampilkan penyanyi Norwegia yang sangat berbakat, Sissel. Para hadirin, termasuk saya sendiri, sangat tersentuh oleh lagu yang berjudul “Slow Down”, yang mengingatkan kita pada tulisan suci dari Mazmur, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah.”26

Saya ingin memutar rekaman video Sissel yang bernyanyi pada kesempatan itu, dan ketika Anda mendengarkan, saya meminta Anda untuk merenungkan pesan bahwa kita dapat memiliki kepercayaan penuh kepada Allah dan pada kasih dan kesediaan-Nya yang luar biasa untuk memberkati dan mendukung kita apa pun yang terjadi. Dan renungkan kesakralan dari penyerahan hidup Anda dan diri Anda sendiri kepada-Nya apa pun yang terjadi.

Di tengah kebingunganku yang mendalam

Di saat sangat membutuhkan

Ketika aku tak bisa berpikir jernih

Suara yang lembut merasuk

Tenang, tenang, diamlah

Diam dan nantikan Roh Tuhan

Tenang dan dengarkan suara-Nya

Ketahuilah bahwa Dia adalah Allah

Di saat kesengsaraan

Ketika aku merasa tidak yakin

Ketika aku merasa kewalahan

Datanglah suara lembut begitu tenang, begitu murni

Tenang, tenang, diamlah, anak-Ku

Diam dan nantikan Roh Tuhan

Tenang dan dengarkan suara-Nya

Ketahuilah bahwa Dia adalah Allah

Ketahuilah bahwa Dia adalah Allah27

Perlambat. Ambillah keputusan dan tetapkan hati Anda bahwa Anda memilih Allah. Carilah waktu yang tenang ketika Anda dapat berlutut di tempat pribadi dan menyatakan kepada Bapa Surgawi Anda, dalam nama Yesus Kristus, bahwa Anda adalah milik-Nya, bahwa Anda berkomitmen, baik tubuh maupun jiwa, kepada-Nya, Putra-Nya, dan jalan Injil. Kemudian ikuti ke mana pun Dia menuntun Anda, sekarang dan selama sisa hidup Anda. Jangan bimbang maupun menahan diri lagi tetapi lanjutkanlah dengan tujuan dan misi Anda dalam hidup. Kefanaan begitu singkat. Jadikan waktu ini berharga sehingga kekekalan Anda akan menjadi salah satu sukacita sejati, bukan penyesalan. Tidakkah Anda merasakan Roh memberi tahu Anda bahwa ini benar? Dan majulah dengan percaya diri.

Saya berjanji kepada Anda bahwa berkat Tuhan atas pemberian Anda yang seutuhnya akan menjadi semua yang Dia harus berikan, “takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar.”28 Realitas kebangkitan-Nya adalah bukti bahwa Dia memiliki semua kuasa, bahwa Dia dapat memberikan apa yang Dia janjikan, dan bahwa Dia memang memenuhi janji itu. Dia adalah kehidupan, dan Dia datang agar kita memiliki kehidupan serta “mempunyainya dalam segala kelimpahan”.29 Saya katakan kepada Anda sebagai orang yang tahu bahwa Yesus Kristus adalah Penebus yang telah dibangkitkan. Fakta itu sangat penting di dunia dan dalam kekekalan. Saya menawarkan kepada Anda berkat-Nya dan kesaksian saya dalam nama Yesus Kristus, amin.